Oleh: Drs. Markus Wauran*
PEMBANGKIT Listrik Tenaga Nuklir pada awalnya dimanfaatkan oleh Rusia (saat itu Uni Sovjet), Inggeris, Amerika Serikat/AS dan Perancis pada thn 1950’an. Pada awal perkembangannya, ada 2 tipe yang berkembang dan dominan dalam pemanfaatannya yaitu tipe PWR (Pressurerized Water Reactor) dan BWR (Bowling Water Reactor).
Tipe PWR dikembangkan oleh perusahan Westinghouse dan tipe BWR oleh General Electric(GE) dari AS. Perancis dan Rusia mengembangkan tipe PWR.
Di Asia, pembangunan PLTN dirintis oleh Jepang, kemudian diikuti Korea Selatan, India dan menyusul Cina. Dari catatan yang ada, pada era tahun 1960’an s/d saat ini, PLTN komersial, berkembang mulai Generasi II, III dan III+/plus.
Sampai saat ini PLTN yang beroperasi sebanyak 422 unit dengan total net installed capacity 377.796MWe yang tersebar pada 33 negara, dan yang sedang dibangun sebanyak 57 unit dengan total net installed capacity 59.752MWe yang tersebar di-18 negara.
Era Nuklir Indonesia
Dalam catatan sejarah, Indonesia secara serius mulai memasuki era Nuklir pada tahun 1961 saat peletakan batu pertama pembangunan Reaktor Atom (hasil kerjasama dengan AS) oleh Presiden Soekarno pada 9 April 1961 di Bandung.
Dalam pidato Presiden Soekarno saat itu, ada pesan strategis yang disampaikan Presiden Soekarno bagi bangsa ini, yang antara lain mengatakan bahwa “Indonesia harus menguasai dunia atom (sekarang popular disebut nuklir) dan ruang angkasa untuk memberi andil bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur”.
Demikian pula pesan Presiden Soekarno bagi bangsa ini saat meresmikan beroperasinya Reaktor Atom 27 Pebuari 1965 di Bandung, antara lain mengatakan “peliharalah terus atomic reactor ini, bukan saja isi scientificnya yang engkau harus pelihara, tetapi segala yang berhubungan dengan itu, peliharalah dan perkembangkanlah sebaik-baiknya”.
Pesan ini telah dilaksanakan secara nyata oleh Presiden Soeharto dibandingkan dengan presiden-presiden yang lain. Era Presiden Soeharto terbangun 2 reaktor nuklir yaitu reaktor Kartini di Yogyakarta yang diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden Soeharto pada 1 Maret 1978 dan Reaktor Siwabessy yang diresmikan pengoperasiannya pada 20 Agustus 1987 di Serpong.
Disamping itu Presiden Soeharto juga membangun berbagai sarana dan prasarana dengan berbagai fasilitasnya serta penyiapan SDM dengan studi didalam dan luar negeri, penetapan berbagai peraturan yang arah utamanya untuk persiapan pembangunan PLTN. Semua sarana dan prasarana tersebut tersebar di 4 kawasan nuklir yaitu kawasan Bandung, Yogyakarta, Serpong dan Pasar Jumat, Jakarta Selatan.
Hambatan Dari Dalam
Setelah Presiden Soeharto, sampai saat ini pembangunan PLTN belum terealisasi karena berbagai hambatan sepihak oleh putra bangsa sendiri, walaupun dari berbagai persyaratan Indonesia sudah memenuhi syarat untuk membangun PLTN, sesuai penilaian dari IAEA (International Atomic Energy Agency), sebagai lembaga PBB yang berkedudukan di Wina, Austria, dimana Indonesia menjadi anggotanya.
Setelah pembangkit listrik berbahan bakar batubara diputuskan tidak dibangun lagi dan yang sedang beroperasi akan diberhentikan lebih dini, karena tuntutan dunia untuk membangun energi hijau yang ramah lingkungan, maka ada harapan Indonesia akan segera membangun PLTN untuk pengganti pembangkit listrik tenaga batubara. Apalagi, Uni Eropa pada 2 Pebruari 2022 telah mendeklarasikan bahwa energi nuklir adalah energi hijau yang ramah lingkungan, maka peluang besar bagi Indonesia untuk membangun PLTN terbuka lebar.
Diharapkan pada pertemuan G20 di Bali, Nopember 2022, ada gaung positif dan konkrit tentang pembangunan PLTN di Indonesia dari Presiden Jokowi, apalagi pada bulan Juni 2022, saat Presiden Jokowi bertemu dgn Presiden Putin di-Moskow, ada tawaran Presiden Putin untuk Rusia dapat membangun PLTN di Indonesia.
Namun harapan itu pupus bahkan berbagai pihak pendukung PLTN sangat terkejut dan kecewa karena keterangan dari Menteri ESDM setelah selesai G20 di Bali mengatakan bahwa PLTN akan masuk ke sistim pada awal 2040, karena yang diprioritaskan saat ini dan ke depan adalah energI baru dan terbarukan dengan fokus pada tenaga surya (PLTS) dan panas bumi.
Simbiosis Mutualis
Pada saat yang lalu, Pengusaha Batubara terkena propaganda bahwa kehadiran PLTN di Indonesia akan menjadi pesaing utama pembangkit listrik tenaga batubara. Akibatnya beredar issue bahwa yang menghambat pembangunan PLTN di Indonesia adalah para pengusaha batubara dimana ada diantaranya juga menjadi penguasa.
Issue ini sebenarnya tidak benar, karena kenyataan di- 10 negara penghasil batu bara terbesar di-dunia memiliki PLTN yang sedang beroperasi seperti AS (92 unit), Rusia (37 unit), Ukraina (15 unit), Cina (58 unit), Jerman (3 unit), India (22 unit), Cina (58 unit),– disamping negara ini juga saat ini sedang membangun PLTN dimana Cina 19 unit, India 8 unit, Rusia 4 unit, Ukraina 2 unit dan AS 2 unit.
Yang benar bahwa kehadiran PLTN di Indonesia bersifat simbiosis mutualis, saling membutuhkan, saling mendukung, bukan saling mematikan.
Kemudian terkait prioritas pembangunan PLTS, apakah propaganda yang sama digunakan juga oleh pihak-pihak yang hanya mencari keuntungan dengan gampang untuk menghambat/menggagalkan pembangunan PLTN? Perlu ditelusuri kebenarannya.
Sebagaimana diketahui, pembangunan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) sebagai proyek Pemerintah saat ini bertebaran di berbagai tempat di Nusantara termasuk di IKN (Ibukota Nusantara) di Kalimantan Timur yang kontraktornya menurut sas-sus banyak berasal dari pengusaha batubara, yang perlu ditelusuri kebenarannya.
Dalam perkembangan saat ini, ada berita menarik bahwa perusahan Thorcon asal AS dengan juru bicaranya Bob Suleman sebagai Kepala Perwakilan Thorcon di-Indonesia, dalam waktu singkat, akan membangun proto type PLTN tipe MSR (Molten Salt Reactor) sebagai PLTN Generasi IV. Biaya sepenuhnya ditanggung oleh Thorcon dan tidak membebankan kepada APBN. Harga jualnya lebih murah dari patokan harga PLN.
Sebagaimana diketahui bahwa PLTN Generasi ke-IV ada 6 tipe reaktor nuklir yang sedang dikaji oleh 13 negara yang tergabung dalam GIF (Generation IV International Forum). Enam tipe reaktor nuklir tersebut adalah Gas Cooled Fast Reactor (GFR), Lead Cooled Fast Reactor (LFR), Molten Salt Reactor (MSR), Sodium Cooled Fast Reactor (SFR), Super Critical Water Cooled Reactor (SCWR) dan Very High-Temperature Reactor (VHTR).
Memang dalam kenyataan Thorcon Indonesia sangat aktif dan progresif dalam kegiatannya untuk membangun MSR di-Indonesia. Berbagai persiapan telah dan sedang dilakukan baik penyiapan SDM, persiapan lokasi, berbagai dokumen yang diperlukan, persiapan pengolahan bahan bakar thorium, dan lainnya.
Berhubung PLTN ini masih dalam status proto type, maka seharusnya Pemerintah juga mengimbangi dengan pembangunan PLTN komersial yang siap operasi. Pertimbangan politik untuk Pembangunan PLTN di Indonesia harus dikaji dan diperhitungkan secara matang dengan segala kemungkinan yang akan terjadi kedepan. Karena proyek ini memiliki muatan teknologi tinggi yang Indonesia belum mampu memproduksi sendiri reaktor nuklirnya, perlu kerjasama dengan negara-negara yang memproduksi reaktor nuklir yang sudah teruji keandalan teknologinya khusus segi keselamatan dan keamanan.
PLTN Rusia
Disisi lain proyek ini sangat vital karena memiliki nilai strategis bagi akselerasi pembangunan nasional. Bertolak dari pertimbangan ini, maka adalah sangat tepat untuk membangun PLTN siap operasi di-Indonesia dari Rusia.
Harus diakui reaktor nuklir buatan Rusia sudah teruji kehandalannya. Rusia adalah Negara pertama didunia yang mengoperasikan PLTN pada thn 1954. Karena kehandalannya, dari 57 unit PLTN yang sedang dibangun saat ini yang tersebar di 18 Negara, reaktor nuklir buatan ROSATOM/Rusia menguasai pasaran pembangunannya di-beberapa Negara seperti Cina, India, Turki, Bangladesh, Mesir, Belarus, Iran disamping dinegaranya sendiri. Karena dalam sejarah Indonesia, kerjasama Rusia-Indonesia berjalan sangat baik, saling menghormati dan tidak ada sikap dari Rusia untuk menekan, mengancam yang menyinggung harga diri dan identitas Republik Indonesia dengan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
Berbeda dengan AS, saat Indonesia di zaman Presiden Soeharto hendak membeli komponen pesawat Hercules 130 buatan AS, tidak diberikan/disabotase dengan alasan HAM. Demikian pula, dalam kepemimpinan Presiden Jokowi, saat Indonesia hendak membeli pesawat Sukhoi diprotes oleh AS. Kemudian dalam persiapan pertemuan G20 dimana Indonesia sebagai pemimpin sekaligus tuan rumah, AS menekan Indonesia untuk tidak mengundang Presiden Putin pada pertemuan G20.
Kenyataan sejarah di atas perlu jadi catatan penting bagi Indonesia termasuk dalam pembangunan PLTN yang bermuatan teknologi tinggi sebagai proyek vital yang strategis bagi kepentingan nasional kedepan.
Karena itu menyadari akan hubungan sejarah Indonesia-Rusia sampai saat ini, maka tawaran Presiden Putin kepada Presiden Jokowi bulan Juni 2022 di Moskow untuk Rusia siap membangun PLTN di Indonesia perlu disambut baik dengan langkah positif dan konkrit. Saat ini Rusia telah memproduksi reaktor nuklir generasi IIIplus yang telah dibangun di Rusia dan sudah beroperasi dengan jaminan zero accident.
Tipe generasi IIIplus ini juga sedang dibangun di berbagai Negara. Khusus Turki oleh ROSATOM sedang dibangun 4 unit generasi IIIplus dan unit pertama direncanakan beroperasi pada tahun ini saat memperingati 100 thn Turki Merdeka.
Pembangunan PLTN Rusia di Turki ini, 90-100% dbiayai oleh Rusia sehingga tidak membebankan anggaran negaranya.
Melanjutkan Pesan Presiden Soekarno
Terkait pembangunan PLTN ini, maka sosok Presiden Jokowi yang mengagumi Presiden Soekarno perlu melanjutkan dan menjabarkan pesan-pesan strategis Presiden Soekarno ke karya nyata sebagaimana disampaikan pada peletakan batu pertama dan peresmian beroperasinya reaktor nuklir di Bandung seperti disebutkan diatas. Disisi lain Presiden Jokowi yang akan mengakhiri masa jabatannya pada 2024, juga harus super hati-hati adanya brutus di seputar dirinya sebagaimana dialami oleh Presiden-presiden sebelumnya, antara lain Presiden Soeharto yang mengatakan “Mereka Mengkhianati Saya” sebagai judul buku yang ditulis oleh Femi Adi Soempeno terbitan tahun 2008.
Mereka yang dimaksud adalah anak-anak emas Presiden Soeharto sebagai pembantunya dalam Kabinet.
Semoga sebelum mengakhiri masa jabatannya pada tahun 2024, Presiden Jokowi yang dijuluki sebagai jelmaan Bung Karno, akan memutuskan Indonesia GO PLTN memenuhi amanah dari Presiden Soekarno. Jika itu terjadi, maka arwah Bung Karno, sesuai adat Jawa akan senyum dan akan melindungi Presiden Jokowi dalam membangun bangsa dan Negara tercinta.
Jakarta, 8 April 2023.
* Penulis Drs. Markus Wauran, Wakil Ketua Dewan Pendiri HIMNI dan mantan anggota.DPR-RI