JAKARTA- Selain memeriksa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga memeriksa Kementerian Kesehatan. BPK melaporkan bahwa Menteri Kesehatan menetapkan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibayar negara dari APBN dan APND, dilakukan tanpa dasar kajian yang memadai. Hal ini disampaikan oleh Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (1/6) berdasarkan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2015 yang dibuat oleh BPK.
“Kajian penetapan kebijakan besaran iuran dalam JKN/ Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh konsultan tidak terealisasi dikarenakan tidak terpenuhinya hal-hal dalam kontrak sehingga memungkinkan tidak adanya analisis/kajian yang mendasari penetapan iuran PBI tersebut,” demikian Sekjen DKR, Web Warouw mengutip laporan BPK tersebut.
Laporan BPK yang ditanda tangani oleh Ketua BPK, Dr. Harry Azhar Azis, M.A di Jakarta, pada bulan Maret 2016 itu menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan kebijakan Kementerian Kesehatan dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan belum sepenuhnya efektif dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada peserta Jaminan Kesehatan.
DKR mengkritisi, ternyata Kementerian Kesehatan tidak memiliki rencana yang jelas dalam pelaksanaan Progam Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Sehat yang menjadi andalan Presiden Joko Widodo.
“Kementerian Kesehatan belum optimal menyusun rencana aksi dalam melaksanakan program JKN 2012-2019 yang telah ditetapkan lintas K/L (Kementerian dan Lembaga-red),” ujarnya mengutip laporan BPK tersebut.
Web Warouw juga melaporkan bahwa dibeberapa daerah, Kartu Indonesia Sehat (KIS) sudah tidak berlaku lagi karena tidak dibayar oleh BPJS. Padahal Kartu KIS merupakan program yang langsung dibawah pengawasan Presiden Joko Widodo.
“Dari Sumatera Selatan, relawan melaporkan rakyat pemegang KIS mendapatkan kenyataan, kartunya ditolak oleh rumah sakit karena BPJS tidak menanggung biaya pasien dengan KIS. Tahun lalu relawan dari Banten dan Jawa Tengah juga melaporkan hal yang sama,” ujarnya.
BPK menyatakan bahwa hal yang belum optimal antara lain perencanaan pengembangan sarana prasarana dan tenaga kesehatan pada setiap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL), khususnya milik pemerintah.
“Selain itu, fasilitas kesehatan belum merata, sehingga pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta JKN belum optimal,” ujarnya.
Salah Hitung
BPK melaporkan bahwa presentase iuran PBI pada Program JKN yang dibiayai dari dana APBN/ APBD tahun 2014 dan 2015 (sampai dengan September) masing-masing sebesar 52% dan 42% dari total iuran Program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan. Presentase penggunaan dana untuk pelayanan kesehatan Rawat Jalan dan Rawat Inap pada FKTL oleh peserta PBI baik yang dibiayai dari dana APBN/APBD pada tahun 2014 sampai dengan 2015 hanya sebesar 26% dari total utilisasi penggunaan dana klaim oleh peserta non-PBI sebesar 74%.
“Kondisi tersebut menunjukkan mayoritas dana Program JKN dinikmati oleh peserta JKN non-PBI. Kementerian Kesehatan tidak mempertimbangkan data tersebut dalam pengambilan kebijakan penetapan komposisi besaran iuran dana PBI. Hal itu mengakibatkan Kementerian Kesehatan belum mendapatkan nilai iuran PBI yang ideal untuk Program JKN,” ujarnya mengutip laporan BPK
BPK juga menemukan, mekanisme perencanaan dan monitoring ketersediaan obat melalui e-katalog untuk mendukung program JKN belum memadai. Sehingga belum terdapat jaminan ketersediaan obat yang sesuai dengan formularium nasional pada fasilitas kesehatan untuk pelayanan kesehatan kepada peserta program JKN.
“Pemberi layanan kesehatan masih mengalami kesulitan dalam penyediaan obat, sehingga peserta program JKN harus mengeluarkan biaya tambahan,” ujarnya.
Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Kementerian Kesehatan bertujuan untuk mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan yang dapat berimplikasi pada tidak tercapainya target penurunan tingkat kemiskinan dalam RPJMN 20102014. BPK juga mengindentifikasi kendala serta mengevaluasi penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan baik dari segi perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi TA 2010-semester I 2015. (Aan Rus)