Selasa, 11 Februari 2025

Berpotensi Picu Konflik Horisontal, IDI Tolak Dokter Layanan Primer

JAKARTA- Munculnya satu kelompok baru yaitu Dokter Layanan Primer (DLP) yang setara spesialis tetapi bekerja di pelayanan primer (Puskesmas dan Klinik-red) bersama dokter umum dan dokter keluarga dapat memicu terjadinya tumpang tindih pelayanan kesehatan. DLP dipastikan akan mengganggu proses peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis SpOG kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (2/6)

Menurutnya, dalam pelaksanaannya nanti Program Pendidikan Spesialis Layanan Primer akan memperpanjang masa pendidikan dokter sehingga dan dapat menimbulkan “konflik horizontal “ di pelayanan kesehatan tingkat primer.

“Kami Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia menolak pendidikan spesialis layanan primer dan meminta Pemerintah untuk merevisi Undang-undang No 20/2013 Tentang Pendidikan Kedokteran terkait dengan pasal-pasal yang berhubungan dengan pendidikan Dokter Layanan primer yang tidak relevan dengan beberapa undang-undang sebelumnya,” tegasnya.

Ia mengakui bahwa ketersediaan dokter saat ini di layanan primer sangat dibutuhkan. Saat ini banyak di pelayanan kesehatan primer yang tidak ada dokternya dan banyak daerah yang tidak ada pelayanan kesehatan atau jauh dari pelayanan kesehatan.

“Itu banyak faktor yang mempengaruhi. Diantaranya adalah faktor biaya pendidikan yang sangat mahal dan tidak ada peran negara pada saat pendidikan kedokteran jika memang tenaga dokter dianggap sebagai tenaga strategis oleh negara,” ujarnya.

Ilham Oetama Marsis mengatakan, ,unculnya Undang-undang No 20 tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran saat itu diharapkan dapat mereduksi problematikan pendidikan kedokteran diatas, tetapi kenyataannya masih memunculkan permasalahan besar yang dapat memicu “konflik horizontal” di tingkat pelayanan primer.

“Peluncuran Program Pendidikan Spesialis Layanan Primer ini menjadikan masa pendidikan dokter menjadi panjang, memakan biaya yang sangat besar dan merupakan pemborosan anggaran pendidikan negara karena biaya pendidikan ditanggung negara, juga jauh menyimpang dari Nawacita,” jelasnya.

Program Pendidikan Spesialis Layanan Primer menurutnya akan menyebabkan masa pendidikan dokter yang akan praktek di layanan primer menjadi panjang dan mengusur keberadaan dokter umum di Puskesmas dan dokter keluarga.

“Program Pendidikan Spesialis Layanan Primer juga tidak relevan karena bertentangan dengan Undang-undang No 29/2004 Tentang Praktik Kedokteran pasal 1 ayat 2. Karena Dokter layanan primer tidak ada di dalam Undang-undang Praktik Kedokteran. Tidak bisa juga dikatakan spesialis karena tidak ada tambahan kompetensi medis,” jelasnya. (Web Warouw)

 

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru