JAKARTA- Kasus pemalsuan vaksin merupakan kejahatan luar biasa yang pelakunya layak mendapatkan hukuman seberat-beratnya. Kasus pemalsuan vaksin bukan hanya kasus kriminal biasa namun dapat dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan bahkan sangat mungkin meruntuhkan Ketahanan Nasional di bidang kesehatan. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Nasional Dokter Indonesia Bersatu (DIB) dr.Eva Sridiana, Sp.P kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (19/7)
“Dampak vaksin palsu baru dapat dirasakan dalam jangka panjang sehingga harus diwaspadai dampak terhadap ketahanan sumber daya manusia maupun ekonomi dalam beberapa tahun mendatang,” jelasnya.
DIB menyadari tidak mudah menyelesaikan kasus vaksin palsu namun demi kepentingan rakyat semestinya kasus ini menjadi perhatian utama pemerintah.
“Bilamana kasus vaksin palsu tidak dianggap serius dan respon stake holder dirasakan lambat, DIB akan mengambil langkah-langkah strategis untuk menjadi Pressure group agar proses penanganan berjalan cepat dan tidak menimbulkan ekses negatif bagi semua pihak,” tegasnnya.
Ia mengingatkan bahwa langkah-langkah perjuangan DIB sesuai Undang-Undang No. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 50 yaitu dokter memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 27 Ayat 1 yaitu bahwa tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya dan Pasal 29; Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan Pasal 57 yaitu Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi dan Standar Prosedur Operasional.
“Kami menuntut agar pihak kepolisian mengusut tuntas jaringan pemalsu hingga otak kejahatan. Menyelidiki keterlibatan oknum aparat maupun oknum tenaga kesehatan yang diduga terlibat secara adil dan transparan,” ujarnya.
Ia menegaskan agar Pemerintah (kemenkes) dan BPOM wajib bertanggung jawab atas terjadinya produksi dan distribusi vaksin palsu dengan secepatnya melakukan investigasi serta mengambil langkah-langkah antisipasi dampak vaksin palsu dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Pemerintah wajib memperbaiki tata kelola pengawasan obat-obatan (termasuk vaksin) dengan memberikan kewenangan dan dukungan secara hukum, politik maupun anggaran kepada BPOM sehingga perannya sebanding dengan FDA di Amerika Serikat.
“Pemerintah harus menutup semua peluang yang menyebabkan produksi dan distribusi vaksin palsu dapat terjadi termasuk keterlibatan asing maupun mafia di bidang kesehatan,” tegasnya. (Web Warouw)