Kamis, 25 April 2024

BACA GAAAEZ..! Prof Romli Atmasasmita: TWK KPK-RI Sesuai Undang-Undang, Tak Boleh Ada Lembaga Negara Independen

JAKARTA – Pakar Hukum Pidana Prof Dr Romli Atmasasmita, mengatakan, Test Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi 1.351 karyawan dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) sudah sesuai amanat undang-undang.

“Ini sebagai konsekuensi karyawan KPK-RI beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara,” kata Romli Atmasasmita, Minggu (9/5) lalu

Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN-RI), Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Analisa Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI), Badan Intelijen Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dan Dinas Psikologi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, menggelar Test Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK-RI, 18 Maret – 9 April 2021.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, dari 1.351 karyawan dan penyidik yang mengikuti TWK, sebanyak 75 orang di antaranya dinyatakan tidak lulus, seperti Novel Baswedan, Yudi Purnomo dan lain-lain.

Menurut Romli Atmasasmita, kasus dugaan suap Wali Kota Tanjungbalai dan dugaan yang sama di kasus Wali Kota Cimahi, justru terbuka kepada publik pada masa KPK-RI di era kepemimpinan Firli Bahuri.

“Seharusnya diapresiasi karena konsisten pada prinsip-prinsip dan asas-asas pimpinan KPK-RI dalam melaksanakan tugas dan wewenang secara independen antara lain transparansi, akuntabilitas, dan integritas,” kata Romli Atmasasmita.

Menurut Romli Atmasasmita, tugas pimpinan KPK-RI selain sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang: KPK-RI, maka KPK-RI bertanggung jawab atas loyalitas dan tanggung jawab anggota pimpinan pegawai kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945.

Hal ini merupakan konsekuensi dari Aparatur Sipil Negara sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang: Aparatur Sipil Negara, suka atau tidak suka.

Romli Atmasasmita, mengatakan, penyesatan kosa kata independen dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang: KPK-RI, bukan dalam arti seluruh pegawai, tetapi untuk pimpinan dan penyidik dan penuntut dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

“Tidak ada suatu lembaga negara independen ‘terpisah’ dan berdiri sendiri bebas dari sistem pemerintahan dan kelembagaan negara,” kata Romli Atmasasmita.

“Asumsi bahwa perubahan status pegawai KPK-RI menjadi ASN, menjadi tidak independen adalah pendapat yang keliru dan menyesatkan,” ungkap Romli Atmasasmita.

Kasus-kasus korupsi besar semasa Firli Bahuriyang libatkan dua menteri dalam tempo dua minggu merupakan bukti nyata tidak benarnya pandangan tersebut yang semasa kepimpinan KPK-RI terdahulu tidak terjadi.

Dalam konteks ini, ujar Romli Atmasasmita, anggapan status ASN pegawai KPK-RI menjadi tidak independen, hanya sebatas halusinasi semata.

Dikatakan Romli Atmasasmita, menatap KPK-RI ke depan seharusnya kita termasuk para Guru Besar Ilmu Hukum membaca kembali perubahan-perubahan strategis tugas dan wewenang KPK-RI yang dicantumkan dalam Pasal 6 dan seterusnya dengan cermat yang harus dilihat secara hierarkis, dimana tugas penyidikan dan penuntutan KPK-RI ditempatkan pada nomot urut kelima.

Tugas KPK-RI dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, harus menjalankan prinsip ‘proporsionalitas’ dan ‘balanced probability principle’ dalam menjalankan strategi pencegahan dan penindakan.

“Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, terbaru, Selasa, 4 Mei 2021, dimana ditiadakan ketentuan kewajiban meminta izin Dewan Pengawas (Dewas) dalam hal penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, maka KPK-RI kembali kepada posisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, tentang: KPK-RI, sehingga menjadi tidak beralasan bahwa KPK-RI, tidak independen,” ungkap Romli Atmasasmita. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru