JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi bersama Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Hestu Yoga Saksama, Kepala Kantor Bea dan Cukai Soekarno Hatta, Erwin Situmorang serta Direktur Pendaftaran Penduduk Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Drajat Wisnu Setiawan mengadakan konferensi pers terkait temuan KTP, NPWP, Buku tabungan dan ATM dari Kamboja di aula sabang kantor pusat Ditjen Bea dan Cukai pada Jumat (10/2), seluruh pihak menjelaskan kronologis dan hasil penelitian terhadap temuan tersebut.
“Sesuai dengan prosedur, petugas lapangan melakukan pemeriksaan rutin atas seluruh barang-barang yang dikirim melalui Perusahaan Jasa Titipan (PJT) dengan memasukkan barang ke mesin x-ray. Petugas bea cukai akan mencocokkan antara dokumen dengan image yang dihasilkan x-ray” ujar Dirjen Bea Cukai.
Untuk menindaklanjuti temuan ini, Ditjen Bea Cukai bekerjasama dengan Ditjen Pajak, Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Kepolisian RI serta PPATK akan melakukan investigasi lebih lanjut terkait penyalahgunaan KTP dan NPWP.
Terkait NPWP, Hestu Yoga Saksama menjelaskan bahwa Ditjen Pajak telah melakukan penelitian terhadap keabsahan NPWP berdasarkan master file wajib pajak. Terungkap bahwa dari 32 NPWP, sebanyak 30 NPWP valid dan 2 NPWP tidak valid.
Selain itu, Ditjen Dukcapil juga telah melakukan pengecekan KTP elektronik tersebut untuk membuktikan keabsahan dokumen dengan menggunakan dua instrumen yaitu alat baca KTP (card reader) dan pengecekan NIK ke database kependudukan.
“Setelah kita cek ternyata 36 KTP tersebut adalah palsu. Data dalam fisik KTP tidak sama dengan data yang ada dalam chip,” ungkap Drajat
Lebih lanjut Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menjelaskan, bahwa sampai dengan saat ini diduga paket ini terkait dengan kejahatan ekonomi, seperti kejahatan siber, kejahatan perbankan, judi online, narkoba, prostitusi, dan pencucian uang.
Hal ini disimpulkan, mengingat hasil dari kejahatan tersebut memerlukan tempat atau rekening penampungan, sedangkan untuk membuka sebuah rekening dibutuhkan KTP dan NPWP.
Tidak berhenti sampai di sini, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Pajak dan Ditjen Dukcapil akan melakukan investigasi lanjutan dengan melibatkan Kepolisian RI dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas seluruh pihak-pihak yang terkait penyalahgunaan KTP dan NPWP tersebut, termasuk transaksi keuangannya.
Terkait pelaksanaan Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2017 mendatang, Dirjen Dukcapil mennyampaikan bahwa apabila ada petugas TPS yang meragukan keabsahan KTP pemilih, maka dapat melakukan pengecekan keabsahan KTP tersebut melalui kantor dinas Dukcapil setempat sebelum mengizinkan pemiliknya menggunakan hak pilih.
“Cara lainnya yang lebih cepat yaitu petugas TPS dapat memfoto KTP dan mengirimkannya ke nomor whatsapp layanan pengaduan Dinas Dukcapil setempat. Pengecekan ini hanya butuh waktu sekitar 2 menit. Jajaran KPU di daerah yang menggelar Pilkada akan terus berkoordinasi dengan Dinas Dukcapil setempat,” tutur Drajat.
Koordinasi Intensif
Sebelumnya Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menjelaskan bahwa barang kiriman berasal dari Kamboja. Berdasarkan laporan dari lapangan didapati pengiriman barang melalui Fedex berupa 36 lembar KTP, 32 lembar kartu NPWP, satu buku tabungan, dan satu buah kartu ATM pada Jumat (3/2).
“Sesuai dengan prosedur, petugas lapangan melakukan pemeriksaan rutin atas barang-barang yang dikirim melalui perusahaan jasa titipan termasuk yang lewat Fedex ini. Pemeriksaan dilakukan baik atas dokumen maupun fisik barang dengan menggunakan alat bantu Xray. Pemeriksaan dilakukan bersama dengan petugas Fedex. Jadi ini sebenarnya kegiatan rutin,” kata Heru.
Sebagai informasi, saat ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang melakukan pendalaman bersama dengan Direktorat Jenderal Pajak, Kepolisian, dan Kementerian Dalam Negeri/Dukcapil.
“Kami tengah berkoordinasi intensif untuk mengetahui motif dari pengiriman barang-barang tersebut. Kalau melihat ada KTP, NPWP, Buku Tabungan, dan Kartu ATM, bisa jadi pengiriman ini terkait dengan rencana kejahatan siber, kejahatan perbankan, atau pencucian uang. Untuk memastikannya, perlu waktu untuk dilakukan pendalaman lebih lanjut,” tegasnya. (Web Warouw)