JAKARTA – Penyanyi internasional asal Indonesia, Agnez Mo, turut angkat bicara mengenai gejolak sosial-politik Tanah Air. Melalui kanal WhatsApp resminya, Agnez melontarkan kritik tajam yang menyoroti rendahnya kualitas komunikasi publik dan empati para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurut Agnez, akar dari banyak permasalahan yang terjadi saat ini adalah EQ (kecerdasan emosional) yang rendah dari para pejabat.
“Semua berawal dari EQ yang rendah, cara bicara publik yang memecah belah dan merendahkan, serta tidak adanya empati,” tulis pelantun “Coke Bottle” itu.
Ia menegaskan bahwa standar paling minimal yang bisa diharapkan dari seorang wakil rakyat adalah kemampuan berbicara di depan publik yang layak dan tidak provokatif.
“Hal PALING MINIMAL yang bisa saya harapkan dari seorang anggota DPR adalah kemampuan berbicara di depan publik yang layak. Yang TIDAK MEMECAH BELAH, tapi justru mencari solusi untuk semua pihak, bukan cuma untuk kepentingan dirinya sendiri,” tegasnya.
Agnez mengaku heran karena standar paling dasar tersebut justru harus dituntut oleh masyarakat.
“Dan fakta bahwa kita bahkan harus menuntut sesuatu sesederhana kemampuan berbicara di depan publik is mind-blowing,” lanjutnya.
Krpada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, ia juga menceritakan pengalaman pribadinya saat berhadapan dengan anggota dewan yang dinilainya merendahkan.
“But well… udah mengalami itu sendiri sih beberapa bulan lalu, ketika ada salah satu anggota DPR yang dengan enteng bilang kalau belum S3 (PhD), ya ga usah ngomong soal isu ini… karena mungkin menurut dia semua orang lain ‘terlalu bodoh’,” tulis Agnez.
Menurutnya, logika berpikir yang merendahkan dan menjelek-jelekkan pihak dengan pendapat berbeda sudah cukup menunjukkan kualitas dari pejabat tersebut.
“Logika model begitu udah cukup menunjukan semuanya,” pungkasnya.
Agnez Mo menilai pernyataan para wakil rakyat itu menjadi salah satu pemicu emosi masyarakat. Ia menegaskan, pejabat publik seharusnya memiliki kemampuan berbicara yang layak dan berempati.
Agnez menjelaskan bahwa kepemimpinan tidak hanya soal kecerdasan intelektual, melainkan juga integritas, empati, visi, dan kemampuan merangkul seluruh rakyat. Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi.
“Jangan mau dihasut. Jangan mau dimanipulasi. Kita lebih bijak. Kita lebih kuat. Kita bukan lagi Indonesia di tahun 1998,” tegasnya.
Agnez mengajak seluruh warga untuk tetap menjaga persatuan.
“Warga jaga warga karena pada akhirnya kita adalah satu bangsa, disatukan oleh satu kebenaran: Bhinneka Tunggal Ika,” pungkasnya. (Enrico N. Abdielli)