JAKARTA – Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan, tarif impor resiprokal yang dikenakan Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia justru membawa angin segar untuk industri ritel.
Pasalnya, salah satu kesepakatan tarif, yakni bea masuk nol persen untuk produk Amerika yang masuk ke Indonesia, justru memicu naiknya perdagangan dan wisata belanja.
Produk dari AS berpeluang untuk dijual lebih murah di Indonesia, sehingga menarik konsumen lokal dan mancanegara.
“Bagi ritel, ini angin segar dan juga termasuk untuk perdagangan dan tourism. Artinya, nanti kita misalnya produk Amerika di Indonesia yang dijual di premium outlet akan bisa paling murah (dari negara lain),” ujar Budihardjo di Gedung Smesco, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
“Siapa tahu bisa gitu. Jadi orang dari Singapura kalau belanja ke Indonesia saja-lah. Itu kan bagus. Kita harapkan orang bawa uang ke Indonesia kok,” lanjutnya.
Meski demikian, Budihardjo bilang hal-hal di atas berlaku untuk produk asal AS dengan segmen menengah ke atas.
Ia berharap nantinya masyarakat menengah ke atas Indonesia tidak perlu lagi ke luar negeri untuk berbelanja karena produk Amerika sudah masuk ke ritel nasional.
“Sekarang ini mereka kalau belanja ke luar negeri. Sekarang kita balik lah,” tutur Budihardjo.
Ia juga meyakini tarif impor tidak akan mengganggu produk UMKM Indonesia. Sebab, ada segmen yang berbeda untuk barang-barang yang masuk dari AS.
Pemerintah Indonesia dan pemerintah AS telah menyepakati tarif impor sebesar 19 persen untuk RI.
Kesepakatan ini sebelum disampaikan oleh Presiden Donald Trump.
Namun, menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, untuk saat ini tarif resiprokal 19 persen belum mulai diterapkan meski AS telah mengumumkan joint statement (pernyataan bersama).
Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan, tarif 19 persen baru akan diterapkan setelah Perjanjian Perdagangan Timbal Balik (Agreement on Reciprocal Trade) ditandatangani oleh Indonesia dan AS.
“Sekarang officially sudah di-announce, sudah berlaku. Tapi kan praktiknya nanti harus ada penandatanganan yang resmi. Ini kan baru announcement dari mereka ke semua negara,” ujar Haryo, Rabu.
“Ini kan Amerika ngumumin ke semua negara dulu, tidak otomatis langsung berlaku, pasti harus ada detailing yang ditandatangani,” jelasnya.
Saat ini, baik pemerintah AS maupun Indonesia tengah menyusun detail kesepakatan-kesepakatan yang sudah disepakati bersama untuk disetujui dan dituangkan dalam dokumen perjanjian. Untuk itu, pemerintah Indonesia juga tengah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait.
“(Joint Statement) itu juga masih secara umum kan bicaranya, poin-poinnya. Ya tentu nanti detailnya pasti perlu pengaturan. Di internal kepemerintahan kita kan juga perlu pengaturan lebih lanjut baik tarif maupun non-tarif,” ungkapnya. (Enrico.N. Abdielli)