JAKARTA- Besaran dana desa yang didasari jumlah penduduk desa akan semakin memperlebar ketimpangan sosial antara desa-desa di Pulau Jawa dan Sumatera dengan desa-desa di kawasan Timur Indonesia Jawa. Sebanyak 66 % dana desa dialokasikan di desa-desa di Jawa dan Sumatera, sedangkan sisanya 34 % dibagi di desa-desa kawasan Indonesia Timur. Seharusnya dana desa dapat mempercepat akserasi pembangunan ekonomi desa-desa di luar Jawa khususnya di kawasan Indonesia Timur. Hal ini disampaikan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sulawesi Utara, Benny Rhamdani kepada Bergelora.com Rabu (13/1) di Jakarta.
“Namun karena jumlah penduduk terkonsentrasi di Pulau Jawa, maka desa-desa di Pulau Jawa mendapatkan alokasi dana desa lebih besar dari desa-desa di luar Pulau Jawa. Jadi sampai kapanpun tidak akan ada pemerataan pembangunan diluar Jawa, apalagi di Indonesia Timur,” ujarnya.
Sebelumnya, DPD-RI menyoroti ketimpangan dan penyalahgunaan dalam alokasi dana desa. Alokasi dana desa yang seharusnya dipergunakan untuk pembangunan desa, terkadang tidak digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini mengemuka dalam Sidang Paripurna ke-VII Masa Sidang III Tahun Sidang 2015-2016 hari Selasa (12/1).
Dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Irman Gusman, Farouk Muhammad, dan GKR Hemas tersebut, beberapa anggota DPD menyampaikan laporan bahwa masih terjadi penyelewengan dana desa oleh oknum pejabat desa yang mempunyai kepentingan saat Pilkada bulan Desember kemarin. Hal tersebut diungkapkan saat disampaikannya hasil laporan Anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Barat yang dilakukan oleh Eni Sumarni.
“Diperoleh temuan mengenai kendala dalam pelaksanaan dana desa. Di lapangan masih terdapat penyelewengan alokasi dana dan transfer daerah yang dimanfaatkan oknum-oknum tertentu, salah satunya saat Pilkada. Rendahnya akuntabilitas menyebabkan kepala desa lebih banyak mengambil alokasi dana desa daripada untuk (kebutuhan) desa itu sendiri,” ujar Eni.
Anggota DPD RI dari Aceh Ghazali Abbas Adan juga menyampaikan bahwa saat ini dibutuhkan pembinaan bagi aparat desa dalam pengelolaan dana desa. Pembinaan tersebut dilakukan agar dana desa benar-benar efektif dan tepat sasaran dalam penggunaannya untuk membangun desa.
Senada dengan Ghazali, Anggota DPD RI dari Nusa Tenggara Barat juga menyampaikan bahwa pelatihan sangat dibutuhkan bagi aparat desa agar dana desa dapat efektif.
“Dibutuhkan pelatihan dan pendidikan bagi aparat desa agar dapat mengelola dana desa sesuai dengan kebutuhan desa,” ujar Robiatul Alawiyah saat menyampaikan laporan hasil kegiatan Anggota DPD RI asal NTB.
Dalam sidang tersebut, anggota DPD juga menyoroti sektor pendidikan yang kekurangan tenaga pengajar dan tidak layaknya fasilitas pendidikan. Anggota DPD RI dari Provinsi DI Yogyakarta yang diwakili oleh Hafidh Asrom menyoroti permasalahan masih banyaknya anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah di daerahnya.
Sedangkan dalam laporan dari Anggota DPD RI asal Sulawesi Barat menemukan di daerahnya banyak sekolah-sekolah yang memiliki jumlah tenaga pengajar yang tidak memenuhi kuota yang layak untuk sebuah sekolah.
Selain itu, berdasarkan pada laporan Anggota DPD RI dari Provinsi Bengkulu menunjukkan bahwa di daerah Bengkulu tenaga pengajar masih kurang merata terutama di daerah terpencil. Oleh karena itu adanya tenaga pengajar yang lebih banyak akan dianggap mampu mendukung pelaksanakan kegiatan belajar mengajar di Bengkulu. (Web Warouw)