Rabu, 2 Juli 2025

BERTENTANGAN DENGAN JOKOWI NIH ..! Menko Yusril Sebut Tragedi 1998 Bukan Pelanggaran HAM Berat, Komnasham Membantah

JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, peristiwa kekerasan dan kerusuhan yang terjadi pada tahun 1998 tidak masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat.

Hal tersebut disampaikan Yusril saat menjawan pertanyaan wartawan di Istana Negara, Jakarta, sebelum acara pelantikan menteri Kabinet Merah Putih, Senin (21/10/2024)

“Enggak (pelanggaran HAM berat tragedi 1998),” kata Yusril, Senin. Yursil juga mengatakan, tidak ada pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Ia menjelaskan, kekerasan yang masuk dalan pelanggaran HAM berat, salah satunya adalah genosida.

“Pelanggaran HAM berat itu kan genosida, ethnic cleansing, mungkin terjadi justru pada masa kolonial, pada waktu awal kemerdekaan,” ujar Yusril selepas pengumuman kabinet pada Minggu (20/10/2024) kemarin.

Yusril mengaku masih menunggu arahan dari Presiden Prabowo Subianto soal penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM.

Namun, ia menilai fokus pemerintah sebaiknya melihat ke depan karena kasus pelanggaran HAM masa lalu akan sulit terungkap.

”Jangan kita terus melihat ke masa yang lalu. Apalagi masa lalu itu sudah susah sekali untuk kita ungkap, mungkin karena bukti-buktinya sudah tidak ada, atau peristiwa itu sudah lama sekali,” kata Yusril, Minggu malam.

Menurut Yusril, pengalaman masa lalu dapat dijadikan pelajaran untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada saat ini.

”Dan, kemudian kita membangun masa depan yang lebih baik, terutama bagi penegakan hukum, konstitusi, demokrasi dan juga penegakan HAM itu sendiri,” tutur dia.


Komnas HAM Bantah Yusril

Sementara itu kepada Bergelora.com di Jakarra Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM merespons pernyataan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Kemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra tentang tragedi 1998 itu.

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan lembaganya telah melakukan penyelidikan pro-justitia terhadap sejumlah tragedi yang terjadi pada 1997 dan 1998. Tragedi itu di antaranya peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, serta peristiwa Trisakti dan Semanggi 1-2 pada 1998-1999.

“Komnas HAM menemukan adanya pembunuhan, penghilangan paksa, perampasan kebebasan, dan kemerdekaan fisik,” kata Anis saat dihubungi pers, Senin, 21 Oktober 2024.

Ia menegaskan, kesimpulan Komnas HAM dari hasil penyelidikan menemukan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sehingga ketiga peristiwa tersebut masuk kategori pelanggaran HAM berat.

“(Hasil penyidikan) sudah kami sampaikan ke Jaksa Agung,” kata Anis.

Pernyataan Komisioner Komnas HAM ini sekaligus membantah keterangan Yusril. Mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu mengatakan tragedi pada 1998 tidak termasuk kategori pelanggaran HAM berat. Ia bahkan menegaskan bahwa tidak ada kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Air dalam beberapa puluh tahun terakhir.

Pernyataan Yusril tersebut menjadi bentuk pengingkaran terhadap keputusan Komnas HAM. Lembaga ini memutuskan bahwa 12 peristiwa kejahatan di masa lalu merupakan pelanggaran HAM berat.

Ke-12 kejahatan kemanusiaan itu adalah peristiwa pada 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari, Lampung 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1998, penghilangan orang secara paksa 1997-1998. Lalu kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti serta Semanggi 1 dan 2 1998-1999, pembunuhan dukun santet 1998-1999, peristiwa Simpang KAA di Aceh 1999, peristiwa Wasior di Papua 2001-2002, peristiwa Wamena, Papua 2003, serta peristiwa Jambo Keupok, Aceh pada 2003.

Pernyataan Yusril tersebut juga bertentangan dengan sikap Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo. Di masa pemerintahannya, Jokowi mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut. Jokowi lantas menindaklanjutinya dengan berusaha menyelesaikan sederet pelanggaran HAM berat itu secara non-yudisial, yaitu dengan memberi bantuan dan santunan kepada korban atau keluarga korban.

Tindak lanjut Presiden Jokowi atas pelanggaran HAM berat itu dengan menandatangani Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) yang Berat Masa Lalu pada 26 Agustus 2022. Mahfud Md yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menjadi ketua tim pengarah dan Makarim Wibisono menjadi ketua tim pelaksana.

Tim ini lantas berusaha menyelesaikan secara non-yudisial terhadap 12 pelanggaran HAM berat masa lalu. Pelanggaran HAM berat itu merupakan rekomendasi dari Komnas HAM kepada pemerintahan Jokowi melalui Kejaksaan Agung. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru