Selasa, 24 Juni 2025

GASPOL DONG..! Kementerian Hukum Siapkan RUU KUHAP

JAKARTA – Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menyampaikan, Kementerian Hukum bakal mempersiapkan Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pria yang karib disapa Eddy Hiariej itu mengatakan, KUHAP perlu diperbarui untuk melaksanakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang bakal berlaku pada tahun 2026 mendatang.

“RUU KUHAP ini akan dipersiapkan untuk melaksanakan KUHP,” kata Eddy Hiariej, Senin (21/10/2024).

Eddy menjelaskan, RUU KUHAP diperlukan supaya sejalan dengan pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP. Pasalnya, Presiden Prabowo Subianto meminta KUHP yang bakal berlaku dua tahun bisa dilaksanakan dengan baik.

“Paling penting sepanjang tahun 2025 nanti kita harus membentuk kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, hukum formilnya untuk mengekkan hukum materiil dalam hal ini KUHP,” kata Eddy Hiariej.

Di sisi lain, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menjelaskan, pecahnya Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menjadi tiga Kementerian dan satu Kementerian Koordinator dapat memudahkan tugas masing-masing.

Ia mengatakan, Kementerian Hukum hanya akan fokus pada tiga Direktorat yakni Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (KI).

“Sebetulnya penentuan pembagian Kementerian Hukum dan HAM menjadi beberapa Kementerian ini justru kita lebih fokus, jadi misalnya untuk Kementerian Hukum itu kita akan fokus pada perundang-undangan,” kata Eddy.

Nasib RUU KUHAP

Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Pemerintah dan DPR berhasil menerbitkan UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional). Tapi pemerintah dan DPR masih punya pekerjaan rumah menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Satu bulan tersisa bagi pemerintah dan DPR untuk membahas dan mengesahkan RUU KUHAP di masa jabatan DPR dan pemerintah periode 2019-2024 akan berakhir Oktober 2024. Sementara materi dalam RUU KUHAP sedemikian banyak.

Perancang Peraturan Perundang-Undangan Muda Badan Keahlian DPR RI, Titi Asmara Dewi, menjelaskan Badan Keahlian DPR sudah menyerahkan RUU KUHAP kepada Komisi III DPR. Meski RUU sudah disodorkan secara administratif, tapi sampai saat ini belum dilakukan presentasi RUU KUHAP oleh Kepala Badan Keahlian kepada Komisi III DPR.

“Saat ini posisi RUU KUHAP dalam tahap penyusunan,” katanya dalam diskusi bertema Penguatan Jaminan Hak atas Pendampingan Hukum dan Bantuan Hukum oleh Advokat dalam Perubahan KUHAP, Kamis (29/8/2024).

Titi menjelaskan setidaknya ada 9 peluang pembahasan RUU KUHAP di DPR. Pertama, RUU KUHAP berpeluang dibahas pada masa sidang terakhir DPR RI masa keanggotaan 2019-2024. Jadwalnya masa sidang terakhir dimulai 16 Agustus sampai 30 September 2024.

RUU KUHAP merupakan hukum pidana formal yang mengatur mengenai cara melaksanakan hukum pidana materil yakni KUHP Nasional. Sebagaimana diketahui KUHP Nasional mulai berlaku 3 tahun setelah diundangkan yakni 21 Januari 2026.

Kedua, RUU KUHAP merupakan salah satu RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) jangka menengah periode 2020-2024 dan Prolegnas prioritas tahun 2024. Ketiga, jika RUU KUHAP dibahas pada masa sidang 16 Agustus sampai 30 September 2024 kemungkinannya ada beberapa hal yakni pembahasan selesai dan dilanjutkan dengan pengesahan kemudian pengundangan. Atau pembahasan RUU belum selesai dan belum masuk pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sehingga tidak dapat dilakukan carry over.

Keempat, jika pembahasan belum selesai tapi telah masuk pembahasan DIM, maka RUU KUHP dapat carry over untuk dibahas DPR periode selanjutnya. Ketentuan carry over ini diatur Pasal 71A UU No.15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Kelima, pembahasan RUU KUHAP jika bisa selesai pada masa sidang terakhir, pimpinan DPR menyampaikan RUU hasil pembahasan kepada Presiden untuk disahkan dan diundangkan. Keenam, dalam hal pembahasan RUU KUHAP belum selesai dan belum masuk membahas DIM sehingga tidak dapat dilakukan carry over, maka RUU ini dapat dilakukan pembahasan oleh DPR periode 2024-2029.

“Tapi kembali lagi ke awal, harus melalui tahapan perencanaan dan penyusunan lebih dulu,” urai Titi.

Ketujuh, pada tahap pembahasan DIM tapi RUU KUHAP belum selesai, hasil pembahasan itu disampaikan kepada DPR periode 2024-2029. Berdasarkan kesepakatan DPR dan Presiden RUU KUHAP dapat dimasukan lagi dalam Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029 dan/atau Prolegnas Prioritas tahun 2025.

Kedelapan, selain berbagai hal itu ada juga peluang pembahasan lainnya dalam hal RUU KUHAP tidak masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029 dan tahunan 2025. Yakni RUU KUHAP dapat dilakukan pembahasan dengan menjadikannya sebagai RUU di luar prolegnas sepanjang terdapat urgensi nasional terhadap RUU KUHAP.

Persetujuannya dilakukan bersama oleh Badan Legislasi DPR dan Menteri atau Kepala lembaga. Kesembilan, sekalipun RUU KUHAP menjadi RUU di luar Prolegnas, dapat dilakukan pembahasan oleh DPR periode 2024-2029 dengan lebih dulu melalui tahap penyusunan.

Praktik Pro Bono Dan Bantuan Hukum

Dalam acara yang sama Ketua Tim Riset RKUHAP versi Masyarakat Sipil, Ichsan Zikry mengusulkan RUU KUHAP menghapus Pasal 56 KUHAP karena membatasi bantuan hukum hanya untuk perkara tertentu. Yakni ancaman pidana mati, pidana 15 tahun atau lebih, atau bagi yang tidak mampu dengan ancaman pidana lebih dari 5 tahun.

Diusulkan untuk batasan jenis kasus itu dihapus dan syarat untuk mendapat bantuan hukum yakni ‘tidak mampu’. Setiap tersangka atau terdakwa perkara pidana wajib didampingi penasihat hukum. Ichsan mengusulkan penolakan tersangka/terdakwa untuk didampingi penasihat hukum harus melalui penetapan pengadilan.

“Dalam rangka memastikan hak atas bantuan hukum terpenuhi,” imbuhnya.

Ketua Bidang Pro bono dan Bantuan Hukum Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA), Febi Yonesta menjelaskan sejak 2018 organisasi advokat yang diketuai Luhut M. P. Pangaribuan itu memberi perhatian serius terhadap kewajiban pro bono bagi advokat. Hal itu ditandai dengan upaya penyusunan panduan pro bono.

Dalam proses tersebut pria yang disapa Mayong itu mengatakan Peradi RBA menyadari ada perbedaan mendasar antara pro bono dan bantuan hukum. Tapi dalam berbagai regulasi terkait advokat istilah bantuan hukum dan pro bono seolah sama, akhirnya menimbulkan kekeliruan dalam praktik.

Meskipun bentuk layanan pro bono dan bantuan hukum bisa jadi sama, tapi istilah pro bono sebenarnya dimaknai sebagai layanan hukum secara cuma-cuma yang diberikan oleh advokat sebagai bagian dari tanggungjawab profesinya demi kepentingan umum. Sementara bantuan hukum dimaknai sebagai layanan hukum yang dibiayai negara sebagai bagian dari kewajiban negara dalam menegakan HAM.

“Dalam konteks organisasi profesi advokat, istilah yang lebih tepat digunakan bukanlah bantuan hukum dan pro bono, akan tetapi bantuan hukum atau layanan hukum pro bono,” imbuh mantan Ketua LBH Jakarta itu. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru