JAKARTA- Suluh Perempuan menyatakan kekecewaan mendalam terhadap minimnya keterwakilan perempuan dalam Kabinet Merah Putih yang baru diumumkan. Dengan hanya 5 perempuan dari 53 menteri, komposisi ini memperlihatkan ketidakseimbangan gender yang serius dan mencerminkan ketidakadilan struktural dalam politik di Indonesia. Hal ini disampaikan Ketua Umum Suluh Perempuan, Siti Rubaidah kepada pers di Jakarta, Senin (21/10)
“Keterwakilan yang rendah ini bukan sekadar kebetulan, tetapi hasil dari sistem politik yang masih sangat patriarkis, di mana akses perempuan untuk mendapatkan posisi strategis terus menerus dibatasi,” tegasnya.
Rendahnya jumlah perempuan dalam kabinet menurutnya menandakan kegagalan pemerintah dalam memberikan peluang setara kepada perempuan. Keterwakilan perempuan dalam jabatan strategis bukan sekadar pemenuhan kuota atau angka, melainkan penting untuk memastikan adanya keberagaman perspektif yang diperlukan untuk memecahkan persoalan bangsa.
“Perempuan memiliki pandangan khusus, terutama dalam isu-isu yang berhubungan dengan kesetaraan gender, sosial, dan kemiskinan, yang harus diakomodasi dalam pengambilan kebijakan di tingkat pemerintahan,” jelasmya.
Suluh Perempuan menilai bahwa ketidakseimbangan ini juga berdampak pada kebijakan yang tidak sepenuhnya inklusif. Pemerintah, tanpa keterwakilan perempuan yang memadai, berisiko mengabaikan isu-isu penting yang berhubungan dengan hak-hak perempuan, seperti kekerasan berbasis gender, kesehatan reproduksi, perlindungan pekerja perempuan, dan isu lainnya.
“Keterwakilan perempuan dalam pemerintahan bukan hanya simbol, tetapi merupakan kunci untuk menciptakan kebijakan yang adil dan responsif terhadap kebutuhan semua warga negara,” tegasnya.
Suluh Perempuan melihat bahwa minimnya representasi perempuan dalam Kabinet Merah Putih ini akan memperdalam ketidakadilan dalam kebijakan publik. Perempuan, terutama di sektor-sektor yang rentan seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial, membutuhkan kebijakan yang berbasis pada pengalaman dan perspektif perempuan.
Dengan jumlah perempuan yang sangat sedikit di kursi pengambil keputusan, ada risiko besar bahwa kebijakan yang dihasilkan akan gagal menangkap kompleksitas isu-isu gender yang krusial bagi kesejahteraan perempuan.
Siti Rubaidah mengingatkan perlu digarisbawahi bahwa keterwakilan perempuan dalam pemerintahan sejalan dengan komitmen internasional yang telah diadopsi oleh Indonesia, termasuk dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW). Kegagalan memenuhi target 30 persen keterwakilan perempuan menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menghormati dan menegakkan komitmen tersebut.
Pemerintah seharusnya tidak hanya berfokus pada kepentingan politik jangka pendek, tetapi juga pada tanggung jawab jangka panjang untuk menciptakan sistem politik yang lebih inklusif dan adil bagi perempuan.
“Kami menegaskan bahwa budaya politik patriarkis yang membatasi partisipasi perempuan harus segera diubah. Pemerintah harus lebih proaktif dalam mendorong kebijakan yang mendukung kesetaraan gender di seluruh level pemerintahan,” tegasnya.
Selain itu, Sekretaris Jendral Suluh Perempuan, Fentia Budiman mengatakan ada kebutuhan mendesak untuk memperbaiki mekanisme rekrutmen politik agar perempuan dapat memperoleh akses yang sama ke jabatan strategis dan dapat berkontribusi dalam pengambilan kebijakan secara lebih luas.
Ia mengatakan kegagalan untuk segera mengesahkan RUU PPRT mengindikasikan bahwa negara masih abai terhadap realitas diskriminasi struktural yang dihadapi pekerja rumah tangga.
“Para PRT, yang mayoritas perempuan, terjebak dalam lingkaran eksploitasi, tanpa perlindungan hukum yang jelas. Ini adalah bentuk pengabaian terhadap hak asasi manusia dan ketidakadilan yang harus segera diatasi,” tegasnya..
RUU PPRT
Suluh Perempuan mengkritik keras ketidaksinambungan proses legislasi di Indonesia, terutama dalam kasus RUU PPRT. Pembahasan yang berlarut-larut tanpa kejelasan ini mencerminkan ketidakseriusan legislatif dan eksekutif dalam menangani masalah-masalah yang berdampak langsung pada perempuan dan kelompok rentan.
“Proses carry over yang tidak dilakukan dalam pembahasan RUU PPRT semakin menunjukkan bahwa negara tidak memiliki komitmen yang cukup kuat untuk memperbaiki kondisi pekerja rumah tangga,” katanya.
Suluh Perempuan mengajak semua pihak untuk terus memperjuangkan perubahan ini dengan memperkuat tekanan politik dan advokasi.
Gerakan perempuan menurutnya harus memperluas jaringan solidaritasnya, baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk memastikan bahwa suara perempuan didengar dan dipertimbangkan dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
“Tanpa keterwakilan yang adil, mustahil bagi Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang inklusif dan demokratis, di mana hak-hak semua warganya, termasuk perempuan, terlindungi secara setara,” tegasnya.
10 Tuntutan Suluh Perempuan Indonesia
Untuk itu Suluh perempuan Indonesia menuntut agar pemerintah segera melakukan evaluasi dan memastikan keterwakilan perempuan minimal 30 persen dalam kabinet serta posisi strategis lainnya sesuai dengan prinsip keadilan gender dan demokrasi.
“Kami mendesak adanya reformasi dalam sistem rekrutmen politik yang memberikan akses dan peluang yang setara bagi perempuan untuk menempati jabatan strategis di pemerintahan dan parlemen,” tegasnya.
Suluh Perempuan mengatakan pemerintah harus menjamin bahwa perempuan yang ditempatkan di posisi strategis memiliki suara yang signifikan dalam pengambilan keputusan kebijakan, terutama yang berdampak langsung pada kehidupan perempuan dan kelompok rentan.
“Kami menuntut reformasi budaya politik yang patriarkis dan mendesak agar partai-partai politik mengadopsi kebijakan yang mendukung keterlibatan perempuan dalam politik dan pemerintahan, bukan hanya sebagai simbol, tetapi dengan peran substantif,” tegas Siti Rubaidah.
Pemerintah menurutnya harus mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap kebijakan publik yang diambil, khususnya di sektor-sektor yang langsung berdampak pada perempuan, seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial.
“Kami menuntut pemerintah untuk mematuhi dan menghormati komitmen internasional yang telah diadopsi oleh Indonesia, seperti CEDAW, terkait penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dan memastikan keterwakilan yang adil dalam struktur pemerintahan,” ujarnya
“Kami menuntut pemerintah untuk segera menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM terhadap perempuan, termasuk kekerasan berbasis gender, eksploitasi pekerja perempuan, dan diskriminasi struktural,” tegasnya.
Pemerintah menurutnya harus memastikan bahwa mekanisme perlindungan HAM berjalan efektif, dengan memberikan akses yang adil bagi perempuan korban kekerasan untuk memperoleh keadilan, pemulihan, dan perlindungan yang layak.
“Kami menuntut pemerintah dan DPR RI untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT, sebagai bentuk perlindungan hak-hak dasar pekerja rumah tangga yang mayoritasnya adalah perempuan,” tegasnya.
“Dengan adanya proses legislasi yang berlarut-larut, kami mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan peraturan presiden guna mempercepat pengesahan Rancangan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga (RUU PPRT),” demikian Siti Rubaidah.
“Kami menyerukan solidaritas antara organisasi perempuan, masyarakat sipil, dan aktivis hak asasi manusia untuk mengadvokasi peningkatan keterwakilan perempuan dan perlindungan hak-hak pekerja rumah tangga secara konsisten dan berkelanjutan,” tegasnya.
Hanya 5.Menteri Perempuan
Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan sehari setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, hari ini pemerintahan baru Prabowo-Gibran melantik Kabinet Merah Putih.
Berdasarkan pengumuman Presiden Prabowo semalam, ada 48 menteri dan 4 pejabat kabinet Merah Putih. Diantara 53 nama yang dilantik tersebut hanya ada 5 perempuan yang dilantik, antara lain: Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, Meutya Viada Hafid sebagai Menteri Komunikasi dan Digital, Rini Widyantini Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Widianto Putri Menteri Pariwisata, dan Arifatul Choiri Fauzi sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (Web Warouw)