JAKARTA – Apakah perawatan mpox ditanggung BPJS Kesehatan? Berkaitan dengan ini, Direktur BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memastikan pengobatan dan perawatan mpox ditanggung pemerintah.
“Kalau misalnya ada pasien kena cacar monyet, terus masuk rumah sakit, perlu diobati, dan ada indikasi medis, maka BPJS akan membayari dan menjamin,” ujar Ghufron beberapa waktu laluketika ditanyai terkait biaya perawatan Mpox, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Senin (26/8).
Lebih lanjut, Prof Ghufron meminta masyarakat untuk memastikan bahwa status kepesertaan program JKN aktif. Dengan begitu, masyarakat bisa berobat di fasilitas kesehatan dengan gratis.
Penyakit mpox atau cacar monyet kembali menjadi sorotan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan penyakit ini sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC).
Berdasarkan data hingga Agustus 2024, Kemenkes melaporkan sebanyak 88 kasus konfirmasi Mpox sejak pada 2023-2024. Rinciannya, ditemukan 73 kasus pada 2023 dan 14 kasus pada 2024.
Umumnya, gejala Mpox bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri dalam beberapa minggu. Namun, pada sejumlah orang bisa terjadi komplikasi dan kematian, terutama pada anak-anak, ibu hamil, dan gangguan sistem imun.
Sebaran kasus mpox di Indonesia
Plh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI dr Yudhi Pramono, MARS mengatakan, dari 88 kasus yang dikonfirmasi, sebanyak 54 kasus memenuhi kriteria untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS) guna mengetahui varian virusnya.
“Dari 54 kasus ini seluruhnya varian Clade IIB. Clade II ini mayoritas menyebarkan wabah Mpox pada Tahun 2022 hingga saat ini dengan fatalitas lebih rendah dan ditularkan sebagian besar dari kontak seksual,” ujar dr Yudhi pada konferensi pers Perkembangan Kasus Mpox di Indonesia.
Berikut sebaran kasus Mpox di Indonesia
- DKI Jakarta: 59 kasus konfirmasi
- Jawa Barat: 13 kasus konfirmasi
- Banten: 9 kasus konfirmasi
- Jawa Timur: 3 kasus konfirmasi
- Daerah Istimewa Yogyakarta: 3 kasus konfirmasi
- Kepulauan Riau: 1 kasus konfirmasi
Bisa Dikendalikan
Secara terpisah, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut wabah Mpox atau cacar monyet yang merebak, khususnya di Afrika bisa dihentikan dan dikendalikan. Asalkan hal ini diperlukan tindakan bersama antara lembaga internasional dan mitra nasional maupun lokal, masyarakat sipil, peneliti, produsen, serta negara-negara anggota.
“Wabah mpox baru ini dapat dikendalikan dan dihentikan,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam pengarahan anggota WHO, badan PBB, dikutip Anadolu.
Hingga saat ini, WHO menerima laporan lebih dari 100.000 kasus Mpox sejak wabah global dimulai pada 2022.
Afrika menjadi wilayah yang paling terdampak dengan peningkatan kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya, dipicu oleh strain Mpox baru Clade 1b.
Tedros mengungkapkan, 90 persen kasus yang dilaporkan pada 2024 berpusat di Republik Demokratik Kongo. Tahun ini saja, telah ada lebih dari 16.000 dugaan kasus dengan 575 kematian.
Tedros mengatakan bahwa bulan lalu, kasus-kasus strain virus Clade 1b dilaporkan tidak hanya dari Burundi, Kenya, Rwanda, dan Uganda, yang bertetangga dengan Kongo, tetapi juga dari Thailand dan Swedia, dua negara yang sebelumnya tidak pernah mencatatkan kasus Mpox varian baru.
WHO bersama mitra internasional dan regional telah mengembangkan Rencana Strategis Kesiapsiagaan dan Respons Global untuk menghentikan wabah ini.
Tedros menjelaskan bahwa rencana ini berfokus pada penerapan strategi pengawasan dan respons yang komprehensif, penelitian lebih lanjut, akses yang adil terhadap langkah-langkah medis, serta upaya pemberdayaan komunitas dalam pencegahan dan pengendalian wabah.
“WHO bekerja sama dengan berbagai mitra di tingkat internasional, regional, nasional, dan lokal untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan respon terhadap virus ini,” tambahnya.
Tedros juga menyebut bahwa Kantor Regional WHO untuk Afrika akan memimpin koordinasi upaya respons di wilayah tersebut, bekerja sama dengan CDC Afrika yang berbasis di Ethiopia. (Enrico N. Abdielli)