JAKARTA – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menganggap bahwa usul hak angket terhadap MK bukan sesuatu yang patut dikhawatirkan. Sebelumnya, usul itu dilontarkan oleh anggota Fraksi PDI-P DPR RI, Masinton Pasaribu berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap memuat konflik kepentingan. Jimly Asshiddiqie mengatakan, pada dasarnya parlemen memang mempunyai fungsi pengawasan terhadap lembaga negara lainnya.
“Hak angket ya baik, saya kira supaya DPR itu juga berfungsi menjalani fungsi pengawasannya,” kata Jimly ditemui di kantor MK, Rabu (1/11/2023).
“DPR itu harus menggunakan fungsinya untuk mengawasi, dengan menggunakan semua hak yang dia punya, termasuk hak angket. Bagus-bagus saja, karena ini masalah serius,” ujarnya lagi.
Namun, Jimly menolak berkomentar saat dimintai pandangannya terkait dampak digunakannya hak angket terhadap MK oleh DPR RI.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Ia hanya menegaskan bahwa hak angket adalah urusan Senayan. Sebelumnya, usul hak angket terhadap MK itu diungkap Masinton di tengah Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Sidang II, Tahun Sidang 2023-2024 pada Selasa, 31 Oktober 2023.
Ia menganggap bahwa putusan MK soal batas usia capres-cawapres itu mengecewakan dan diwarnai nepotisme. Kini, MKMK sedang mengusut adanya dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi dalam penyusunan putusan itu, dengan Ketua MK yang juga ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi), Anwar Usman, sebagai terlapor paling banyak.
“Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR. Ibu Ketua, saya Masinton Pasaribu, anggota DPR RI daerah pemilihan DKI Jakarta II, mengajukan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi,” kata Masinton, disambut tepuk tangan sebagian anggota Dewan di ruang sidang.
Sebagaimana diberitakan, lewat putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum. Kemudian, atas dasar putusan MK itu diketahui bahwa Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka bisa mengikuti Pilpres 2024 walaupun usianya belum mencapai 40 tahun.
Akibat putusan tersebut sembilan hakim konstitusi dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik. Pasalnya, ada dugaan kejanggalan sebagaimana disampaikan dua hakim konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion), Saldi Isra dan Arief Hidayat. MKMK akhirnya dibentuk dan telah menerima secara resmi 18 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK. (Enrico N. Abdielli)