JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan potensi minyak dan gas bumi (migas) di perairan Aceh menjanjikan seiring adanya penemuan cadangan terutama di Wilayah Kerja Andaman.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan Blok Andaman terdiri atas tiga wilayah kerja, yaitu Andaman I, yang dikelola Mubadala Petroleum RSC Ltd, Andaman II oleh Premier Oil Andaman Ltd, dan Andaman III oleh Repsol Andaman BV dengan potensi masing-masing diperkirakan rata-rata enam triliun kaki kubik (TCF).
“Andaman itu (letaknya) cenderung dekat dengan Thailand, gabungnya ke sana,” ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Sabtu (23/7).
Tutuka menyampaikan bahwa pihaknya kini sedang menunggu hasil analisis temuan itu yang kemungkinan bisa jadi temuan terbesar di dunia.
“Kalau ketemu lagi (gas), Blok (Andaman) I, II dan III itu terbesar di dunia. Karena memang gede sekali. Kalau ketemu nanti, melebarnya ke Thailand. Mereka mungkin nanti mencari juga karena arahnya ke sana,” imbuhnya.
Kementerian ESDM mengungkapkan pengeboran yang dilakukan Premier Oil telah berhasil menemukan cadangan gas di Sumur Timpan, Blok Andaman II.
Pengeboran yang dilakukan di Andaman III juga mendapatkan hasil menggembirakan. “Sekarang masih proses pengeboran ke (sumur) Rencong. Kita tunggu tahun ini,” ujar Tutuka.
Selain Blok Andaman I, II dan III, potensi migas di Aceh juga diharapkan dari Blok Offshore North West Aceh (Meulaboh) dan Blok Offshore South West Aceh (Singkil) yang ditawarkan melalui penawaran langsung (joint study).
Aksesbid documentkedua WK itu mulai pada 20 Juli 2022 sampai dengan 2 September 2022. Sedangkan, batas waktu pemasukan dokumen partisipasi pada 6 September 2022.
“Singkil cukup besar, Meulaboh cukup besar. Jadidiscovery-nya masih cukup besar,” papar Tutuka.
Meski potensi migas di Singkil dan Meulaboh diperkirakan cukup besar, namun ada tantangan yang harus dihadapi yaitu kondisi geologi yang kompleks.
Wilayah kerja migas lainnya yang terletak di Aceh adalah Blok Arakundo. Blok itu ditawarkan melalui mekanisme lelang reguler.
Aksesbid documentArakundo terhitung mulai 20 Juli 2022 hingga 15 November 2022 dengan batas waktu pemasukan dokumen partisipasi pada 17 November 2022.
Blok Masela Terbengkalai
Sementara itu kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, kelanjutan proyek Blok Masela di Maluku masih terbengkalai hingga saat ini. Presiden Joko Widodo telah memutuskan proyek Masela.dilakukam di daratan.agar mengangkat sektor-sektor ekonomi lain di Kepulauan Maluku.
SKK Migas masih menargetkan Inpex Corporation harus mendapatkan mitra dalam menggarap proyek Abadi LNG Blok Masela pada akhir tahun ini. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, mengatakan pihaknya akan mengupayakan agar Inpex mendapat mitra tahun ini.
Sembari mencari mitra, Inpex akan merampungkan persetujuan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan pembebasan lahan non-hutan. “Abadi Masela target tahun ini harus selesai mengenai parthership dan juga studi CCUS,” kata Dwi saat ditemui wartawan di Kantor SKK Migas pada Jumat (15/7) lalu.
Dia menambahkan bahwa SKK Migas juga masih menunggu hasi revisi rencana pengembangan yang diajukan oleh Inpex dengan memasukkan fasilitas penangkapan, penyimpanan, dan pemanfaatan karbon (carbon capture, utilisation and storage/CCUS).
Adapun rencana pengembangan tersebut baru bisa diajukan ke SKK Migas jika Inpex sudah mendapat rekan pengelola pengganti Shell yang memutuskan hengkang dari proyek Abadi Masela. Proyek ini ditargetkan onstream atau mulai berproduksi pada kuartal II 2027 dengan biaya investasi US$ 19,8 miliar.
“Revisi Plan of Development (PoD) lagi kami harapkan selesai. Mitra potensial pengganti Shell kami belum dapat update, setahu saya mereka (Inpex) menawarkan ke berbagai pihak karena ini cukup menarik, karena memang cadangannya besar,” sambung Dwi.
Sebelumnya diberitakan, progres proyek Abadi LNG Blok Masela masih mandek usai mundurnya perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Belanda, Shell Upstream Overseas pada Juli 2020. Padahal proyek ini ditargetkan onstream atau mulai berproduksi pada 2027.
Sebelum menarik diri dari proyek LNG Blok Masela, Shell menguasai 35% saham participating interest (PI) yang nilainya diperkirakan US$ 800 juta hingga US$ 1 miliar. Sisanya dikuasai Inpex asal Jepang sebesar 65%.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto beberapa waktu lalu mengatakan bahwa pihaknya bersama dengan Kementerian ESDM akan lebih aktif lagi menawarkan wilayah-wilayah kerja migas yang potensial.
“Mundurnya Shell dari proyek LNG Blok Masela disebabkan perusahaan migas asal Belanda itu mengubah kebijakan bisnis mereka ke arah pengembangan energi bebas karbon. Shell mengubah portofolionya, jadi tidak lagi ada di Masela,” Dwi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan dengan hengkangnya Shell dari proyek Blok Masela, sangat sulit bagi Inpex untuk menanggung 100% biaya yang bernilai miliaran dolar kedepannya.
Dia menyayangkan kondisi ini, karena potensi Blok Masela bisa merubah posisi Indonesia sebagai produsen gas dunia. “Gas kita berlimpah dan gas merupakan salah satu dari dua potensi terbesar Indonesia dalam bertransisi ke EBT,” kata dia kepada pers Rabu (16/2) lalu. (Enrico N. Abdielli)