Senin, 16 September 2024

BONGKAR TUNTAS…! Mahfud Md Minta Kejagung Usut Pengadaan Satelit Pada 2015 di Kemenhan

JAKARTA – Pemerintah mulai mengusut dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan satelit untuk slot orbit 123 Bujur Timur yang terjadi sejak 2015 di Kementerian Pertahanan. Pelanggaran itu disebut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menyebabkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.

“Karena oleh pengadilan negara ini kemudian diwajibkan untuk membayar uang yang sangat besar padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah,” kata Menkopolhukam Mahfud Md dalam konferensi pers, Kamis, 13 Januari 2022.

Mahfud mengatakan pada 19 Desember 2015 Kementerian Pertahanan mengambil alih hak pengelolaan orbit 123 BT dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kemenhan menyebut hal ini untuk membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Kemenhan pun langsung menggaet Avanti Communication Limited (Avanti) untuk menyewa Satelit Artemis sebagai satelit sementara pengisi orbit (floater).

Tak hanya dengan Avanti, kontrak juga dilakukan dengan Navajo, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat. Kontrak itu dibuat dalam kurun waktu 2015-2016. Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan.

“Dengan nilai sangat besar padahal anggarannya belum ada. Berdasarkan kontrak itu, kontrak yang tanpa anggaran negara itu jelas melanggar prosedur,” kata Mahfud.

Avant kemudian menggugat pemerintah di London Court of International Arbitration karena Kemenhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani pada 9 Juli 2019. Pengadilan arbitrase di Inggris kemudian menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar dan mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit artemis ditambah dengan biaya arbitrase dan limit sebesar Rp 515 miliar.

“Jadi negara membayar Rp 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya,” kata Menko Mahfud Md.

Selain dengan Avanti, gugatan juga dilakukan oleh Navajo. Belakangan, Pengadilan arbitrase di Singapura kemudian memutus Indonesia harus membayar USD 20.901.209 atau setara Rp 304 miliar.

Mahfud mendorong Kejaksaan Agung mengusut hal ini. Ia mengatakan Indonesia jangan sampai kehilangan uang negara hanya karena pelanggaran hukum dari sebuah kontrak yang melanggar hukum.

“Yang bertanggung jawab yang membuat kontrak itu. Karena belum ada kewenangan dari negara dalam APBN bahwa harus mengadakan itu, melakukan pengadaan satelit dengan cara-cara itu,” kata Mahfud.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan mereka telah melakukan penelitian dan pendalaman atas kasus ini. “Sekarang sudah hampir mengerucut. Inshaallah dalam waktu dekat kami akan naik penyidikan. Inshaallah dalam 1-2 hari kami akan tindak lanjuti ini,” kata Jaksa Agung soal permintaan Mahfud Md mengusut perkara satelit di Kementerian Pertahanan. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru