SEMARANG – Universitas Diponegoro (Undip) terbuka untuk investigasi kasus tewasnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Sejauh ini sebanyak 9 dokter rekan korban ARL telah dimintai keterangan oleh polisi.
Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko, mengaku terbuka dengan upaya investigasi dari semua pihak. Baik inspektorat jenderal dua kementerian dan kepolisian masih terus berlangsung.
“Sembilan orang teman seangkatan, kaprodi, kepala kelompok staf medis (KKSM) Anestesi di RSUP dr Kariadi, hingga tenaga admin (telah memenuhi panggilan polisi untuk dimintai keterangan). Kami memberi izin (untuk diperiksa), itu bentuk keterbukaan kami,” ungkap Wisnu saat jumpa pers kampusnya, Jumat (23/8/2024).
Bentuk Tim Investigasi Internal
Dua itjen kementerian yang melakukan investigasi itu yakni Itjen Kementerian Kesehatan serta Itjen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
“Kami terbuka bila itjen maupun kepolisian menemukan kesalahan dengan bukti yang kuat, maka kami pun akan juga bertindak yang sama memberikan sanksi yang berat sesuai perundangan yang berlaku,” tegasnya.
Sebelumnya, pihaknya telah membentuk tim investigasi internal yang bersifat adhoc untuk mendalami kasus kematian mahasiswinya itu.
Klaim Tidak Ada Tanda-tanda Perundungan
Dia menyimpulkan, hasil investigasi sejauh ini tidak terdapat tanda-tanda perundungan yang memicu penyebab kematian korban.
“Kira-kira selama 1-2 hari (setelah peristiwa itu), kami langsung melihat rekam jejak, rekam selama pendidikan, kami menyimpulkan kondisi dialami almarhumah tidak ada aspek perundungan yang melatarbelakangi,” katanya.
Selama proses pengobatan, FK Undip juga selalu memberi izin tanpa sanksi kepada korban.
Bahkan rekan-rekan korban selalu memastikan keberadaan korban saat tidak hadir di kelas.
“Semua ajuan izinnya kami ACC, tidak ada sanksi atau langsung di-DO, kami malah memudahkan, monggo kalo perlu istirahat. Dua kali operasi kami izinkan. Teman-temannya juga kalau dia tidak hadir langsung mencari. Jadi dengan hal tersebut, disimpulkan untuk kasus yang bersangkutan tidak ada perundungan,” tandasnya.
Untuk diketahui, korban bernisial ARL (30) merupakan PPDS di RS Dr Kariadi. Warga asli Kota Tegal itu ditemukan meninggal pada Senin (12/8/2024) sekitar pukul 22.00 WIB di kamar kos yang berlokasi di Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kasatreskrim Polrestabes Semarang, Kompol Andika Dharma Sena membenarkan kejadian tersebut bila korban menyuntikan obat ke tubuhnya sendiri.
“Benar bunuh diri, yang bersangkutan menyuntikan obat ke badannya sendiri,” ujar Sena melalui pesan singkat, Rabu (14/8/2024).
Pelanggaran Berat
Kepada Bergelora.com di Semarang di laporkan, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang telah menindak tegas mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang melakukan pelanggaran berat.
Sejak 2021, tiga mahasiswa PPDS telah dikeluarkan karena hal itu. Bahkan salah satunya mendapat sanksi pidana akibat pelanggaran berat. Hal itu diungkapkan Dekan FK Undip Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko dan Yunanto dari Tim Hukum Undip saat konferensi pers di kampusnya, Jumat (23/8/2024).
“Pada 2021 ada satu mahasiswa yang di Drop Out (DO) dan menjalani proses pidana, lalu 2023 ada dua mahasiswa yang dikeluarkan juga,” beber Yunanto.
Dia menyebut pemecatan atau DO menjadi sanski terberat bagi mahasiswa FK Undip yang melanggar ketentuan yang berlaku di kampus tersebut.
“Pelanggaran yang dilakukan oleh ketiga mahasiswa ini serius dan kami tidak dapat mengungkapkan detailnya. Namun, kami pastikan bahwa sanksi yang diberikan merupakan hasil dari proses yang adil dan sesuai dengan kebijakan kami,” lanjutnya.
Dekan FK Undip Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko mengakui ada banyak laporan yang diterima dari mahasiswa. Dia menyebut aduan itu tidak hanya soal perundungan. Namun, dia tidak menyampaikan jumlah detailnya.
“Laporan banyak. Ada beberapa saat ini tak hanya perundungan, saat ini sedang diperiksa,” terang Wisnu.
Kendati demikian, pada 2023, Undip mengklaim telah meningkatkan pencegahan perundungan dengan gerakan zero bullying.
Saat awal masuk, PPDS diminta menandatangani pakta integritas anti bullying, dan bagi yang nekat melanggar akan disanksi. Meski FK Undip tidak menemukan adanya unsur perundungan pada kasus kematian dokter ARL yang meninggal pada 12 Agustus 2024, kasus perundungan di kalangan mahasiswa PPDS juga menjadi perhatian.
“Dalam kasus dr. ARL, setelah melakukan investigasi mendalam, kami tidak menemukan bukti adanya perundungan. Hasil investigasi internal kami telah diumumkan pada 15 Agustus 2024. Namun, kami tetap menunggu hasil dari Itjen Kemendikbudristek, Kemenkes, dan kepolisian,” tandasnya. (Prijo Wasono)