JAKARTA- Masyarakat mendukung petisi yang disampaikan oleh para penyidik dan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jangan sampai KPK lumpuh karena kebocoran dari dalam lembaga anti rasuah sendiri.
“Poin-poin petisi para penyidik dan penyelidik KPK berkaitan dengan jantung tugas pokok KPK. Kalau penangan perkara menjadi ‘terhambat’ karena adanya ‘kebocoran’ maka KPK sesungguhnya sedang menggali kuburnya sendiri. Dan sejarah itu ada pada pimpinan Agus Raharjo dan kawan-kawan,” Hal ini disampaikan oleh Hermawanto, SH, praktisi hukum kepada Bergelora.com di Jakarta. Rabu (10/4).
Menrutnya sudah saatnya para pemimpin KPK segera mengambil tindakan penyelamatan lembaga yang sangat diandalkan oleh masyarakat untuk memberantas korupsi ini.
“Langkah penting pimpinan KPK harus segera diambil untuk menyelamatkan urat nadi lembaga anti rasuah ini. Karena kalau tidak, mungkin KPK ada tapi tiada. Keberadaannya kehilangan ruh saat pendiriannya, semangat reformasi dan pemberantasan korupsi,” katanya.
Hermawanto mengingatkan kebocoran informasi dan penghambatan proses penyelidikan dan penyidikan merupakan sudah merupakan serangan yang akan mematikan KPK jika terus dibiarkan.
“Kadangkala persoalan kebocoran informasi, penghambatan proses penyelidikan dan penyidikan kasus, dianggap masalah sederhana. Padahal hal tersbeut merupakan urat nadi keberadaan KPK sebagai lembaga penindakan kasus korupsi. Maka saatnya pimpinan KPK mengambil sikap serius, dan tegas. Demi marwah KPK dan kesolidan lembaga KPK di internal pula,” katanya.
Sebelumnya dilaporkan, terdapat rintangan dari ‘Orang Dalam’ lembaga anti rasuah ini. Sebanyak 114 penyidik dan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupaya menerabas pelbagai rintangan yang mereka hadapi saat mengusut perkara korupsi.
Sebagian besar dari mereka beranggapan bahwa halangan justru datang dari “orang dalam”alias lingkup internal KPK. Hal ini mereka sampaikan kepada jajaran pemimpin Komisi lewat sebuah petisi yang digalang pada akhir Maret lalu.
Hambatan-hambatan yang dikeluhkan Penyidik adalah hambatan dalam penanganan perkara saat ekspose tingkat kedeputian. Terjadi penundaan pelaksanaan ekspose perkara dengan alasan yang tidak jelas dan cenderung mengulur-ulur waktu.
Kasus yang mengemuka adalah penundaan pengembangan pengusutan perkara korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau 1 yang diduga mengarah ke Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir. Dalam kasus ini, mantan Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Eni Maulani Saragih divonis 6 tahun penjara dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham dituntut 5 tahun penjara.
Terjadi kebocoran dalam Operasi Tangkap Tangan. Hampir seluruh satuan tugas bagian penyelidikan pernah gagal melakukan operasi tangkap tangan karena kebocoran informasi.
Hal ini terjadi pada rencana operasi tangkap tangan di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, 2 Februari 2019. Saat itu tim satuan tugas KPK menelisik petunjuk dan informasi dugaan pemberian uang dari pejabat Pemerintah Provinsi Papua kepada pejabat kementerian. Operasi ini gagal.
Perlakuan khusus juga terjadi terhadap saksi dan pemanggilan saksi yang tak disetujui. Beberapa saksi diduga mendapat perlakuan khusus saat akan diperiksa dalam perkara korupsi. Caranya, saksi masuk ke ruangan pemeriksaan di lantai 2 gedung KPK lewat basement. Saksi tidak lewat lobi tamu di lantai 1 dan saksi datang ke ruang pemeriksaan menggunakan lift pegawai.
Beberapa pencekalan dan penggeledahan juga tak disetujui. Penyidik tidak mendapat izin saat mengajukan penggeledahan dalam kasus-kasus tertentu. Penyidik juga tidak diizinkan mencekal seseorang tanpa alasan obyektif dan argumentasi yang jelas.
Terjadi juga pembiaran dugaan pelanggaran berat. Perkara dugaan pelanggaran berat yang ditengarai pelakunya pegawai di Bagian Penindakan KPK tidak sepenuhnya ditindaklanjuti oleh pemimpin Komisi. Penanganan perkara oleh Pengawas Internal juga diduga tidak transparan.
Salah satu kasus adalah perusakan barang bukti berupa buku catatan keuangan milik
Basuki Hariman, terpidana dalam kasus suap mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar. Ajun Komisaris Roland Ronaldy dan Komisaris Harun selaku penyidik KPK kemudian dikembalikan ke kepolisian karena terlibat dalam perkara ini. (Web Warouw)