Kamis, 3 Juli 2025

CIAAAT..! Amnesty International: Prabowo Sebaiknya Dieliminir atau Jangan Dipilih

JAKARTA- Usman Hamid, Direktur Amnesty International menegaskan sebaiknya prabowo sebaiknya dieliminir dari capres atau jangan dipilih. Ia tidak menjelaskan alasan khusus soal ini.

Hal ini ditegaskannya dalam Focus Group Discussion (FGD) Ahli/Akademisi yang diselenggarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis
Rabu (20/12) lalu secara daring yang membahas visi-misi dan pandangan Capres tentang penyelesaian HAM dan konflik Papua pada Debat Capres putaran pertama.

Prof. Dr. Muhammad Ali Syafaat, Dosen Universitas Brawijaya, Malang mengatakan secara umum debat Capres putaran pertama masih normatif. Dalam konteks itu, Capres nomor urut 2 (Prabowo Subianto) lebih banyak menyampaikan jargon, dan menghindari pembahasan kasus-kasus konkrit serta mendorong pendekatan keamanan dalam menangani masalah papua.

Pasangan AMIN menurutnya menyampaikan visi misi untuk memulihkan kualitas demokrasi dan HAM. Prabowo-Gibran cenderung menghindar menjawab isu penculikan dan menimpakan kasus tersebut ke Mahfud MD, mengatakan kasus pelanggaran HAM masa lalu adalah isu politik yang berarti ia tidak mengakui ada problem HAM masa lalu, dan dalam penyelesaian separatism Papua akan memperkuat atau penambahan aparat keamanan dan percepatan pembangunan ekonomi di papua. Sedangkan GP-MD mendorong percepatan demokrasi yang substantif dan penghormatan HAM dan pada saatd ebat berani menawarkan ide dan gagasan penyelesaian kasus HAM masa lalu dan penyelesaian Papua melalui dialog.

Dr. Mangadar Situmorang, Dosen Universitas Parahyangan, Bandung dan Koordinator Forum Akademisi untuk Papua Damai/FAPD mengatakan Paslon nomor urut 1 (Anies-Muhaimin) agak lebih lengkap, karena semua aspek terkait Papua tersedia, isu HAM juga sedikit banyak dibahas.

“Persoalan HAM paling dibahas dalam visi-misi paslon nomor urut 2 (Ganjar-Mahfud), termasuk isu penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu,” ujarnya.

Menurutnya, isu HAM tidak didapatkan secara eksplisit dalam dokumen visi-misi paslon nomor urut 2 (Prabowo-Gibran).

“Capres nomor urut 2 (Prabowo Subianto) mengasumsikan akar persoalan Papua adalah separatisme, pengaruh kekuatan asing dan isu disintegrasi. Perspektifnya Jakarta, pemerintah dan aparat keamanan sentris. Kecenderungannya melanjutkan paradigma dan pendekatan pemerintah selama ini,” ujarnya.

Ia menyoroti terbuka ruang konsistensi dan inkonsistensi dari masing-masing capres, termasuk bagaimana pemahaman mereka terhadap persoalan papua.

“Dapat dikatakan paslon nomor 1 dan nomor 3 memiliki perhatian terhadap isu HAM, meski ada catatan apakah mereka akan memiliki konsistensi atau tidak ke depan,” katanya.

Sedangkan Paslon nomor urut 2 secara ekslisit akan memperkuat aparat keamanan di papua dan mirip dengan pendekatan selama ini dijalankan oleh pemerintah.

“Paslon nomor 2 akan meneruskan pendekatan pendekatan selama ini, bahkan cenderung pendekatan keamanan akan lebih besar karena asumsi terorisme, separatisme dan intervensi asing dalam persoalan Papua,” katanya.

Dr. Vince Tebay, Dosen Universitas Cendrawasih/Direktur Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Cendrawasih Papua mengatakan capres nomor urut 1 (Anies Baswedan) menawarkan ada tiga cara menyelesaian masalah HAM di papua. Selain mencegah keberulangan dan menghadirkan keadilan, yang menarik adalah cara yang ketiga, yaitu melakukan dialog secara partisipatif.

Capres nomor urut 2 (Prabowo Subianto) menurutnya menyebutkan masalah HAM papua sangat rumit, yang menurut dia dikatakan ada gerakan separtis, campur tangan asing, isu disintegrasi.

“Selain itu, dia bilang harus melindungi rakyat dari KKB, artinya pendapat Prabowo bahwa pelanggaran HAM itu harus dianalisa karena dia bilang rumit,” katanya.

Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti, Pengamat Politik mengatakan sampai detik ini belum ada penuntasan kasus pelanggaran HAM di tanah Papua, seperti yang terjadi di Wasior, Biak tahun 1980an, Panian, Pegunungan Tengah pada 1970-an menjelang pemilu 77, apa yang terjadi di perbatasan tahun 1984 – 1985, itu menjadi persoalan; juga di Timika, Freeport.

Saat ini, Pemerintah tidak serius menangani persoalan HAM berat di Indonesia secara tuntas, baik itu di Aceh maupun di Papua, atau Indonesia secara luas. Ada UU KKR, tapi UU ini juga dibatalkan.

Tapi kemudian digunakan non judisial. Keluarga khususnya 1998, terbunuh atau diculik, Atma Jaya atau Trisaksi, nyawa orang kok kayaknya diganti secara murah. Misalnya, keluarga dibayar 900 ribu per bulan selama 5 tahun, sepertinya tidak akan menghilangkan luka dari ibu atau anak dari korban tersebut.

Berkaitan dengan ide dan gagasan dialog yang disampaikan oleh capres nomor urut 1 (Anies Baswedan) dan nomor urut 3 (Ganjar Pranowo), apakah yang dimaksud adalah inklusif dialog yang menyertakan orang-orang Papua, yang bukan hanya di Indonesia tapi sporadic di negara luar, atau hanya untuk Papua yang ada di tanah Papua atau Indonesia.

Ini juga menjadi pertanyaan, karena yang menjadi korban pelangagran di Papua sejak dulu, banyak sekali dan ada keluarganya juga tidak tinggal di Indonesia.

Pertanyaan lainnya adalah peta jalan seperti apa, strateginya, siapa saja yang akan diajak dialog, bagaimaan dialog dijalankan? Kalau dialog dilaksanakan, namun kerucigaan tetap dijalan, maka akan sulit dilaksanakan. Siapa saja dari pihak asing yang akan diajak juga untuk menjadi mitra dialog atau menjadi mediator. Ini suatu yang penting untuk diselesaikan.

Pemerintah dalam membangun Papua dan membutuhkan stabilitas politk dan keamanan, karena keamanan Papua juga menyasar kelompok sipil yang kritis pemerintah. Apakah ini juga akan berlanjut?

“Kita tidak mau juga rezim ini menjadi developmentalis represif, seperti masa orde baru. Pembangunan dijalankan namun ada tindakan opresif juga kepada rakyat agar pembangunan bisa berjalan,” ujarnya.

“Saya secara pribadi, Prabowo bukan orang yang pro demokrasi atau mengerti demokrasi, tapi buat saya beliau orang yang tidak menginginkan demokrasi di negeri ini. Kalau tidak, tidak mungkin dia menghilangkan, menculik, para aktivis pro demokrasi. Ini bukan masalah setiap lima tahun terpenjara,” tegasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru