JAKARTA- SINGGASANA band akhirnya berhasil merilis kembali single keduanya, berjudul “WHYT”. Waktu Hakim Yang Terbaik.
Utamanya Eka Pangulimara Hutajulu, gitaris SiNGGASANA yang berhasil menuliskan lirik WHYT, dan menurutnya, “Ini benar-benar ditulis berdasarkan sebuah kisah nyata. Yang pernah terjadi dalam kehidupan romansa satu keluarga di kota Malang”, jelasnya.
Video clip WHYT:
Eka amat bersimpati setelah banyak mendengar langsung dari sosok ibu yang pernah melangsungkan kehidupan berkeluarga. Pasalnya, ini baru diekspos dalam sebuah lirik lagu. Dijadikan kisah film doku dramapun bisa memberi kesan epik dijamannya. Sekira tahun 90’an peristiwanya. Saat si ibu dan pasangannya melangsungkan pernikahan, mereka lakukan perjanjian pisah harta. Yang tidak bisa dibatalkan oleh siapapun. Namun, tragisnya, sudah keduanya bercerai. Sebuah palu hakim tetap saja mengetok putusan untuk membatalkan perjanjian pisah harta tersebut, dan menjadi gono-gini. Tidak berhenti di situ, kompleksitas dan seiring waktu berjalan, saling gugat di antara keduanya sampailah di MA RI. Sebuah kasasi yang sudah diputuskan inkrah memenangkan si ibu, lantas di PK kembali dan mengembalikan putusan pengadilan, persis seperti putusan pengadilan tingkat pertama. Bahkan tanpa novum.
Alkisah, hingga si mantan yang pernah berstatuskan suami si ibu, yang pernah menggugat cerai dan pergi bersama WIL-nya. Belakangan menjadi pelaku pemohon lelang atas atas yang dimiliki si ibu. Yang juga seorang doktor hukum, dan pernah menjadi pengacara kondang di kota Malang.
Kongkalikong pengincar harta yang pernah berlumuran cinta beraroma pengkhianatan, dan tebalnya kabut gelap yang pernah bersemai, diceritakan Eka dalam bait chorusnya, “katakan pada semesta sekalipun langit berbicara, biarkan waktu kan berputar, cintaku hilang dan melayang. Luka-luka yang pernah ada, kan ku bawa takkan terlupa. Hanya waktu yang mengakhiri, hakim terbaik dan yang pasti”, terang Eka, sebuah ungkapan dan harapan mengakhiri polemik dalam bingkai hukum yang berkepanjangan. Dan satu hal yang pasti rasa keadilan dan kemanusiaan, tentang kepastian hukum yang pernah tersembunyi, menjadi ending kisah yang menurut si ibu, “sudah suami saya direbut orang, masak rumah saya juga jadi komoditi sasaran yang mau diperebutkan WIL dan keluarganya. Sebetulnya menggelikan sekali”, tandas si ibu. Yang pernah bercerita berapi-api, dan ditangkap dengan baik oleh Eka, sekaligus menginsipirasi dan membidani lahirnya WHYT.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, pada single kedua ini, akan dibingkai dalam sebuah album EP berjudul TAK TERBATAS, dengan nomor lagu bergenre rock lainnya, bakal dirilis tak lama lagi. Dan dapat diakses di sejumlah platform digital, sembari bersiap memroduksi videoklip beberapa lagu dalam album tersebut.
Lima nomor lagu dalam album yang bakalan dirilis nantinya, kesemuanya dituliskan Eka. Song writer yang sekaligus aransemen musik bersama personil lainnya, Pungu Sinaga (Vokalis), Albertus Wicaksono (Keyboardis), Aditya (Bassist), dan M Fadli Baqi (Drummer).
Begitulah Eka Pangulimara H, salah seorang pentolan SINGGASANA panjang lebar membeberkan latar munculnya WHYT kali ini (Enrico N. Abdielli)