Oleh: Much. Fatchurochman *
PAK RT dan mantan Pak RT menjadi bagian penyelenggara pemilu. Setidaknya ada dua mantan RT dan RT yang termuda kini menjabat turut repot menjadi KPPS. Ketua KPPS adalah mantan RT lama yang sudah menyerahkan mandat kepada forum musyawarah pemilihan RT untuk bisa menggantikan posisi nya yang sudah cukup lama dijabat.
“Ya ben gantian, ben ngrasakne rasane dadi RT. Yen ono sing ra seneng isoh ngerti, aku wes suwi tho dadi RT, ganti liyane ae,” begitulah pernyataan yang disampaikan di pos ronda kala berjaga,
“Ah, saiki RT ne ya ngunu kui. Pas jamanku kae ngerti dewe tho. Koyok opo situasi ne. Saiki luwih penak, kabeh wes sedia, ono anggaran seko pemerintah nggo RT. Jan penak lho,” kata mantan RT yang lain.
“Pokok e do setuju tho yen RT kene kih maju. Wes tho penak penak, manuto,” kata pejabat RT terkini.
Begitulah, potret kecil “demokrasi” yang tengah dirasakan dan dialami oleh warga RT tempat tinggal saya. Pak RT bisa dengan santai meminta warganya manut, utamanya soal alokasi dana Rp 50 juta per tahun yang bisa dikelola setelah ada pilkada terakhir, Walikota terpilih menjanjikan pengalokasian dana besar itu.
Pidato kemenangan capres Prabowo Subianto, Rabu (14/2):
Dinamika “urusan bersama” Saat ini, baru saja disepakati nilai iuran untuk jasa air bersih bagi warga (ada perbedaan kran di dalam rumah untuk kebutuhan harian baik mandi, cuci dan masak dengan yang pasang kran di luar rumah).
Tentu pengalaman ini berbeda dengan daerah lain. Misalnya urusan jimpitan uang sumbangan untuk kebutuhan bersama. Ada yang model menempatkan wadah tempat jimpitan uang lalu dikumpulkan oleh siapa saja yang berjaga. Ada yang memilih model iuran tiap bulan dengan tagihan khusus dana senilai kesepakatan rapat RT.
Di Yogyakarta, ada RT yang tiap jelang lebaran mengumpulkan warga nya untuk mendapatkan bingkisan lebaran. Saat perayaan kemerdekaan sudah tak perlu repot lagi iuran untuk membiayai aneka kebutuhan. Cukup dengan dana yang terkelola baik, selain sumbangan dan iuran rutin ada juga pemasukan dari jasa sewa kursi, tenda atau deklit yang dimiliki oleh RT, barang hak milik bersama dikelola oleh pengurus RT.
Begitulah, ini cerita sepele bagaimana dinamika demokrasi terjadi di lingkungan paling kecil dalam struktur organisasi kemasyarakatan tanah air kita, di Indonesia. Kalau ada yang mampu menjabat sebagai Ketua RT seumur hidup, terpaksa demikian juga hal yang wajar dan jamak ditemui. Kalau pun ada yang merasakan kepemimpinan RT sudah tak layak karena berbagai alasan maka digelar forum rapatnya. Bisa dilakukan pemilihan umum tingkat RT, atau dengan model musyawarah mufakat.
Bedanya, urusan musyawarah, rapat atau penentuan pendapat warga ataupun sosialisasi aneka program untuk rakyat dari pemerintah kini semua sudah terkoneksi digital. Terhubung di WAG. Beres urusan informasi, kabar duka, kabar bantuan sosial, urusan anak dolan sampai menu masakan apa yang tengah disukai Ibu-ibu bisa dengan mudah di share.
Tentu saja yang terkini urusan pilihan pemimpin nasional dan pemilihan wakil rakyat. Semua masuk dalam jagat digital. Pas semua RT baik mantan maupun yang masih bertugas di urusan “politik prakis”. jadi petugas KPPS itu, gunjingan warga yang melek politik juga hadir.
” Iki ngopo ndadak wajib menunjukkan KTP sebagai bukti diri, apa gak percaya warga sendiri kih lhoo. Wes jan, mosok karo tanggane ora apal, negara kok ngrepoti ae ngene,” kata warga yang sudah melek politik.
Gerundelan begitu justru disambut dengan celetukan gojekan warga yang lain. Gerrrrr.
Kalau ada istilah Indonesia bagian dari desa saya seperti pernah dipopulerkan oleh Emha Ainun Nadjib maka istilah itu bisalah ditambahkan pengalaman “Indonesia bagian dari RT kita”.
Persoalan besar dalam lingkup ruang hidup terkecil di wilayah RT perkotaan dan desa tentu berbeda beda, beragam juga kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh tiap wilayah RT. Wilayah padat penduduk dan luasnya wilayah RT dengan jarang dan jauhnya hunian warga misalnya. RT kaya dan RT bermasalah dengan kondisi lingkungan tentu punya rumus berbeda dalam pengelolaan urusan bersama, urusan publik nya.
Pidato kemenangan cawapres Gibran Raka Buming Raka, Rabu (14/2):
Kala potret masalah bersama bisa “selesai di lingkup terkecil” rasanya tentu ada harapan besar bagaimana mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan, perlindungan dan pelayanan publik yang baik diselenggarakan oleh negara. Utamanya tentu pelayanan hak hak dasar bagi warga negara. Pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, hak milik, hak pilih dan seterusnya perlu dipastikan bisa terlayani dengan baik.
Semakin baik pelayanan publik oleh negara dirasakan langsung rakyat nya adalah harapan bersama yang diidamkan dan diimpikan. Imajinasi hidup bersatu, guyub rukun, saling bantu dan beri pertolongan untuk mereka yang membutuhkan hingga berkembang nya nilai nilai, tata nilai yang selama ini dijalankan baik adat, etika dan moral hadir dalam lingkup lingkungan pergaulan hidup bersama sebagai warga RT, sebagai rakyat Indonesia.
Pertanyaan terkini, menjadi menarik untuk diajukan tatkala ada momentum pemilihan umum ini, bukan sekedar memimpin RT tapi kepala negara dan wakil rakyat. Hasilnya tengah dihitung dan dicatat oleh penyelenggara Pemilu.Kalau dituliskan kira kira begini
“Bagaimana nasib RT kita, RT kami dalam pemerintahan yang terbentuk paska pemilihan umum 2024 ini?”
*Penulis Much. Fatchurochman, budayawan, penulis dan wartawan lepas
#ceritapinggirjalan
#isupublik
#ceritakotaksuara
#pemilu2024
#NyanyikanPesanmu
#CintaIndonesia