Oleh: Widitusha Winduhiswara *
PADA tanggal 1 Februari 2024, para petinggi Uni Eropa serempak menyetujui untuk mengirimkan kembali paket bantuan sebesar €50 miliar/ $54 miliar kepada Ukraina. Proses ini merupakan hasil dari negoisasi yang cukup lama melihat adanya penolakan dari Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban sejak beberapa minggu silam.
Rencananya, Kiev akan menerima paket bantuan pertamanya sebesar €4.5miliar/$4.9miliar pertama pada bulan Maret ini. Bantuan ini akan dicicil dalam kurun waktu 4 tahun kedepan sebesar €1.02 miliar perbulannya setelah pembayaran pertama.
Meski paket bantuan dana dari Uni Eropa ini telah disetujui, Presiden Ukraina Vladimir Zelensky menekankan bahwa Ukraina membutuhkan kontribusi dana bantuan tambahan sebesar €5 miliar pertahunnya dalam 4 tahun kedepan melalui European Peace Fund.
Semenjak proposal dana bantuan ke Ukraina oleh administrasi Joe Biden ditolak dalam sidang senat pada 6 Desember silam, juru bicara kepresidenan Rusia Dmitry Peskov berkomentar bahwa Amerika Serikat secara perlahan akan membebankan dana bantuannya kepada Uni Eropa.
Sebelumnya, Uni Eropa tercatat telah mengeluarkan bantuan sebesar $96 miliar dalam bentuk bantuan finansial, militer, humaniter dan bantuan untuk pengungsi dari Ukraina. angka tersebut juga sudah termasuk dari komitmen yang dibentuk sebelumnya, yaitu memberikan bantuan finansial sebesar $19.3 miliar yang dicicil setiap bulannya untuk memastikan stabilitas Ukraina. Rinciannya sebagai berikut (Data diambil dari EEAS):
- $47 miliar dalam bentuk bantuan finansial dan humaniter. Bantuan ini juga ditujukan agar Ukraina dapat tetap membayar gaji dan pensiun serta menjaga berjalannya pelayanan publik.
- $30 miliar dalam bentuk bantuan militer, seperti sistem pertahanan udara, tank, pesawat tempur, ammunisi dan perlengkapan lainnya. Selain itu juga, dana tersebut digunakan untuk melatih para tentara Ukraina.
- $18 miliar dikirimkan untuk membantu para pengungsi Ukraina yang kabur ke negara-negara Uni Eropa sejak Februari 2022. Hal ini digunakan untuk memberikan akomodasi, pekerjaan, jaminan kesehatan serta biaya pendidikan para pengungsi. Dana ini dicicil sebesar €1.5miliar perbulannya.
- $1 miliar untuk mendorong transportasi penyaluran bahan pangan dari Ukraina ke negara-negara yang sedang mengalami krisis pangan.
Diketahui bahwa GDP Ukraina turun lebih dari 30 persen semenjak konflik yang melandanya dimulai, dan bantuan-bantuan tersebut dapat membantu pertumbuhan ekonomi Ukraina dalam jangka panjang. Namun bantuan-bantuan dana dari negara asing yang diberikan ke Ukraina tidak sepenuhnya dikelola tanpa adanya resiko. Sejak dimulainya Operasi Militer Khusus Rusia di Ukraina dimulai pada tahun 2022 silam, beberapa kasus korupsi di dalam tubuh pemerintahan Ukraina mulai bermunculan.
Pada bulan Januari tahun 2023, terdapat investigasi dugaan tindak pidana korupsi yang juga melibatkan Menteri Pertahanan Ukraina pada waktu itu Oleksii Reznikov. Dalam kasus ini, Kementrian Pertahanan Ukraina diduga secara sengaja membeli stok makanan untuk para prajurit dengan harga yang tidak wajar, nilai kontrak tersebut mencapai angka €325 juta.
Seorang jurnalis investigasi Ukraina yang bernama Yurii Nikolov, menemukan sebuah keanehan dari kontrak pembelian ini. Menurut kontraknya, pihak militer Ukraina yang berada di Poltava, Sumy, Kiev, Zhytomyr, Chernihiv dan Cherkasy seharusnya mendapatkan produk makanan populer yang harganya 2 ataupun 3 kali lebih besar daripada harga pasar. Zelensky mencopot Reznikov dari jabatannya, serta menggantikannya dengan Rustem Umeirov sejak 5 September 2023.
Selain itu juga, pada Januari 2023, pihak pemberantasan korupsi Ukraina juga menemukan adanya penggelapan uang yang dimaksudkan untuk pemulihan fasilitas penunjang hidup yang bersifat kritis seperti listrik, gas dan air. Penggelapan uang ini dilakukan dengan cara mengeluarkan kontrak dengan harga yang lebih tinggi daripada harga biasanya. Wakil Menteri Infrastruktur Ukraina Vasyl Lozynsky mengundurkan diri dari jabatannya dan ditangkap, dirinya diketahui mendapatkan uang suap sebesar $400.000.
Pada 28 Januari 2024, Pihak Intelijen Ukraina (SBU) memberitakan bahwa pihaknya telah membongkar skema korupsi dalam pembelian persenjataan yang nilainya mencapai $40 juta. Penggelapan dana ini melibatkan pembelian 100.000 peluru mortar untuk Tentara Ukraina pada musim gugur tahun 2022 silam, namun hingga saat ini, peluru-peluru tersebut tidak kunjung dikirimkan. Sebanyak 5 orang terduga tersangka dalam kasus ini, termasuk di dalamnya mantan pejabat dalam Kementrian Pertahanan Ukraina ditangkap pada saat mencoba untuk melarikan diri dari Ukraina.
Mengurangi korupsi dalam tubuh pemerintah Ukraina merupakan salah satu janji politik Vladimir Zelensky sebelum dirinya menjabat sebagai presiden Ukraina. Semenjak beberapa kasus korupsi besar melanda kabinetnya, Zelensky terlihat membersihkan kabinetnya dengan melepaskan banyak pejabat publik seperti di Kementrian dan juga di Jaksa Agung.
Polling kepercayaan publik terhadap dirinya kian menurun. Pada sebuah poling yang diadakan oleh Institut Sosiologi Internasional Kiev (KIIS) pada 18 Desember 2023, ditemukan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Zelensky menurun dari 84% menjadi 62%. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan sipil menurun dari 52% menjadi 26%.
Aksi pemberantasan korupsi terhadap petinggi-petinggi negara yang dilakukan oleh Zelensky ini juga diprediksi dapat melemahkan posisi politik Zelensky di dalam negeri. Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina Jendral Valeriy Zaluzhny dispekulasikan dapat memasuki politik dan menjadi lawan tarung Zelensky dalam kursi kepresidenan Ukraina. Pada poling yang dilakukan oleh KIIS, sebanyak 88% responden mempercayai Zaluzhny.
Misinya untuk tetap mendapatkan dana bantuan asing serta untuk bergabung dengan Uni Eropa membutuhkan Zelensky untuk memberantas korupsi hingga ke akarnya, namun hal tersebut juga memberikan sinyal bahwa pemerintahan yang dipimpinnya merupakan pemerintahan yang korup. Tanpa adanya pemberantasan korupsi yang efektif, hal ini akan terus menerus melemahkan pandangan publik (baik dari dalam maupun luar negeri) terhadap Zelensky.
*Penulis Widitusha Winduhiswara, S.Sos, M.Sc, pengamat geopolitik dan militer, Peoples’ Friendship, University of Russia