JAKARTA – Pemerintah Indonesia sepakat untuk memulangkan lima anggota tersisa dari kelompok Bali Nine, yang saat ini menjalani hukuman seumur hidup di Indonesia, ke Australia. Kesepakatan ini disampaikan Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, pada Sabtu (23/11/2024).
Selain pemulangan anggota Bali Nine, Indonesia juga akan mengupayakan pemulangan narapidana asal Indonesia yang saat ini ditahan di Australia.
“Presiden telah menyetujui secara prinsip atas dasar kemanusiaan,” ujar Supratman kepada Reuters.
Kesepakatan ini tercapai setelah Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, membahas isu narapidana tersebut dengan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, di sela-sela KTT APEC di Peru, seperti dikonfirmasi Asisten Bendahara Australia, Stephen Jones, dalam konferensi pers pada Sabtu.
Keputusan ini menyusul langkah Indonesia sebelumnya yang mengizinkan Mary Jane Veloso, seorang warga Filipina yang terpidana mati karena kasus narkoba, untuk menjalani sisa hukumannya di Filipina.
Veloso menjadi satu-satunya narapidana yang mendapat penangguhan eksekusi pada 2015, setelah pemerintah Filipina meminta agar ia bersaksi melawan jaringan perdagangan manusia dan narkoba.
Namun, dua pemimpin Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, tetap dieksekusi oleh regu tembak di tahun yang sama, yang menyebabkan hubungan diplomatik Indonesia dan Australia sempat memanas.
Menurut Supratman, Indonesia belum memiliki prosedur tetap terkait pemindahan narapidana internasional, tetapi akan mengupayakan proses tersebut secepat mungkin.
“Ini penting untuk menjaga hubungan baik dengan negara sahabat. Namun, kita juga harus memastikan bahwa negara mitra menghormati proses hukum di Indonesia,” tegas Supratman.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Bali Nine adalah kelompok sembilan warga Australia yang ditangkap pada 2005 karena mencoba menyelundupkan heroin dari Bali.
Dari sembilan orang tersebut, satu telah dibebaskan pada 2018, dan satu lainnya meninggal karena kanker di tahun yang sama.
Langkah pemulangan lima anggota tersisa ini diharapkan dapat meredakan ketegangan diplomatik dan menjadi dasar kerja sama lebih lanjut dalam isu penanganan narapidana antarnegara. (Calvin G. Eben-Haezer)