JAKARTA — Kota Depok tak lagi menyandang status sebagai kota paling intoleran di Indonesia. Dalam laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2025 yang dirilis Setara Institute, Depok mengalami lompatan signifikan ke peringkat 78, setelah sebelumnya berada di posisi 94 pada tahun 2023. Capaian ini menjadi salah satu peningkatan peringkat paling menonjol di antara 94 kota yang dinilai.
Pada laporan tahun 2024, Depok sudah menunjukkan perbaikan awal dengan naik ke posisi 78.
Kenaikan ini menjadi penanda penting bagi kota yang selama beberapa tahun sebelumnya selalu berada di dasar indeks toleransi nasional.
Depok sempat dinobatkan sebagai kota paling intoleran selama tiga tahun berturut-turut, yaitu pada IKT tahun 2020, 2021, dan 2022.
Dalam laporan IKT 2022, Depok menempati peringkat terbawah, tepat di bawah Kota Cilegon, Banten, dengan skor hanya 3,610.
Namun perlahan, berbagai inisiatif lokal yang progresif mulai membuahkan hasil.
Menurut laporan Setara Institute, kenaikan pesat Depok tak lepas dari komitmen pemangku kebijakan untuk membangun ekosistem yang lebih toleran.
“IKT telah menggerakkan kota-kota untuk berkompetisi di jalan pemajuan toleransi dengan memenuhi standar-standar yang ditetapkan,” tulis Setara Institute dalam laporan resminya dikutip Bergelora.com di Depok Selasa (28/5/2025).
Setara mencatat kota-kota yang mengalami perbaikan signifikan—termasuk Depok, menunjukkan perubahan positif dalam komitmen pemerintah daerah, minimnya kebijakan diskriminatif, serta meningkatnya partisipasi masyarakat sipil.
Empat Variabel Penentu
Dalam penilaiannya, Setara Institute menggunakan empat variabel utama yang terdiri dari delapan indikator, yaitu: Regulasi Pemerintah Kota, Tindakan Pemerintah Kota Pernyataan dan Sikap Pemerintah Kota dan Persepsi Masyarakat Sipil.
Setiap variabel diukur untuk menilai sejauh mana suatu kota mampu menciptakan ruang hidup yang aman, adil, dan inklusif bagi seluruh warganya, tanpa diskriminasi berdasarkan agama, keyakinan, atau identitas lainnya.
Daftar 10 Kota Paling Intoleran
Sementara itu SETARA Institute merilis daftar 10 kota dengan skor Indeks Kota Toleran (IKT) terendah berdasarkan pengamatan selama tahun 2024. Namun, rendahnya skor IKT ini bukan disebabkan oleh maraknya peristiwa intoleransi atau hal-hal negatif lainnya.
“(Skor rendah) Juga disebabkan ketiadaan fokus dan inovasi terhadap pemajuan toleransi di kotanya. Sementara, kota-kota (lain) telah bergegas dalam melakukan berbagai inovasi maupun terobosan dalam pemajuan toleransi,” ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam keterangannya,
Berikut adalah 10 kota dengan skor IKT terendah selama 2024:
1. Kota Parepare, Sulawesi Selatan, skor 3,945.
2. Kota Cilegon, Banten, skor 3,994.
3. Kota Lhokseumawe, Aceh, skor 4,140.
4. Kota Banda Aceh, skor 4,202.
5. Pekanbaru, Riau, skor 4,320.
6. Bandar Lampung, skor 4,357.
7. Makassar, Sulawesi Selatan, skor 4,363.
8. Ternate, Maluku Utara, skor 4,370.
9. Kota Sabang, Aceh, skor 4,377.
10. Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, skor 4,381.
Halili mengatakan, dari tahun ke tahun, peringkat 10 kota dengan indeks toleransi terendah tidak banyak mengalami perubahan.
Misalnya, di kota Pagar Alam dan Sabang yang pada tahun 2023 juga menempati peringkat 81 dan 85 dari total 94 kota yang diteliti.
Pada dua kota ini tidak terdapat kebijakan yang diskriminatif dan peristiwa intoleran.
Namun, di dua kota ini, ekosistem toleransi belum benar-benar terbukti.
Misalnya, terkait dengan visi toleransi dalam pembangunan, kebijakan promotif toleransi, hingga kinerja pemerintah yang belum menunjukkan adanya semangat pemajuan toleransi.
Sementara itu, stagnansi kebijakan dan keinginan untuk menjadi lebih toleran juga membuat kota-kota ini menempati peringkat bawah.
Misalnya, kota Cilegon, Banda Aceh, Pekanbaru, dan Lhokseumawe yang berdasarkan pantauan SETARA Institute belum menghadirkan inovasi untuk memajukan toleransi, baik dalam bentuk program maupun kebijakan.
“Meskipun terus diupayakan dan sudah lama memiliki ruang-ruang komunikasi dialogis yang baik antaragama dan etnis, tetapi nyatanya terhambat oleh kebijakan pemerintah kota,” kata Halili.
Ada delapan indikator yang diperhitungkan dalam penilaian Indeks Kota Toleran tahun 2024 ini. Indikator-indikator ini antara lain Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kebijakan pemerintah kota, peristiwa intoleransi, dinamika masyarakat sipil, pernyataan publik pemerintah kota, tindakan nyata pemerintah kota, heterogenitas agama, dan inklusi sosial keagamaan.
Halili mengatakan, Indeks Kota Toleran ini diteliti berdasarkan sejumlah data yang diperoleh dari dokumen resmi pemerintah, yaitu data Badan Pusat Statistik (BPS), data Komnas Perempuan, data SETARA Institute, dan referensi media terpilih.
Pengumpulan data juga dilakukan melalui kuesioner self-assessment kepada seluruh pemerintah kota.
Sementara itu, jumlah kota yang menjadi obyek kajian ada 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia. Empat kota yang tidak disebutkan merupakan kota administrasi di DKI Jakarta yang digabungkan penilaiannya menjadi satu, yaitu kota DKI Jakarta. (Web Warouw)