Jumat, 4 Juli 2025

Dirut Baru Pertamina, ‘Wayang’ Kepentingan Politik atau Profesionalisme

Revitriyoso Husodo. (Ist)

Pro-Kontra penunjukan Nicke Widyawati menjadi Dirut Pertamina oleh Menteri BUMN, Rini Sumarno semakin memanas. Dari lepas pantai laut Jawa, Revitriyoso Husodo, mantan Ketua Umum JAKER (Jaringan Kebudayaan Rakyat) menyorotinya dalam Bergelora.com secara tajam. Penggiat kebudayaan dan pekerja pada anjungan minyak Lepas Pantai Xray, Jatibarang, Jawa Barat ini mengendus kepentingan politik sarat dalam pergantian orang nomor satu perusahaan minyak negara ini. (Redaksi)

Oleh: Revitriyoso Husodo

CORRUPTIO optima pessima – Pembusukan moral (korupsi) dari orang yang tertinggi kedudukannya adalah yang paling buruk. (Pepatah Latin). Disela gemuruh sorak sorai bercampur bangga perhelatan Asian Games 2018 dengan slogan megahnya “Energy of Asia” lalu, bagi sebagian publik kembali dikejutkan oleh secuil berita tentang keputusan kontroversial rezim Jokowi melalui Menteri BUMN, Rini Sumarno menunjuk Nicke Widyawati menjadi Dirut Pertamina beserta jajaran direksi ‘komposisi 6:5’nya pada 29 Agustus 2018.

Flahback, 20 April 2018, Elia Massa Manik, Dirut sebelumya yang baru menjabat selama 13 bulan dicopot melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) yang dipimpin oleh Rini Sumarno, Menteri BUMN. Elia adalah sosok tegas yang memiliki segudang prestasi dalam memimpin perusahaan negara, diantaranya adalah keberhasilannya menyelamatkan Elnusa dari ancaman kebangkrutan. Di Pertamina pun walau relatif singkat menjabat, berhasil menuntaskan program penyaluran BBM Satu Harga ke 54 titik di Indonesia. pencopotan Elia dari posisi Pertamina 1 dengan alasan terjadinya kelangkaan BBM jenis Premium tanpa diberi kesempatan menuntaskan program besar tersebut mengundang banyak tanda tanya.

Selanjutnya, selama 3 bulan Pertamina dipimpin oleh PLT Dirut pilihan Rini, yaitu Nicke, sebelum nantinya akan diputuskan akan dipilih Dirut yang baru.

Nama Nicke tiba-tiba melejit setelah diangkat oleh Rini menjadi Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) sekaligus merangkap Plt. Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina pada November 2017. Sebelumnya ia menjabat sebagai Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN. Artinya ia bukanlah sosok yang lahir dan cukup lama berproses di dunia perminyakan, belum teruji dalam menangani kerumitan permasalahan hulu-hilir dunia migas.

Ada tiga nama kandidat yang diusulkan untuk dipilih kepada Presiden Jokowi. Mereka itu adalah Pelaksana Tugas (Plt) Dirut Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Hulu Pertamina Samsu Alam, dan mantan Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya Yuktyanta. Namun sepertinya sejak awal sang menteri lebih condong ke Nicke Widyasari. Hal ini terlihat dari beberapa kesempatan ia melontarkan optimismenya jika tidak lama lagi ia akan melantik Nicke menjadi Dirut PT Pertamina, dengan menyatakan Insyaallah Nike jadi Dirut baru Pertamina. Dan akhirnya ucapannya pun terbukti. Lebih jauh Samsu Alam, yang menurut banyak kalangan sangat teruji serta dianggap berjasa besar dalam membesarkan sektor hulu industri migas nasional terutama Pertamina EP, malah tidak ‘dipakai’ lagi.

Dalam penanganan sebuah perusahaan negara  sebesar Pertamina terkesan pasangan pengambil keputusan,  Presiden Jokowi dan Menteri BUMN, Rini Sumarno memaksakan kehendak dan tanpa pertimbangan yang kuat, atau bahkan ada agenda ekonomi  terselung di dalamnya.

Anjungan minyak Lepas Pantai Xray, Jatibarang, Jawa Barat, (Ist)

Hal ini semakin mengundang kecurigaan publik dibalik permasalahan proses perkara suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Nicke belum lama ini mangkir datang memenuhi undangan KPK sebagai saksi untuk kasus yang menjerat tersangka Idrus Marham, mantan Menteri Sosial RI.

Dampak dan Respon

Menanggapi keganjilan ini, Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar menyatakan bahwa keputusan Rini Sumarno jelas tidak mempertimbangkan suara para pekerja.

Dalam pernyataan resmi nya, FSPPB mengeluarkan tiga tuntutan kepada Pemerintahan Jokowi. Inti ketiga tuntutan itu adalah, pertama, pemerintah hendaknya lebih aris dengan tidak mencampuradukan kepentingan politik dalam pengelolaan BUMN. Kedua, meninjau kembali keputusan tentang penunjukan Nicke Widyawati sebagai Dirut Pertamina serta Koeswiranto Kushartanto sebagai Direktur SDM Pertamina. Ketiga, menunjuk orang-orang yang lebih tepat dengan memilih Direksi Pertamina dari kalangan profesional yang paham dunia bisnis migas dan kuat menghadapi tekanan-tekanan yang ada di dunia migas serta mampu berkomunikasi baik dengan pekerja (FSPPB) serta menjadikan pekerja sebagai stake holder utama.

Sebelumnya beberapa pengamat telah berkomentar serupa. Seperti Marwan batubara Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) dalam wawancaranya dengan CNN Indonesia menyatakan bahwa sebaiknya Jokowi memilih sosok dari internal Pertamina. Menurutnya, rekam jejak Nicke belum menunjukkan prestasi untuk jabatan tersebut. Pemikiran kita kemudian jatuh pada pembenaran gunjingan yang sudah jamak bahwa dirut pilihan pemerintah biasanya yang nurut-nurut saja.

Respon perlawanan pasif kalangan internal Pertamina dapat dilihat dari sangat minimnya undangan yang datang pada Town Hall Meeting yang diselenggarakan Pertamina persero dengan agenda pengenalan dewan direksi yang baru dimana komposisi direktur dari luar Pertamina sebanyak 6 orang banding dari internal Pertamina sebanyak 5 orang. Kehadiran pada perhelatan penting tersebut sangat sedikit. Undangan yang datang hanya sekitar 2,5 persen dari jumlah terundang.

PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan terbesar dari 22 badan usaha milik pemerintah (BUMN) pada kelompok bidang usaha pertambangan, industri strategis total keuntungan bagi kesejahteraan bangsa Indonesia, pada tahun 2017 sebesar 28, 823 triliun rupiah.

Dengan mengangkat Nicke Widyawati beserta jajaran mayoritas direksi yang berlatar belakangkan bukan dunia migas memberi kesan negatif kepada masyarakat. Masyarakat intervensi politik terlalu vulgar dan kontra produktif. Terkesan pemerintah dan partai penguasa memiliki kepentingan dengan keputusan ini. Sebagai sebuah bangsa yang besar, pemerintah seharusnya memiliki profesionalitas yang tinggi dalam pengelolaan usaha negara.

Menghadapi tahun politik 2019, isu apapun akan digunakan untuk menyerang maupun bertahan dalam politik praktis. Dari pihak oposan penguasa sekaligus salah satu peserta Pilpres, permasalahan ini dapat menjadi peluru untuk menyerang kubu Jokowi salah satu calon kuat presiden selanjutnya, selaku pelaksana pemerintahan saat ini.

Seharusnya tim sukses sudah memahami apa yang menjadi rahasia umum bahwa rezim Jokowi dan kebijakan2 dalam penanganan BUMN semakin tidak populer di kalangan pekerja BUMN. Namun pola penanganan rombak komposisi pimpinan berbagai perusahaan BUMN secara grusa-grusu penuh misteri apa sebenarnya goal akhirnya kecuali kemungkinan besar berupa rente terus berlangsung. Dalam istilah saya:”Jika bukan kebodohan, maka ini adalah penipuan bahkan pencurian di kantor polisi”.

Hal lain yang perlu dicermati adalah data Bank Indonesia bahwa sejak Januari 2018 hingga akhir Mei 2018, cadangan devisa mengalami penurunan signifikan dari 131 milyar dolar AS anjlok ke angka 122 milyar dolar AS.

Kedua, Ibu Rini gemar berhutang. Hutang keseluruhan perusahaan BUMN ‘pindah angka’ mencapai Rp 4.800 triliun. Sedangkan nilai total keuntungan seluruh BUMN yang berjumlah 143 pada akhir 2017 hanya sebesar 117 triliun rupiah. Jika pendapatan jauh lebih kecil dari jumlah hutang belum lagi beserta bunga, BUMN menjadi parasit bagi pembangunan nasional. Keuntungan dan subsidi bagi BUMN akan membengkak, belanja negara tentu harus turun. Ini yang saya katakan sebagai: “Berdagang untuk merugi”.

Ini paradoks tehadap salah satu tujuan awal didirikannya BUMN yaitu mencari keuntungan bagi negara sebagai penjabaran dari isi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (2): “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Dan dipertegas oleh Ayat (3): “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Rekomendasi

Presiden Jokowi harus segera mengkaji ulang kebijakan pemilihan Dirut Pertamina dan jajaran direktur baru yang mayoritas dipegang orang ‘luar’. Selanjutnya segera mencari para pengganti yang lebih berkompeten dan yang dapat diterima oleh mayoritas pekerja Pertamina serta masyarakat luas. Sehingga dengan demikian dapat meredakan kemarahan terpendam kelompok stakeholder yang merasa terzolimi.

Selanjutnya, setelah mengkaji berbagai keputusan yang diambil Rini Sumarno di berbagai BUMN yang memunculkan polemik yang tidak produktif, pemerintahan Jokowi sebaiknya berani mempertimbangkan kembali penempatannya menjadi menteri BUMN.

Jika ingin sejahtera dan maju, masyarakat luas harus berani bersikap kritis dalam mengemukakan pendapat tatkala terjadi penyelewengan dalam penyelenggaraan kekuasaan hasil konsesi bersama. Jika ruang ekspresi semakin sempit namun terus kreatif untuk membuat pressure power bagi pengambilan tindakan kongkrit pemerintah dalam menyelesaikan kemelut di tubuh Pertamina.

Lebih luas, masyarakat harus terus mengawal sepak terjang pemerintah agar lebih accountable serta lebih profesional dalam menangani semua perusahaan BUMN. Dengan demikian tujuan didirikannya perusahaan BUMN  benar-benar bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat sebagai konstituen, siapa pun penguasa nya. Dan itu semoga menjadi hal biasa.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru