Senin, 13 Januari 2025

DKR: Rakyat Berharap KIS Bebaskan Iuran Kesehatan

JAKARTA- Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) memandang ada perbedaan prinsip dan tujuan yang saling bertentangan antara program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang direncanakan oleh Presiden Joko Widodo Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di dalam Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Joko Widodo diminta membebaskan biaya pelayanan kesehatan seluruh rakyat Indonesia termasuk pada Pegawai Negeri Sipil (PNS), buruh, pekerja, prajurit TNI dan anggota Polri. Hal  ini disampaikan oleh Pengurus Nasional DKR, Tutut Herlina kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (9/9).

“Setahu saya, tujuan Jokowi bikin KIS kan untuk membebaskan biaya kesehatan rakyat Indonesia. Kalau SJSN dan BPJS sebaliknya, adalah untuk menarik uang masyarakat dari iuran bulanan untuk kegiatan ekonomi. Secara prinsip KIS merupakan bentuk perlindungan negara pada rakyat sesuai dengan perintah Preambule (pembukaan-red) Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45). Sedangkan BPJS sejatinya adalah bisnis asuransi,” jelasnya.

Kewajiban negara melindungi kesehatan rakyat menurutnya, seyogyanya menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa ada pungutan iuran bulanan ataupun co-sharing karena semuanya dibayar negara.

“Kalau BPJS, selain menarik iuran dari rakyat, juga menarik dana dari APBN dan APBD secara ilegal kemudian uangnya prioritas dipakai bisnis. Kemudian membiayai administrasi BPJS, baru terakhir dipakai untuk pelayanan. Makanya biaya pelayanan ditekan sehingga tidak semua dibayar BPJS. Sehingga pasien atau rumah sakit yang harus bayar,” jelasnya.

Menurutnya dampaknya dari KIS dan BPJS pun berbeda. Kalau konsisten menurutnya KIS akan meringankan beban ekonomi rakyat dengan membebaskan biaya kesehatan rakyat tanpa iuran dan co-sharing. Fasilitas dan tenaga kesehatan akan meluas karena semua pendanaan hanya untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

“Kalau sekarangkan dengan BPJS harus bayar berbagai pajak dan retribusi. Kalau sakit, supaya dapat pelayanan tetap harus bayar iuran dan co-sharing. Rumah Sakit dan dokter juga jadi korban, harus berhadapan dengan rakyat yang sakit tapi pelayanan tidak dibayar penuh,” tegasnya.

Jadi menurut Tutut Herlina, bagaimana mungkin caranya dua sistim yang berbeda dan bertolak belakang dalam tujuan dan prinsip bisa berjalan beriringan.

“Pihak BPJS pasti memang selalu berusaha untuk merebut hati Jokowi. Itu sudah dilakukan dan berhasil waktu di Jakarta. Makanya Kartu Jakarta Sehat (KJS) diserahkan ke BPJS,” ujarnya.

Bukan Pertama

Sebelumnya, Direktur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Fachmi Idris mengaku pihaknya telah bertemu dengan Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) untuk mengimplementasikan program Kartu  Indonesia Sehat (KIS).

Fachmi mengungkapkan, pihaknya telah membayangkan pola implementasi KIS yang diminta Jokowi melalui Tim Transisi. Sebab, BPJS pernah bekerja sama dengan Jokowi melalui program Kartu Jakarta Sehat (KJS).

“Inovasi dari Pak Jokowi polanya seperti apa, kami bayangkan seperti kami mengelola KJS. Artinya ini bukan pengalaman pertama kami dengan Pak Jokowi. Artinya kita sudah kerja sama dengan Pak Jokowi untuk mengerjakannya. Bukan sama sekali sesuatu yang baru,” katanya Sabtu (6/9).

Ia menjelaskan bahwa dalam KIS, pemerintah akan menambah peserta dari rakyat yang tidak mampu dan belum ditampung dalam BPJS. Kemudian, premi iuran yang selama ini belum sesuai akan ditambah serta memperkuat program pencegahan untuk tidak sakit bagi para peserta KIS. Dia yakin, KIS sangat cocok dengan BPJS. (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru