JAKARTA – Sampai saat ini karut marut dalam sistim kesehatan belum berhasil di atasi sejak 10 tahun pemerintahan Jokowi hingga pemerintahan Prabowo saat ini. Sehingga sangat beresiko bagi rakyat yang sakit karena negara tidak mampu mengatasi kedaruratan kesehatan.
“Yang berduit bisa punya pilihan berobat ke luar negeri dan selamat. Yang miskin hanya bisa pasrah menunggu ajal,” demikian Roy Pangharapan dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) di Jakarta, Senin (18/2).
Sementara itu dokter-dokter Indonesia tenggelam dalam kepentingan masing-masing dan tak sanggup memperbaiki kualitas pelayanan dan gagal meningkatkan kemampuan medis.
Sehingga industri kesehatan Indonesia jauh ketinggalan dalam bersaing dengan negara tetangga, termasuk Malaysia dan Singapura.
Warga Indonesia menengah ke atas akhirnya banyak yang memilih berobat ke luar negeri ketimbang negara sendiri.
Negara Malaysia menjadi negara tujuan yang paling banyak didatangi untuk berobat. Bahkan Indonesia kehilangan sekitar Rp180 triliun devisa setiap tahunnya karena banyak warga memilih berobat ke luar negeri.
Selain Malaysia, ada pula negara-negara tujuan populer untuk berobat lainnya seperti Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat.
Lebih Murah Di Luar Negeri
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Adib Khumaidi menjelaskan, salah satu alasan utama warga Indonesia memilih berobat ke luar negeri adalah karena biaya obat dan transportasi seringkali lebih murah dibandingkan di dalam negeri.
“Kenapa pembiayaan murah? Karena ada kebijakan negara, regulasi negara soal free tax khususnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat,” kata dia.
Selain karena obat dan transportasi lebih murah, menurutnya ada kenyamanan pasien dalam melakukan komunikasi dengan dokter.
“Kami sekarang selalu mengatakan kemampuan komunikasi pada dokter di Indonesia harus ditingkatkan, karena salah satu dasar pasien berobat ke luar negeri, berobat ke Malaysia, atau Singapura, itu salah satunya karena faktor komunikasinya yang mereka anggap lebih enak di sana daripada di Indonesia,” lanjut Adib.
Untuk diketahui, jumlah masyarakat Indonesia yang bolak-balik ke luar negeri untuk berobat ada lebih dari 1 juta orang. Indonesia jelas dirugikan dari kondisi ini sebab ada potensi nilai ekonomi yang hilang.
Indonesia memang tertinggal dalam sektor kesehatan. Saat ini, rasio dokter di Indonesia berada di level 0,47 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Tanah Air.
Mengacu standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio jumlah dokter, termasuk dokter umum dan spesialis, yang ideal, yaitu 1/1000 atau 1 dokter per 1000 penduduk.
Apabila sebuah negara berhasil memenuhi “golden line” tersebut, maka dapat dikategorikan berhasil dan bertanggung jawab kepada rakyatnya di bidang kesehatan.
Angka terakhir yang didapatkan dari WHO dan World Bank, rasio Indonesia berada di 0,47/1000. Angka ini membawa Indonesia menempati posisi ketiga terendah di ASEAN setelah Laos 0,3/1000 dan Kamboja 0,42/1000.
Jaminan Kesehatan
Roy Pangharapan menyampaikan akar masalah yang mendesak harus diselesaikan adalah memperbaikin sistim pembiayaan kesehatan bagi masyarakat. Menurutnya yang paling mendasar memastikan sistim Jaminan Kesehatan yang melayani semua pembiayaan langsung oleh negara. Sehingga seluruh rakyat mendapatkan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma sampai sembuh disetiap rumah sakit pemerintah.
“Sistim ini pernah dijalani dalam program Jamkesmas 2004-2009.jaman Menkes Siti Fadilah. Seluruh rakyat berobat gratis gak pake iuran di RS pemerintah sampai sembuh. Sekarang sih pakai bayar iuran BPJS, gak semua ditanggung. Kalau gak ada duit pasrah,” jelasnya.
Roy mengatakan, tanpa jaminan kesehatan tidak akan merubah sistim kesehatan dan masyarakat hanya korban.
“Sudah merdeka sejak 1945, sampai sekarang gak beres-beres,” ujarnya.
(Web Warouw)