JAKARTA- Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang 2016, karena KPK dinilai telah memecahkan rekor dalam melakukan operasi tangkap tangan (OTT), yaitu sebanyak 17 kasus, dan itu sebagai rekor terbesar sejak KPK berdiri. Demikian disampaikan politisi Golkar itu saat Rapat Kerja (Raker) bersama komisioner KPK di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (18/1).
“Jadi, OTT KPK tahun 2016 ini sebagai rekor terbesar sejak KPK berdiri. Hanya saja kalau bisa OTT itu dengan dampak dan kasus besar. Sehingga tidak lagi main yang kecil-kecil. Namun kita apresiasi KPK,” tegas Bambang.
Beberapa kasus besar yang dianggap masih menjadi utang KPK, yakni kasus Bank Century, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pembelian lahan RS Sumber Waras, korupsi di PT Pelindo, Hambalang dan lain-lain.
“Golkar berharap KPK bisa menyelesaikan tunggakan beberapa kasus besar tersebut pada tahun 2017. Semoga di tahun ini bisa lebih baik lagi dan bisa menyelesaikan kasus-kasus besar tadi di tahun 2017 ini,” ujarnya.
Sebelumnya, OTT terbanyak terjadi pada tahun 2013, dengan melakukan 10 operasi tangkap tangan. Dari operasi tangkap tangan tersebut, KPK menetapkan sebanyak 56 tersangka. Para tersangka itu terdiri dari berbagai profil pekerjaan.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, sejarah baru tersebut bukan menunjukkan kehebatan KPK. Namun, hal tersebut menunjukkan partisipasi masyarakat yang lebih tinggi terhadap pemberantasan korupsi. “Keberanian masyarakat untuk melaporkan pidana korupsi semakin meningkat. Serta sudah pasti respons pihak KPK yang segera dan cepat merespons,” ungkapnya.
Upaya penindakan yang dilakukan KPK sepanjang tahun 2016 menghasilkan pemasukan negara sebesar Rp 497,6 miliar. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun 2015, di mana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari KPK saat itu sebesar Rp 211,9 miliar.
“Lebih dari Rp 497,6 miliar masuk ke kas negara dalam bentuk PNBP. Ini hasil dari penanganan tindak pidana korupsi tahun 2016 dan sebelumnya yang telah diselesaikan,” kata Basaria.
Lembaga Tunggal
Kepada Bergelora.com dilaporkan, sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Benny K Harman mendukung KPK menjadi lembaga tunggal yang berwenang dalam pemberantasan korupsi.
“Saya setuju sekali kalau bisa kuasa untuk memberantas korupsi di Indonesia itu diserahkan saja ke KPK. Polisi dan kejaksaan tidak usah menangani kasus korupsi. Kenapa? Dalam praktek kasus korupsi yang ditangani teman-teman di kedua lembaga itu banyak bermasalah, ketidakpastian. Ada yang mau maju Pilkada ditetapkan sebagai tersangka tanpa ada bukti dan saksi yang jelas. Tetapi kalau KPK, persepsi umum jika KPK melakukan itu sudah pasti benar. Orang lebih trust kepada KPK. Tapi mohon maaf kalau kejaksaan dan kepolisian kasusnya bertahun-tahun,” papar Benny dalam kesempatan yang sama.
Hal tersebut menurut Benny ia ketahui dari pernyataan wakil ketua KPK di beberapa media massa terkait rencana penerbitan Perppu KPK yang salah satunya tentang kuasa tunggal pemberantasan korupsi. Tidak hanya itu, dalam rencana Perppu tersebut juga tercantum kuasa tentang kuasa untuk melakukan rekrutmen penyidik KPK.
Kedua isi Perppu itu ditambahkan Politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini sejatinya sudah diperjuangkannya dalam pemerintahan terdahulu. Bahkan menurutnya Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap KPK sudah tegas, bahkan KPK berhak melakukan rekrutmen penyidik sendiri.
“Kalau memang Pemerintahan Jokowi serius dan sungguh-sungguh menjalankan janji politiknya memberantas korupsi, ya jalankan keputusan MK tersebut,”tegas Benny.
Ia berharap KPK juga mendorong agar pemerintah dapat segera menerbitkan rencana Perppu tersebut. Ia meyakini jika hal tersebut dilakukan Presiden maka hampir seluruh fraksi di DPR akan mendukung penerbitan Perppu tersebut.
“Mumpung momentnya bagus ya gunakanlah. KPK harus ikut mendorong segera diterbitkan Perppu tersebut,”pungkasnya. (ZKA Warouw)