JAKARTA-Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini sedang membusuk sendiri sehingga tidak mungkin diharapkan bisa menjalankan fungsi kontrol, fungsi legislasi dan fungsi anggaran. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Serikat Kerakyatan Indonesia (Sakti), Standarkia Latif kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (5/11).
“Bagaimana mungkin DPR bisa melaksanakan tugas pokoknya kalau terperangkap oleh situasi yang justeru cenderung melahirkan “pembusukan politik” di lembaga perwakilan rakyat tersebut,” ujarnya
Kondisi yang terjadi saat ini menurut mantan aktifis anti Orde Baru ini semakin menunjukkan bahwa ada persoalan serius di parlemen terkait ‘derajat keterwakilan’ yang sangat rendah. Kondisi DPR ini menunjukkan bahwa proses keterpilihan para anggota DPR terjadi secara tidak wajar dan penuh keculasan dalam pemilihan legislatif 2014 lalu.
“Perilaku anggota DPR menunjukkan bahwa mereka terpilih karena kecurangan bukankarena murni dipilih karena kompetensi. Wajar lembaga ini semakin membusuk karena isinya seperti itu,” jelasnya.
Kalau konflik di DPR terus berlanjut menurutnya, maka rakyat wajib marah karena sudah dapat dipastikan DPR hanya akan menghabiskan anggaran negara saja tanpa mampu menjelankan peran fungsinya seperti yang diperintah oleh konstitusi.
“Maka pada titik tertentu yang semakin krusial, pantaslah DPR dibubarkan karena telah mengingkari amanat penderitaan rakyat,” tegasnya.
Konflik di parlemen ini menurutnya membuktikan bahwa lembaga di tingkat supra struktur politik memang tidak mampu membangun konsolidasi demokrasi untuk kehidupan Indonesia yang lebih baik.
“Konsolidasi demokrasi mutlak harus dijalankan karena merupakan proses pelembagaan politik. Lembaga politik di tingkat supra struktur negara harus menjalankan peran dan fungsinya secara ideal yaitu seperti yang diamanatkan oleh konstitusi, melaksanakan Tri Fungsi Parlemen berupa fungsi kontrol, fungsi legislasi dan fungsi anggaran,” jelasnya.
Sebelumnya, pemimpin DPR versi Koalisi Merah Putih (KMP) dan pemimpin DPR versi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menggelar rapat paripura secara bersamaan, Selasa (4/11) namun secara terpisah. KIH didukung oleh PDIP, PKB, PPP, Partai Nasdem, dan Partai Hanura. Sementara itu, KMP didukung Partai Golkar, PAN, PKS, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra.
KMP melakukan sidang di ruang rapat paripurna DPR Gedung Nusantara II, tempat DPR biasa melakukan rapat paripurna. Sementara itu, KIH menggelar rapat di ruangan Badan Musyawarah (Bamus), ruang rapat paripurna DPR di Gedung Kura-Kura. Kedua sidang tersebut dijaga ketat petugas pengamanan DPR.
Sementara itu, Wakil Ketua Gerindra, Arief Poyuono mengatakan perintah PDIP untuk tidak bermitra dengan DPR pimpinan Setya Novanto merupakan taktik untuk memaksa pemerintahan Jokowi- JK agar menekan DPR versi Setya Novanto agar mau melakukan paripurna kembali untuk membagi unsur pimpinan dan kelengkapan dewan kepada anggota DPR yang tergabung dalam KIH.
“Jika KMP tetap tidak mau juga memberi jatah unsur pimpinan pada KIH maka akan memancing Joko Widodo agar segera mengeluarkan dekrit membubarkan DPR seperti yang pernah dilakukan oleh Sukarno,” ujarnya.
Hal ini menurutnya bisa dilakukan oleh Jokowi dengan alasan hal mendesak dikarenakan terjadinya dualisme pimpinan di DPR yang bisa menghambat program-program pemerintah untuk mensejahterakan rakyat serta terkait keamanan dan stabilitas nasional.
“Apalagi animo masyarakat yang sangat besar akan realisasi janji Jokowi- JK selama kampanye akibat dualisme kepemimpinan DPR bisa berantakan dan masyrakat dirugikan,” jelasnya. (Tiara Hidup)