Kamis, 13 November 2025

Dua Kardus, Empat Cerita Dalam Satu Upacara

Acara hari pertama masuk disebuah sekolah di Kudus, Senin (15/7). (Ist)

Pengetahuan umum anak-anak Indonesia seharusnya sudah sangat luas karena saat ini akses informasi sangat mudah dicapai lewat cellphone. Hasan Aoni, pendiri ODM melaporkannya kepada pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh: Hasan Aoni

HARI pertama masuk sekolah, 15 Juli 2019, Ketua PKBM Omah Dongeng Marwah (ODM) Edy Supratno menyiapkan dua kardus yang isinya masih dirahasiakan. Kardus-kardus itu akan melengkapi penampilannya sebagai pembina upacara. Selalu ada kisah menarik yang ditunggu anak-anak dalam pidatonya.

Upacara pagi itu digelar tanpa pengibaran bendera. Bendera merah-putih sudah dipasang di kayu pramuka, dan ditancapkan pada pipa besi yang biasa dipakai sekuriti menandai jam malam. Butuh pecahan bata untuk menegakkan, baru dibebat kain hitam yang biasa dipakai untuk tabir pertunjukan. 10 peserta di halaman itu sudah rapih disiapkan.

Majulah pembina upacara diikuti asisten pembawa map berisi teks Pancasila. Asisten itu lelaki kecil yang pagi itu resmi menjalani hari pertama menjadi murid kelas satu SMP. Dia anak kedua pembina upacara itu.

“Saya sengaja membawa dua kardus ini dalam upacara. Isinya bukan parcel, tetapi barang yang akan bikin kalian tahu apa makna mencoba,” kata Edy Supratno memulai pidato.

Satu kardus dibuka, berisi mesin pengisap debu. “Kalian tahu siapa penemu mesin ini?” tanyanya.

Tak ada jawaban, dan berceritalah kemudian. Dulu ada seorang bernama James Dyson, yang lahir di Inggris pada 1947. Ia desainer industri dan pendiri perusahaan Dyson. Ia menemukan vacuum cleaner setelah melakukan 5.126 kali percobaan yang gagal dan akhirnya menang. Atas ribuan kegagalannya, ia membuat kata-kata mutiara yang sangat terkenal: “Nikmatilah kegagalan dan belajarlah daripadanya. Anda tidak akan pernah bisa belajar dari kesuksesan”.

Kardus kedua dibuka. Isinya lebih mengagetkan. Besarnya sepersepuluh ukuran kardus itu. “Masih ingat siapa penemu lampu ini?” tanya pembina itu, lalu disebut nama yang sudah akrab di telinga peserta: Thomas Alpha Edison. Ia lahir Ohio, Amerika pada 1847, satu abad sebelum kelahiran Dyson.

Untuk menemukan lampu ini, kisah pembina upacara itu, Edison harus mengarungi lautan kesedihan, karena harus keluar dari sekolah tempat ia belajar. Gurunya menganggap dia tak pantas duduk di bangku kelas itu sebagai siswa normal. Ia telat mikir dan malas. Menyandang dyslexia dan bermasalah dengan “keusilannya”. Telinganya hampir tuli sempurna setelah petugas kereta mengetuk kepalanya, karena ledakan yang terjadi pada percobaan kimia yang dilakukan di moda itu dan nyaris membakar.

Sampai akhirnya menemukan bohlam lampu yang menerangi dunia, bahkan menyiangi gelapnya sekolah yang telah menendangnya, barulah dunia tahu ada kesalahan dalam memahami arti dyslexia selain hanya melihat pengidapnya sebagai kekurangan.

Edison tak menyesal pada guru dan sekolah itu, meski hanya dibolehkan duduk sebagai siswa sekolah formal 100 hari selama hidupnya.

Pembina upacara kembali bertanya tentang nama pada kisah ketiga, yang bukan saja akrab di telinga, tetapi di lidah semua peserta: “Siapa yang tahu KFC?”

Semua peserta tersenyum dan kompak memandang asisten pembina upacara penjepit map itu. Dia paling suka menyantap makanan cepat saji yang sering dikritik sebagai menu kurang sehat. “Colonel Sanders!” seru pembina upacara itu. Sanders tak kenal lelah, 1.000 kali lebih mendatangi restoran untuk menu makanan yang dibikinnya dan ditolak. Sampai akhirnya sukses mendirikan kedai KFC di seluruh dunia.

Menggenapi kisah keempat sebelum menutup pidatonya, pembina upacara bertanya tentang nama yang setiap waktu dibaca kisah-kisahnya. “Satu lagi. Kalian pasti kenal penulis novel tekenal dari Inggris J.K Rowling?” Dia mirip kisah tiga tokoh sebelumnya. Beberapa kali penerbit menolak novel dongeng Harry Potter yang ditulisnya, sebelum akhirnya menjadi best seller dunia.

Upacara bendera pagi itu bukan upacara biasa. Bukan saja sudah berhasil menghapus rasa tegang yang biasa terjadi di hadapan bendera, juga kisah-kisah yang menginspirasi imajinasi anak-anak itu di hari pertama sekolah dimulai.

Dua kotak di samping pembina itu saja sudah menjadi pembeda. Kardus berisi empat cerita dalam satu upacara, dan akan dikisahkan menjadi sejarah yang akan menginspirasi anak-anak untuk tidak mudah menyerah. Terus berani mencoba, lagi, dan lagi.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru