YOGYAKARTA- Terdakwa pemalsu dokumen restrukturisasi Bank Mandiri, Margiyanto dituntut hukuman penjara selama 1 tahun di Pengadilan Negeri Sleman, Senin (4/10/2020) sore.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU Siti Mahanim SH di muka persidangan dengan majelis hakim diketuai oleh Suratni SH, anggota Ria Helpina SH dan Dr Devi Mahendrayanin SH.
Jaksa menyebutkan, pria warga Desa Jungke, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah ini terbukti melakukan pemalsuan dokumen restrukturisasi pada Bank Mandiri Kantor Cabang Pembantu Pasar Tejem Maguwoharjo, Depok, Sleman.
“Menuntut, agar supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Sleman menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan surat melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP, menuntut pidana penjara selama satu tahun,” tegas jaksa.
Menurutnya, hal yang memberatkan lantaran terdakwa bekerja di suatu bank BUMN seharusnya bersikap jujur, selain itu terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Hal yang meringankan terdakwa sebagai tulang punggung keluarga.
Atas tuntutan itu terdakwa yang didampingi oleh kuasa hukumnya Mujiman, SH mengatakan akan segera mengajukan pembelaan untuk membantah dakwaan jaksa.
“Ya tadi sudah kita dengarkan bersama tuntutan 1 tahun penjara, selanjutnya akan kita susun pledoi, akan kita sampaikan pada sidang selanjutnya,” ungkapnya.
Kepada Bergelora.com di Yogyakarta dilaporkan, sebelumnya, dalam surat dakwaan JPU menerapkan sebanyak 5 pasal alternatif, yang pertama dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP atau Pasal 263 ayat (2) KUHP atau Pasal 372 KUHP atau Pasal 49 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU RI nomor 7 Tahun 1993 tentang Perbankan atau dakwaan kelima Pasal 49 ayat (2) huruf b UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU RI nomor 7 Tahun 1993 tentang Perbankan.
Terdakwa ketika itu menjabat sebagai Mikro Kredit Sales PT Bank Mandiri KCP Pasar Tajem mulai September 2012 sampai Januari 2020.
Berawal pinjaman ke Bank Mandiri oleh Gerhard Lumban Tobing sebagai debitur pada 23 Februari 2017. Lalu pada tahun 2018 tagihan macet, GL Tobing ditagih oleh petugas Bank Mandiri dan menegaskan bahwa sudah tidak mampu membayar.
Pada Agustus 2018 pinjaman GL Tobing dibuat restrukturisasi dengan tanpa izin debitur tersebut, dokumen pengajuan kredit berupa form pengajuan kredit dan form hasil negosiasi telah ada di atas meja Dian Rindu Gufara serta sudah terdapat tandatangan GL Tobing hingga diproses dan disetujui proses restrukturisasinya. Padahal debitur merasa tidak menandatangani berkas restrukturisasi.
Diketahui bahwa ada dugaan pemalsuan tandatangan sesuai pemeriksaan laboratoris kriminalistik nomor 2619/DTF/2019 tanggal 23 Oktober 2019. Sehingga korban GL Tobing membawa perkara ini melalui jalur hukum.
GL Tobing sebelumnya juga sempat melakukan audiensi ke Kejati, mempertanyakan dua tersangka lain yang hingga kini belum berlanjut proses hukumnya.
Melalui kuasa hukumnya, Bayu Hutabarat SH, pihaknya berharap agar kejaksaan memroses lebih lanjut dua tersangka dari pihak bank tersebut.
“Semula ada tiga tersangka, kemudian displit berkasnya. Dua tersangka ini sudah dilimpahkan penyidik ke kejaksaan, namun dikembalikan dengan perinta untuk dilengkapi alat buktinya,” kata Bayu.
Bayu menyayangkan kejaksaan mengembalikan berkas dua tersangka itu tanpa petunjtuk, mengenai alat bukti apalagi yang harus dlengkapi. “Alat bukti sudah cukup, lantas alat bukti apalagi untuk meneruskan dua tersangka lain ke penuntutan,” tukasnya.
JPU Dipindah
Sementara itu menurut GL Tobing 2 orang tersangka lain yaitu Dian Rindu Gufara (pimpinan) dan Rukhi belum di seret ke pengadilan karena JPU mengatakan tidak memenuhi unsur.
“Lucunya 2 tersangka itu masih wajib lapor di Polda. Sementara JPU pertama malah pindah ke Madiun waktu akan membaca tuntutan sehingga mundur 2 kali. Ada apa JPU Kejati dengan Bank Mandiri?” katanya. (Windarti)