Selasa, 16 September 2025

DUNIA RAMAI-RAMAI BUANG USD..! Perang Dagang Trump Jadi Bumerang, Bikin Susah Warga Sendiri

JAKARTA – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menghapus de-minimis, kebijakan yang membebaskan pajak impor barang-barang murah dari luar negeri dengan harga di bawah US$800 (Rp13,1 juta).

Penghapusan tersebut telah memberikan dampak besar bagi banyak warga Amerika. Pasalnya tidak sedikit warga Amerika yang berbelanja lewat situs e-commerce China berbiaya sangat rendah seperti Shein, Temu, dan AliExpress untuk berbagai barang kebutuhan.

Menurut laporan penelitian kongres, lebih dari 80% dari total pengiriman e-commerce AS pada tahun 2022 adalah impor de minimis, yang sebagian besar berasal dari China.

Badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS menyebut pihaknya memproses “hampir 4 juta pengiriman de minimis bebas bea setiap hari.”

Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengiriman tersebut berasal dari China dan Hong Kong.
Secara total, selama tahun fiskal terakhir, CBP mengatakan 1,36 miliar paket datang ke AS berdasarkan pengecualian de minimis.

“Saya tidak mampu membeli dari Temu sekarang, dan saya sudah tidak mampu membeli di negara ini,” kata Rena Scott, seorang perawat pensiunan berusia 64 tahun dari Virginia, dikutip Bergelora.com, Sabtu (3/5/2025).

Rumah tangga berpendapatan rendah akan paling menderita akibat berakhirnya situs e-commerce murah China.

Sekitar 48% paket de minimis dikirim ke kode pos termiskin di Amerika Serikat, sementara 22% dikirim ke kode pos terkaya, menurut penelitian Februari dari ekonom UCLA dan Yale.

Perubahan tersebut dapat terjadi secara bertahap. Misalnya, Shein dan Temu telah menaikkan harga sebelum berakhirnya pengecualian de minimis, menaikkan harga beberapa barang di situsnya.

“Karena perubahan terbaru dalam aturan dan tarif perdagangan global, biaya operasional kami telah meningkat. Untuk terus menawarkan produk yang Anda sukai tanpa mengorbankan kualitas, kami akan melakukan penyesuaian harga,” kata Shein dalam pemberitahuan yang diunggah daring baru-baru ini.

“Kami melakukan segala yang kami bisa untuk menjaga harga tetap rendah dan meminimalkan dampaknya pada Anda.”

Tidak jelas apakah akan ada kenaikan harga lebih lanjut dari pengecer tersebut dan lainnya.

Pengirim juga akan melihat biaya yang lebih tinggi. DHL meyebut perusahaannya telah “menambah jumlah staf kami untuk mendukung volume tambahan izin masuk informal yang kami antisipasi.”

Barang dari China dan Hong Kong yang dikirim melalui UPS, DHL, dan FedEx dikenakan tarif dasar 145%, ditambah tarif khusus produk tambahan. Barang yang dikirim melalui United States Postal Service (USPS) akan dikenakan tarif dasar 120% atau biaya tetap US$100 per item pos. Mulai 1 Juni, biaya tetap akan meningkat menjadi US$200.

Sebagian besar basis MAGA Trump tetap mendukung presiden, mengatakan dalam unggahan media sosial dan laporan berita bahwa mereka akan melewati rintangan ekonomi dengan keyakinan mereka kepada presiden. Namun, semakin banyak orang Amerika yang merasa sebaliknya.

Sebanyak 59% mayoritas publik sekarang mengatakan kebijakan Trump telah memperburuk kondisi ekonomi AS, menurut jajak pendapat CNN yang dilakukan oleh SSRS bulan lalu.

Survei tersebut dilakukan dari tanggal 17 hingga 24 April, setelah Gedung Putih pertama kali mengumumkan tarif baru yang besar pada puluhan negara, dan kemudian menghentikan sementara pada banyak negara. Meski begitu, 6 dari 10 responden mengatakan bahwa kebijakan Trump telah meningkatkan biaya hidup di komunitas mereka.

Dunia Ramai-ramai Buang USD

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Dominasi dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang utama dunia mulai tercancam ditinggalkan. Sejumlah negara mengalihkan ketergantungan mereka dari dolar AS ke aset lain seperti emas, mata uang lokal hingga aset digital.

Fenomena ini muncul seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap dominasi dolar AS di tengah kebijakan ekonomi yang dianggap agresif seperti penerapan tarif perdagangan Pemerintah AS.

Mengutip laporan Watcher Guru, tren global saat ini menunjukkan pergeseran menuju sistem mata uang multipolar. Sejumlah negara memilih untuk mendiversifikasi cadangan devisa mereka demi mengurangi risiko ekonomi yang ditimbulkan oleh ketergantungan terhadap dolar AS.

Negara Beralih ke Emas

Harga emas dunia mencapai rekor tertinggi dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini dipicu oleh aksi sejumlah negara yang meningkatkan kepemilikan cadangan emas mereka sebagai upaya diversifikasi dan perlindungan terhadap volatilitas pasar.

Negara seperti China dan India diketahui aktif menambah cadangan emas mereka. Langkah ini dinilai sebagai strategi untuk menghadapi ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan tarif AS yang dimulai sejak era Presiden Donald Trump.

Emas dianggap sebagai aset lindung nilai (safe haven) yang andal di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu.

Meningkatkan Investasi Aset Digital

Selain emas, beberapa negara juga mulai melirik aset digital seperti Bitcoin sebagai alternatif investasi. Aset kripto ini dinilai memiliki potensi pertumbuhan tinggi serta memberikan diversifikasi dari eksposur terhadap dolar AS. Langkah ini mencerminkan upaya negara-negara untuk mencari kestabilan baru dalam sistem keuangan global yang kian kompleks.

Promosi Mata Uang Lokal Sejumlah negara seperti China dan Rusia telah lama mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam perdagangan internasional.

Kedua negara lebih banyak menggunakan mata uang lokal seperti yuan dan rubel dalam transaksi bilateral. Negara-negara lain juga mulai mengikuti langkah tersebut, dengan mempertimbangkan penggunaan mata uang alternatif seperti yuan China dan euro untuk memperkuat kedaulatan ekonomi mereka. Penggunaan mata uang lokal dinilai mampu mengurangi eksposur terhadap fluktuasi dolar dan memberikan kontrol lebih besar dalam kebijakan moneter domestik. (Web Warouw)
 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru