Presiden Joko Widodo dapat dipastikan akan terpilih lagi dalam Pemilu 2019 untuk memimpin Indonesia 2019-2024. Yang strategis saat ini adalah memastikan wakil presiden yang akan mendampingi kerja Presiden Jokowi selama 5 tahun kedepan. Khairuddin Juraid, Pokja Pemenangan Wilayah Timur DPP Partai Golkar menuliskan syarat-syarat pendamping Jokowi dan dimuat Bergelora.com (Redaksi)
Oleh: Khairuddin Juraid
HARI-HARI seleksi sudah dimulai. Nama-nama sudah disebut. Setiap pendukung berlomba menunjukkan keunggulan calon masing–masing. Aneka alasan penguat diajukan untuk membenarkan yang dijagokan adalah yang paling sesuai menjadi bakal calon wakil presiden dalam pemilu 2019.
Wacana mengerucut menjadi bakal calon wakil presiden karena pergulatan bakal calon presiden boleh disebut sudah selesai. Serangkaian jajak pendapat secara konsisten menampakkan hanya dua nama paling potensial bersaing, Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Sementara nama-nama lain amat jauh potensi keterpilihan atau elektabiltasnya dibandingkan Jokowi dan Prabowo.
Selain itu, meski politik adalah seni kemungkinan, mengajukan nama lain, yang oleh sebagian pihak disebut poros ketiga, nyaris sulit diwujudkan. Hampir seluruh partai-partai yang berhak mengajukan pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden sudah merapat ke kedua nama itu.
Karena itu, wajar partai-partai dan jaringan pendukung memilih berkonsentrasi pada perebutan kursi bakal calon wakil presiden. Meski banyak alasan diajukan, paling tidak ada 4 (empat) faktor yang harus dipertimbangkan untuk menentukan kelayakan seseorang menjadi bakal calon wakil presiden.
Pertama, bersih. Indonesia sangat membutuhkan calon pemimpin negara dengan rekam jejak bersih. Paling tidak bersih dari korupsi dan narkotika, dua masalah pelik yang merundung bangsa ini teramat pekat. Bersih dari korupsi adalah syarat mutlak orang yang akan menjadi bakal calon wakil presiden. Dengan rekam jejak bersih, maka tidak ada beban atau hambatan bekerja jika terpilih.
Tentu bersih saja tidak cukup bagi setiap orang yang menjadi peserta pemilu. Karena itu dibutuhkan faktor kedua, dukungan mesin politik.
Pemilu adalah puncak kerja politik dan karena itu dibutuhkan mesin yang bisa menopang seorang bakal calon wakil presiden. Dibutuhkan mesin yang teruji bisa bergerak cepat, tertata, dan mampu menjangkau pemilih dari Sabang sampai Merauke. Kinerja mesin bisa dilihat dari hasil beberapa pemilu. Mesin politik yang dalam kondisi paling berat dan tekanan kuat tetap bisa bertahan sebagai salah satu unggulan di panggung politik nasional jelas mesin yang tidak bisa diabaikan.
Mesin politik, sebutlah partai, yang baik tentu saja mempunyai mekanisme organisasi untuk bergerak atau membuat keputusan. Pada partai yang baik, keputusan yang sudah dibuat akan dijalankan jajaran partai dari tingkat pusat sampai ke anak ranting di kelurahan. Mereka yang akan mengajak para pemiih untuk memberi suara pada pasangan presiden dan wakil presiden.
Karena itu, penting memastikan memilih tokoh yang benar-benar akan didukung mesin politik yang teruji mampu bergerak tertata, cepat, dan menjangkau pemilih di bumi khatulistiwa ini. Bukan tokoh yang hanya mendapat dukungan di atas kertas, sementara mesin pendukungnya enggan bergerak.
Faktor ketiga, penerimaan pasar. Faktor ini tidak bisa diabaikan pada dunia yang nyaris tidak mengenal batas seperti sekarang. Calon yang tidak diterima pasar dan dunia usaha akan menyulitkan Indonesia yang sedang berusaha menarik investasi sebagai penggerak perekonomian. Dari seluruh faktor penggerak perekonomian yakni belanja pemerintah, konsumsi rumah tangga, perdagangan luar negeri, dan investasi baik asing maupun domestik, tinggal perdagangan dan investasi masih bisa didorong.
Belanja negara sulit didorong karena ada aturan batas atas defisit APBN sehingga APBN tidak bisa didorong lebih tinggi lagi selagi pendapatan negara belum bisa dilejitkan. Sementara konsumsi tidak bisa didorong lebih tinggi karena alasan inflasi.
Sementara perdagangan luar negeri dan investasi masih berpeluang dipacu lebih tinggi. Akan tetapi, kedua faktor yang saling berkaitan itu amat erat kaitannya dengan penerimaan pasar pada pemerintah dan tokoh-tokoh di pemerintahan.
Para pelaku pasar dan calon investor akan menjauhi daerah atau negara yang pemimpin atau calon pemimpinnya menunjukkan sikap resisten terhadap pasar. Dengan sifat modal yang tidak mengenal kewarganegaraan, para pemiliknya akan memilih menaruh modalnya di tempat-tempat yang ramah bagi mereka.
Setelah dukungan mesin dan penerimaan pasar, faktor keempat yang wajib dimiliki bakal calon adalah modal elektoral. Bagaimana pun, pemilu adalah soal elektoral. Figur yang tidak punya basis pemilih tentu saja tidak layak masuk daftar bakal calon.
Seperti pada mesin politik, cara melihat dukungan elektoral seorang figur adalah hasil dari beberapa pemilu. Tokoh yang teruji mendapat dukungan dari beberapa pemilu tentu saja layak dijadikan bakal calon wakil presiden.
Pada faktor elektoral, suka atau tidak, mempertimbangkan pula soal primordial. Bakal calon wakil presiden tentu saja harus punya potensi dukungan dari kelompok-kelompok pemilik suara terbesar. Fakta itu tidak bisa dipungkiri. Sebab, pemilu adalah soal meraih berapa banyak suara pemilih.
Tentu saja masih ada banyak daftar syarat wajib bagi setiap bakal calon wakil presiden. Walakin, tokoh yang unggul atau memenuhi seluruh empat faktor itu tentu layak dipertimbangkan sebagai bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi Jokowi di pemilu 2019.