Oleh: Dr. Kurtubi *
IBARAT duren yg merupakan “raja buah-buahan”, energi nuklir dapat dilihat sebagai rajanya energi. Secara alamiah kandungan listrik dari 1 gram uranium setara dengan listrik dari 3 ton batubara. Atau Listrik dari 1 kg uranium setara dengan listrik dari 3 ribu ton batubara.
Energi nuklir menghasilkan listrik bersih ramah lingkungan bebas dari emisi karbon CO2, pollutant SOx, NOx, dan debu. Bersifat non intermitten nyala non stop 24 jam. Tidak tergantung pada iklim, hujan, angin, air sungai, air laut, dan tumbuh-tumbuhan.
Teknologi PLTN Generasi ke 4 yang dikembangkan oleh para ahli nuklir sudah lebih aman karena proses kimianya tidak lagi pada tekanan atmosfir yang sangat tinggi. tetapi pada tekanan atmosfir normal.
Baik yang berbasis Uranium maupun berbasis Thorium dengan biaya produksi listrik (LCOE) yang sangat kompetitif dengan listrik dari PLTU Batubara, bahkan bisa dibawah US$0.7 per kWh.
Sehingga Kesepakatan Pemerintah/BAPPENAS dan DPRRI sangat tepat dan bersejarah dalam melahirkan UU Tentang RPJPN ( Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) Tahun 2025-2045 dengan Target PLTN pertama siap beroperasi tahun 2032.
Sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang terbaru, dimana tidak lagi memposisikan dan menganaktirikan PLTN sebagai OPSI PILIHAN TERAKHIR yg diberlakukan pasca kecelajaan PLTN Fukushima pada tahun 2011
Kita mengharapkan agar Presiden Terpilih Prabowo Subianto berkenan memproklamirkan lahirnya industri nuklir terintegrasi hulu hilir di tanah air. Agar sekaligus pada saatnya kita bisa memanfaatkan kekayaan sumber daya alam energi nuklir karunia Ilahi yang berupa Uranium dan Thorium yang ada di perut bumi negara kita.
Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan Bahan Bakar Nuklir (BBN ) semua PLTN dalam negeri dalam jangka panjang jauh kedepan tidak tergantung dari BBN import .
Selama ini potensi Uranium dan Thorium dalam negeri dibiarkan nganggur malah boleh jadi ada yang diekspor secara sengaja atau tidak sengaja tercampur dengan mineral logam timah, tembaga, dan lain-lain.
Agar pengelolaan dan proses investasi industri nuklir simpel dan effisien, sehingga Investor Nuklir dalam negeri maupun asing berlomba-lomba bernvestasi di Indonesia membawa dana dan teknologinya. Sebaiknya manfaatkan dan optimalkan peran Kementerian/Lembaga nuklir negara yang sudah ada, seperti BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional) untuk melakukan wewenangnya melakukan uji coba, mengontrol, mengawasi serta memberi izin operasi semua pltn komersial yang dibangun dan beroperasi di Indonesia. Dengan berpegang dan mengacu kepada prinsip-prinsip Keamanan PLTN dari Badan Energi Atom International (IAEA).
Cita-cita Presiden RI Pertama Soekarno untuk membangun PLTN sejak tahun 1950an, tidak lama lagi, akan terwujud menjadi kenyataan. Meskipun sebenarnya Negara/APBN belum pernah menganggarkan pembangunan PLTN.
Optimisme akan lahirnya PLTN Pertama saat ini muncul karena sejak lebih 10 tahun yang lalu ternyata sudah ada Investor Energi Nuklir Non APBN dari luar negeri yan membuka cabangnya di Indonesia, yaitu THORCON ENERGY.
Dengan modal Rp17 Triliun berencana membangun PLTN Generasi ke 4 di Bangka Belitung dan akan menjual listriknya ke PLN dengan harga yang sangat kompetitif dengan listrik PLTU Batubara yang merupakan penghasil listrik terbesar di Indonesia. Sehingga kehadiran PLTN Pertama tidak harus dengan memberatkan rakyat dan menjadi beban subsidi energi di APBN.
Di era dunia yang bersepakat untuk mengurangi kenaikan suhu bumi, kita butuhkan kehadiran PLTN karena Negara kita sudah meratifikasi Paris Agreement on Climate Change menjadi UU No.16/2016. Komisi VII DPRRI periode 2014-2019 bersama Menteri LHK membahas RUU nya secara intensif lewat puluhan kali rapat.
Selain PLTN tentunya kita butuhkan untuk menjadi bagian dalam upaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui peran PLTN sebagai pensupply listrik bersih ramah lingkungan non intermitten, tidak membutuhkan Baterai Storage (power bank) yang mahal dalam mendukung industrialisasi. Termasuk mendukung kegiatan usaha UMKM serta hilirisasi Sumber Daya Alam untuk dapat beroperasi 24 jam non stop. Ini agar Indonesia terlepas dari Jebakan Pertumbuhan Ekonomi yang berputar-putar di level sekitar 5% yang terjadi puluhan tahun pasca tercapainya pertumbuhan ekonomi tertinggi tahun 1980.
Pada saat sektor migas dikelola berdasarkan UU No.44/ Prp/1960 dan UU No.8/1971 yang sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945. Indonesia menjadi exporter Minyak anggota OPEC sekaligus exporter LNG terbesar di dunia.
Dengan kehadiran PLTN yang massif dan berkesinambungan ditambah dengan peningkatan produksi migas untuk dipersiapkan dikonversi menjadi produk petrokimia semasa transusi energi.
Maka pertumbuhan ekonomi tinggiuntuk menjadi Negara Industri maju dengan kekuatan ekonomi terbesar no.4 atau no.5 di dunia pada tahun 2045 akan bisa tercapai dan terus sustainable dan berjelanjutan.
—-
*Penulis Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019. Alumnus SMAN Mataram, FEUI Jakarta, IFP Perancis dan CSM Amerika.