Minggu, 13 Juli 2025

Energi Nuklir, Syarat Utama Menjadi Negara Kuat

Reaktor nuklir di China. (Ist)

Syarat menjadi negara maju dan modern adalah ketersediaan energi yang akan menopang industri dan pembangunan kesejahteraan rakyat. Tanpa ketersediaan energi, Indonesia sebagai bangsa yang besar akan tetap tertinggal dalam kegelapan ditelan bangsa lain seperti saat ini. Nuklir adalah satu-satunya syarat untuk Indonesia menjadi negara besar. Pakar energi, Dr. Kurtubi terus memperjuangkan membuka kesadaran para pengambil kebijakan yang mengemban mandate rakyat. Agar secepatnya membangun Pusat Listrik Tenaga Nuklir. Agar menjadi negara besar terus menjadi mimpi di siang bolong. Bergelora.com menyampaikannya kepada pembaca. (Redaksi)

Oleh: Kurtubi

MOBIL listrik salah satu solusi menuju udara yang bersih, sehat dan ramah lingkungan karena akan mengurangi pemakaian energi berbasis fosil di sektor  transportasi. Kendaraan listrik akan bisa  mengurangi emisi karbon dan polutan yang dihasilkan dari pemakaian energi fosil di jalan raya.

Pemakaian energi fosil  yang banyak menghasilkan emisi karbon adalah pemakaian  batubara untuk pembangkit listrik (PLTU). Listrik dari batubara merupakan penghasil CO2 terbesar, penghasil polutan terbesar (NOx, SOx, debu termasuk debu mercuri). Selain itu disusul listrik dari BBM (PLTDiesel),  diikuti oleh listrik dari gas (PLTG) yang merupakan jenis energi fosil yang paling bersih.

Tragisnya, justru sekitar 60% listrik di Pulau Jawa berasal dari PLTU batubara kapasitas besar yang mengelilingi Pulau Jawa,– mulai dari Banten Utara, Tanjung Priok, Indramayu, Cirebon, Batang,  Tanjung Jati, Paiton, Yogyakarta, Cilacap… dan lainnya. Hal ini terjadi karena kebijakan energi yang kurang tepat dengan menganggap bahwa listrik dari batubara itu paling murah yaitu sekarang sekitar 6 – 7 Cent$/kwh.

Perhitungan harga listrik batubara menjadi paling murah, lebih murah dari listrik EBT (Energi Baru dan Terbarukan), yaitu listrik dari panas bumi, tenaga surya, tenaga bayu, tenaga bio/nabati dan tenaga nuklir. Karena, dalam menghitung harga listrik dari batubara, BELUM/TIDAK memasukkan biaya eksternalitas yang harus dibayar karena listrik batubara yang kotor. Di negara-negara maju, listrik dari batubara dikenai carbon tax yang tinggi.

Kedepan sebaiknya pembangunan pembangkit listrik dari energi bersih yang berasal dari EBT yang harus direalisasikan. Semoga Rancangan Undang-Undang EBT yang saat ini sedang dibahas di DPR RI bisa segera disahkan menjadi Undang-Undang.

Tantangannya adalah,– teknologi dari pembangkit Listrik EBT harus didorong melakukan pengembangan dan inovasi untuk bisa menghasilkan teknologi yang membikin harga listriknya bisa lebih murah, efisien dan bersaing. Contoh,– saat ini listrik dari panas bumi, dari tenaga surya dan tenaga angin dan lainnya sekitar 12 Cent$/kwh. Ini sama dengan harga listrik dari PLTNuklir yang ditawarkan oleh Rosatom.

Teknologi PLTN  Generasi 1 hingga Generasi 3 memang relatif mahal.  Kini Teknologi PLTN terus dikembangkan,  sudah pada tahap Generasi III Plus dan Generasi 4.

PLTN Berbasis Uranium Type Small Modular Reactor (SMR) dan PLTN Berbasis Thorium Type Molten Salt Rector (MSR) sangat effisien dan aman. Misalnya, untuk PLTN Type MSR harga listriknya sudah jauh berkurang, kini menjadi sekitar sekitar 5 cent$/kwh.  Sehingga bisa bersaing dengan listrik batubara.  

Listrik dari Energi Nuklir sangat bersih bebas dari emisi karbon dan polutan.  Dalam nomenklatur managemen energi di Indonesia, PLTN masuk katagori sebagai energi baru. PLTN juga sangat bersaing dengan listrik dari  Energi Terbarukan yang secara alamiah bersifat intermitten, yang tidak bisa menghasilkan listrik/stroom 24 jam dalam sehari semalam dan 365 hari dalam setahun.

PLTN tidak membutuhkan media storage (baterai dan aki) dalam jumlah sangat besar seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang tidak bersahabat dengan mendung dan hujan dan bahkan produktivitasnya nol pada malam hari.

Demikian juga dengan Tenaga Bayu yang 100% bergantung pada hembusan angin.  Manakala ‘anginnya angina-anginan’, kincirnya momot-meco (kincir tidak bergerak sama sekali-bahasa Sasak),– produktivitasnya nol baik dikala siang atau malam.

Sedangkan listrik dari Tenaga Air sangat produktif dimusim hujan, tapi dimusim kemarau produktivitas anjlok. 

Energi intermitten ini juga berpotensi merusak lingkungan. Karena membutuhkan storage berupa aki untuk menyimpan  stroom dalam jumlah besar.

Sebagai bangsa besar, yang membutuhkan tambahan listrik bersih dalam jumlah besar untuk bisa menjadi negara maju, maka ketersediaan ketersediaan listrik tidak boleh digantungkan hanya kepada satu jenis pembangkit saja. Semua jenis pembangkit listrik  bersih  dari EBT kita butuhkan sambil semua jenis pembangkit  didorong untuk masing-masing terus mengembangkan teknologinya yang semakin efisien.

Satu hal lagi mengapa bangsa kita membangun PLTN, adalah apabila dikemudian hari bangsa kita terpaksa harus mempertahankan diri dari serangan musuh,–maka opsi mambuat bom atom hanya tinggal satu langkah terkait peningkatan prosentase pengayaan (enrichment) uranium dari hanya sekitar 4% yang diperlukan untuk PLTN menjadi sekitar 90% untuk membikin bom atom.

Tapi,– sekali lagi, tujuan pembangunan PLTN dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan listrik yang bersih, BUKAN untuk membuat bom atom yang membutuhkan prasyarat dan pengawasan yang sangat ketat dari Badan Tenaga Atom International (IAEA). 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru