JAKARTA – Praktisi hukum di Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Tobias Rangie SH (Panglima Jambul), mendesak Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Ditreskrimsus Polda Metro Jaya) untuk menangkap komplotan Natailius Pigai, Rocky Gerung, Rafli Harun, Adhie S Massardi dan Hersebeno Arif.
“Empat orang ini hanya tukang buat gaduh, tukang buat onar, mengadu-domba antar masyarakat dengan mengeksploitir kelompok minoritas,” kata Panglima Jambul, Senin, 6 Desember 2021.
Panglima Jambul, mengatakan hal itu, menanggapi penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, mulai meminta keterangan saksi di Jakarta, Rabu, 7 Desember 2021.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Rabu, 1 Desember 2021, Advokat Perekat Nusantara, resmi melaporkan komplotan Natailius Pigai dan Rocky Gerung ke Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, atas tuduhan dan fitnahan terhadap Antonius Benny Susetyo Pr, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) utusan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Natalius Pigai, mantan anggota Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) 2012 – 2017. Rocky Gerung, mantan tim sukses Prabowo Subianto dalam Pemilihan Umum Presiden tahun 2019.
Rafli Harun, praktisi hukum dan mantan komisaris di salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Adhie S Massardi, mantan jurubicara Presiden Abdurachman Wahid (Gus Dur) 1999 – 2001. Hersubeno Arief, youtuber.
“Saya minta Antonius Benny Susetyo, jangan buka pintu damai dengan komplotan ini. Kalau dimaafkan, malah nanti besar kepala. Biarkan mereka merasakan pengapnya tahanan Polisi dan sumpeknya ruang tahanan penjara,” kata Panglima Jambul.
Panglima Jambul mengingatkan KWI, untuk tidak terlibat di dalam upaya mendamaikan, karena ada Natalius Pigai. Karena Natalius Pigai, bukan siapa-siapa lagi setelah tidak lagi menjadi anggota Komnas HAM. Natalius Pigai, bukan tokoh nasional, karena hanya tukang buat onar.
Advokat Perekat Nusantara, terdiri dari Petrus Selestinus, Mansur Arsyad, Carel Ticualu, Daniel T. Masiku, Peter Singkali, Thomas Berdy Dewa, Ando, dan Frans R. Delong, melaporkan komplotan Natalius Pigai, Rocky Gerung, Rafly Harun, Adhie S Massardi dan Hersubeno Arief ke Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Jakarta, pukul 11.00 WIB, Rabu, 1 Desember 2021.
“Tujuh fakta kebohongan dilakukan Natalius Pigai, Rocky Gerung, Adhie S Massardi, Rafli Harun dan Hersubeno Arief, sudah masuk ranah pidana, sehingga harus diproses hukum, sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Petrus Selestinus, Koordinator Advokat Perekat Nusantara, Jumat, 3 Desember 2021.
Komplotan ini, hidup dari menjual konten pengadu-domba, memfitnah, sehingga jika dibiarkan berlarut-larut, berpotensi memecah-belah antar segenap komponen masyarakat, dengan mendiskreditkan simbol-simbol kelompok minoritas, untuk kepentingan pribadi.
Petrus Selestinus mengatakan, fitnah yang dilakukan terhadap Antonius Benny Susetyo Pr, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), utusan dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), berawal dari wawancara Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di Chanel YouTube Rocky Gerung Official, 23 Nopember 2021.
Judul konten: “Campur Tangan Urusan MUI, Romo Benny Harus Mundur atau dipecat dari BPIP”, mendadak menjadi viral dan berdampak pada munculnya rekasi yang mengarah kepada berita bohong dan mengandung unsur Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
Penilaian Hersubeno Arief dan Rocky Gerung, tentang Antonius Benny Susetyo, dilakukan secara berlebihan melampaui fakta-fakta.
Atau menutup-nutupi fakta-fakta yang sebenarnya atau lebih tepat disebut sebagai sesuatu yang tidak pernah diucapkan Antonius Benny Susetyo. Namun telah dieksploitasi sedemikian rupa, seakan-akan Antonius Benny Susetyo telah meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) dibubarkan.
Padahal sumber penilaian Hersubeno Arief dan Rocky Gerung adalah judul berita video YouTube Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) Media, 20 Nopember 2021, berjudul “MUI Harus Berbenah, Jangan Jadi Sarang Kepompok Radikal“.
Likng konten RKN Media, 20 Nopember 2021, di-retwitt ke twitter Antonius Benny Susetyo, berisi judul wawancara dengan Hendardi, Ketua Badan Pengurus Setara Institut, terkait penangkapan 3 tersangka teroris oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polisi Republik Indonesia di Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Selasa dinihari, 16 Nopember 2021.
Tiga Tersangka Teroris
Tiga tersangka teroris dari jaringan Jamaah Islamiah (JI), yaitu Ahmad Zain An Najah, Komisi Fatwa MUI, Ahmad Farid Okbah (dosen) dan Anung Al Hamat.
Ahmad Zain An-Najah, salah pihak yang terlibat di dalam mengeluarkan Fatwa MUI tahun 2017 kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ahok dituduh melakukan penistaan terhadap Agama Islam, sehingga dipenjara 2 tahun, di Jakarta, Selasa, 9 Mei 2017. Kini, Ahok sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.
Ahmad Zain An-Najah merupakan Ketua Dewan Syariah Lembaga Amal Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (BM ABA), yang menyebarkan puluhan ribu kotak amal di sejumlah wilayah di Indonesia untuk pendanaan JI. Ahmad Farid Okbah sebagai anggota Dewan Syariah ABA.
Pada awal November 2021, Detasemen Khusus Antiteror 88 Polisi Republik Indonesia, telah membekukan rekening milik BM ABA dan menyita sejumlah aset lembaga itu.
Kementerian Agama Republik Indonesia telah mencabut izin operasional Yayasan ABA yang berbasis di Jakarta itu sejak Januari 2021, karena terbukti melakukan penghimpunan dana terkait dengan tindakan pidana terorisme.
Lebih dari 20.000 kotak amal dari Yayasan ABA tersebar di Provinsi Lampung dengan 6.000 unit, disusul Jawa Timur dengan 5.300 unit, Sumatra Utara dengan 4.000 unit, Jawa Tengah dengan 2.700 unit, Yogyakarta 2.000 unit, dan puluhan lainnya di Maluku dan Jakarta.
Ahmad Zain An-Najah menjabat sebagai Direktur Pesantren Tinggi Al Islam yang bernaung di bawah Yayasan Al Islam yang diketuai Ahmad Farid Okbah.
Anung Al-Hamat, merupakan anggota dewan pengawas JI, bekerja sebagai seorang dosen di salah satu perguruan tinggi, merupakan anggota Perisai Nusantara Esa, sayap JI dalam bidang advokasi dan pengumpulan dana.
Pada tahun 2018, Hanung Al-Hamat, ikut memberikan uang tunai untuk Perisai Nusantara Esa.
Tujuh Kebohongan
Dijelaskan Petrus Selestinus, Perekat Nusantara, mencatat 7 fakta yang membuktikan bahwa pernyataan Harsubeno Arief, Rocky Gerung, Adhie M. Massardi, Refly Harun dan Natalius Pigai berisi pernyataan bohong, mengandung hate speach (ujaran kebencian), mengadu domba dan berpotensi menimbulkan rasa kebencian antar individu dan kelompok SARA.
Pertama, tidak ada narasi, wajah dan nama Antonius Benny Susetyo, seorang imam diosesan Gereja Katolik di dalam wawancara Video YouTube RKN Media dengan Dr Hendardi atau siapapun pada tanggal 20 Nopember 2021 yang menjadi sumber penilaian Hersubeno Arief dan Rocky Gerung.
Kedua, tidak ada satupun pernyataan Antonius Benny Susetyo, baik di dalam YouTube maupun dalan pemberitaan media online yang meminta MUI dibubarkan, terkait penangkapan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polisi Republik Indonesia, terhadap beberapa orang terduga/tersangka pelaku dugaan terorisme, Selasa dinihari, 16 Nopember 2021.
Ketiga, tidak ada klarifikasi dari Harsubeno Arif, Rocky Gerung, Refly Harun, Adhie Massardi dan Natalius Pigai terkait tuduhan bahwa Antonius Benny Susetyo, telah membuat pernyataan meminta MUI dibubarkan atau MUI jangan jadi sarang teroris dan semacam lainnya.
Keempat, dalam wawancara Antonius Benny Susetyo dengan Media Online Republika.id, dan lain-lain, pada 21 Nopember 2021, Antonius Benny Susetyo Pr, justru menegaskan bahwa: “Negara ini butuh MUI. Karena selama ini, MUI, secara aktif mengatasi radikalisme. MUI mengawal dan menjaga keutuhan bangsa Indonesia, dan seterusnya.”
Kelima, terkait penangkapan beberapa terduga teroris pada tanggal 16 November 2021, Antonius Benny Susetyo menegaskan bahwa: peristiwa penangkapan beberapa terduga teroris jangan lantas dikaitkan sebagai perbuatan organisasi, tetapi perbuatan oknum, jangan beri respons berlebihan dan MUI tidak bisa dibubarkan.
Keenam, pernyataan Rocky Gerung, dan kawan-kawan yang mengandung kebohongan itu telah melahirkan reaksi negatif terhadap Antonius Benny Susetyo, BPIP, Badan Riset dan Inovasi nasional (BRIN) dengan melihat Antonius Benny Susetyo dari agama berbeda (Katholik) lalu menghubung-hubungkan keberadaan Antonius Benny Susetyo di KWI, BPPI, BRIN dan lain-lain, mengarah kepada SARA.
Ketujuh, hingga saat ini tidak ada klarifikasi dari Harsubeno Arief, Rocky Gerung, Adhie Massardi, Refly Harun, Natalius Pigai dan kawan-kawan kepada Antonius Benny Susetyo, RKN Media maupun Hendardi terkait judul YouTube: “MUI harus berbenah, jangan jadi sarang kepompok radikal”.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dikatakan bahwa Laporan adalah: “Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah, atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (pasal 1 angka 24 KUHAP)”.
Ketujuh fakta dimaksud, kata Petrus Selestinus, mengungkap serangkaian peristiwa yang patut diduga sebagai tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, tentang: Peraturan Hukum Pidana jo. pasal 28 ayat (2) dan pasal 45A ayat (2) UU Nomor19 Tahun 2016, tentang: ITE.
Oleh karena itu, Perekat Nusantara, karena hak atau kewajibannya menurut undang-undang dan atas nama “Kepentingan Umum” telah membuat Laporan Polisi ke Polda Metro Jaya, Nomor LP/B/6013/XII/2021/SPKT/ Polda Metro Jaya, tanggal 1 Desember 2021.
“Perekat Nusantara meminta Polri, melakukan tindakan kepolisian terhadap sejumlah orang untuk memastikan apakah benar telah, sedang atau akan terjadi suatu Peristiwa Pidana dan jika benar, siapa-siapa saja sebagai pelaku dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong, ujaran kebencian, mengadu domba antar individu dan golongan yang bersifat SARA.
“Untuk itu, Perekat Nusantara meminta agar Penyelidik Polda Metro Jaya segera memanggil sejumlah orang untuk didengar keterangannya, mereka antara lain: Hersubeno Arief, Rocky Gerung, Refly Harun, Adhie M. Massardi, Natalius Pigai, dan kawan-kawan dalam tempo sesingkat-singkatnya guna dimintai pertanggungjawaban pidana,” kata Petrus Selestinus.
Halusinasi
Lebih parah lagi, Natalius Pigai, membuat halunisasi narasi terhadap Antonius Benny Setyo, bahwa pernah dipecat dari KWI, sehigga lebih baik kawin saja. Hal ini, tidak pantas diungkap Natailius Pigai terhadap pemuka umat, dan Antonius Benny Susetyo Pr, tidak pernah dipecat dari KWI.
KWI tidak berhak memecat seseorang imam di dalam Gereja Katolik. Pihak yang berhak memecat seseorang imam berstatus imam diosesan adalah Uskup. Memecat seorang imam dari berbagai kongreasi/ordo adalah pimpinan kongregasi/ordo yang bersangkutan.
Karena hidup selibat (tidak menikah) dari seorang imam di dalam Gereja Katolik adalah panggilan Ilahi. Ucapan melecehkan status selibater seorang iman Gereja Katolik, dengan ungkapan olokan lebih baik kawin lagi sebagaimana diungkapkan Natalius Pigai, di m.eramuslim.com, Jumat, 26 Nopember 2021, masuk kategori pelecehan dan penistaan.
Selibat berasal dari bahasa Latin caelibatus. Artinya secara umum adalah “hidup tidak menikah”. Dalam konteks imam Katolik, pilihan hidup tidak menikah ini dijalankan demi motivasi yang amat mulia, yakni mempersembahkan hidup seutuhnya bagi Tuhan dan Gereja-Nya.
Antonius Benny Susetyo Pr, pernah menjadi Sekretaris Komisi Hubungan Antar Keagamaan (HAK) KWI tiga periode berturut-turut selama 9 tahun, dan setelah itu dikaryakan ke Sekretariat Negara Republik Indonesia, yaitu di BPIP, sampai sekarang.
Tidak benar Antonius Benny Sesetyo Pr dipecat dari Komisi Hak Azasi Manusia (HAM) KWI. Karena tidak ada Komisi HAM di KWI. Di KWI hanya ada Komisi HAK. HAK dan HAM, beda tugas pokok dan fungsinya. (Aju)