JAKARTA – Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhamad Saleh menilai, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak melakukan pengawasan secara optimal, sampai akhirnya terjadi kasus dugaan pengoplosan Pertamax yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga.
“Kami menilai juga ada proses pengawasan yang tidak optimal yang dijalankan, baik oleh internal Pertamina, maupun Kementerian BUMN,” ucap Saleh dalam acara konfersi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Menurut Saleh, BUMN seharusnya berperan sebagai supervisi dalam hal ini.
Namun, pada kenyataannya hal itu tidak dapat dijalankan dengan baik oleh BUMN sampai akhirnya terjadi korupsi. Saleh juga menyayangkan kasus pengoplosan Pertamax yang justru dilakukan oleh para pejabat tinggi Pertamina.
Pasalnya, pemerintah baru saja menetapkan Pertamina sebagai salah satu bagian dari Badan Pengelola (BP) Invesatasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Namun, karena adanya kasus korupsi, Saleh menilai, kepercayaan publik akan menurun kepada Pertamina.
“Sehingga kegagalan tata kelola di Pertamina ini tentu akan mengganggu trust publik terhadap kelembagaan dana investasi yang saat ini dibuat oleh Pemerintah,” sambung Saleh.
Pernyataan Prabowo, Erick Thohir, dan Bahlil
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang melibatkan anak usaha PT Pertamina (Persero), yaitu PT Pertamina Patra Niaga, menjadi sorotan publik. Mulai dari Presiden Prabowo Subianto hingga pejabat tinggi di pemerintah pun memberikan tanggapan mengenai kasus ini, dengan sikap yang berbeda.
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan komitmennya untuk menangani dan membersihkan kasus tersebut. Hal tersebut disampaikan Presiden usai meresmikan Layanan Bank Emas Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia yang digelar di The Gade Tower, Jakarta, pada Rabu (26/2/2025).
Dalam pernyataannya, Prabowo menegaskan bahwa saat ini pemerintah tengah menangani persoalan mega korupsi yang terjadi di Pertamina.
“Lagi diurus itu semua, ya. Lagi diurus semua. Oke, Kami akan bersihkan, kami akan tegakkan. Kami akan membela kepentingan rakyat,” ujarnya kepada wartawan.
Di sisi lain, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan pendekatan yang lebih mendalam terkait penegakan hukum.
Erick mengungkapkan bahwa pihaknya sangat mendukung proses hukum yang sedang berjalan dan menekankan pentingnya transparansi dalam setiap tahapan.
“Kami kan sudah sampaikan bahwa memang penegakan hukum, kami harus hormati dan semua proses hukumnya pasti kita dukung,” ujar Erick setelah menghadiri peluncuran Bank Emas di Jakarta.
Erick juga menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi, seperti yang telah dilakukan pada kasus-kasus sebelumnya, seperti korupsi PT Asabri dan PT Jiwasraya. Kendati demikian, Erick menuturkan soal penggantian Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, hal itu masih akan dibicarakan lebih lanjut dengan Komisaris Utama dan pihak terkait.
“Kan ada Komut [komisaris utama], Dirut nanti kami konsultasi, kami diskusi juga seperti apa TPA [Tim Penilai Akhir] proses berikutnya,” tandas Erick.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga ikut menanggapi kasus ini. Ketua Umum partai Golongan Karya (Golkar) ini menegaskan pentingnya menghargai proses hukum yang sedang berjalan dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.
Bahlil juga mengingatkan untuk menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah dalam setiap kasus yang ditangani.
“Kami dari Kementerian ESDM sangat menghargai proses hukum yang terjadi. Kami harus menghargai dan menyerahkan semuanya kepada teman-teman aparat penegak hukum yang melakukan itu,” ucapnya di Kementerian ESDM, Rabu (26/2/2025).
Meski begitu, terkait isu pengoplosan BBM Pertalite menjadi Pertamax, Bahlil membantah keras rumor tersebut.
“Enggak ada [BBM oplosan]. Apanya yang kualitas? Kualitas kami kan sudah sesuai standar. Kan sudah ada semuanya. Jadi kalau mau membeli harga minyak yang bagus, harganya juga bagus. Mau setengah-setengah, ada juga setengah-setengah. Semua sudah ada speknya,” pungkas Bahlil.
Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax.
Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax. “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. (Web Warouw)