JAKARTA- Beredar Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat RSUD Soedarso tertanggal 13 Februari 2018. Surat dengan nomor 447/1019/RSDS/YAN-A/2018 perihal Penggunaan Eritropoetin Alpha, Beta & Ion Sukrose. Isi surat tersebut menyatakan bahwa penggunaan Eritropoetin Alpha, Beta & Ion Sukrose pada pasien Hemodialisa (HD) dihentikan guna efisiensi anggaran RSUD Soedarso.
Merespon surat tersebut, Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tonny Samosir menegaskan, Surat Edaran yang ditandatangani oleh Direktur RS Soedarso tersebut sangat jelas melanggar aturan dan hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
“Bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia dan setiap penduduk berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhan tanpa memandang kemampuan membayar. Hal ini diatur dalam Konstitusi kita,” tegas dia di Jakarta, Senin (5/03).
Selain itu, sambung dia, didalam UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dinyatakan bahwa upaya untuk mendukung jaminan kesehatan masyarakat semesta (Universal Coverage) juga meliputi upaya untuk menjamin aksesibilitas terhadap obat. Sedangkan menurut UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, aksesibilitas terhadap obat, terutama obat esensial generik dijamin oleh pemerintah.
“Dalam kasus ini, kami menilai bahwa Pemerintah tidak hadir dalam menjamin pelayanan kesehatan pasien gagal ginjal di Indonesia,” tegasnya.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, atas kasus tersebut, KPCDI meminta DPR RI untuk memanggil Kementerian Kesehatan RI guna dimintai keterangan.
“Tindakan cepat para pemangku kepentingan terkait dalam kasus ini, semata-mata demi mewujudkan kualitas pasien cuci darah di Indonesia. Dengan demikian, visi Presiden Jokowi mewujudkan masyarakat Indonesia Sehat akan tercapai,” pungkasnya. (Adi Harnowo)