JAKARTA- Sistim pemilihan legislatif terbuka harus kembali ditutup karena liberalisme melahirkan politik transaksional. Kalau dibiarkan maka legilatif akan dipenuhi anggota partai yang tidak berkualitas. Hal ini ditegaskan oleh Prof DR Joko Edi dalam Forum Publik yang bertemakan ‘Keruntuhan Kaderisasi Partai Politik Indonesia’ di Jakarta, Kamis (2/3)
“Akibat politik transasksional maka sistim kaderisasi lenyap diganti dengan sistim jual beli. Akhirnya semua partai politik saat ini telah dikuasai oleh Lucifer (pimpinan setan dan iblis dalam Injil-red)
Menurutnya, pada anggota partai yang dikuasai oleh Lucifer saat ini menduduki gedung-gedung DPR dan DPR-D membuat peraturan dan perundang-undangan yang mengatur pemerintah, negara dan bangsa Indonesia.
“Bayangkan, para pengikut Lucifer itu sekarang di DPR dan DPR-D. Mereka, atas nama perwakilan rakyat membuat hukum dan peraturan di Indonesia. Mereka mensahkan mencari keuntungan dengan korupsi uang negara Mau jadi apa terus bangsa ini,” ujarnya.
Akibatnya, sistim liberal saat ini telah berhasi menjadikan lembaga perwakilan rakyat, partai politik kehilangan kepercayaan rakyat, sehingga rakyat tidak memiliki wakil dalam bernegara saat ini.
“Sistim liberalisme telah menjadikan DPR dan DPRD, partai politik dan anggotanya, hina dina dimata rakyat. Tapi herannya mereka melakukan kejahatannya dengan sukacita bergembira, tak ada rasa malu dan bersalah, sampai nanti ketangkap. Kemudian dilakukan lagi oleh anggota lainnya,” ujarnya.
Saat ini menurutnya sudah tidak adalagi yang namanya kaderisasi dalam partai-partai politik, karena semua orang asal punya uang bisa dengan mudah masuk partai politik untuk memasuki jenjang karir politik di DPRD, DPR sampai ke eksekutif.
“Kader-kader yang bekerja bertahun-tahun karena tidak punya uang tersingkirkan dengan orang berduit. Orang-orang masuk partai cukup mencari pemodal besar bisa jadi anggota dewan, sehingga kepentingan kapitalislah yang menguasai legislatif dan pemerintahan saat ini,” jelasnnya.
Hal ini menurutnya sudah pernah dikritik oleh Karl Marx dan gerakan Komunis setelah hancurnya feodalisme di Eropa pada abad 18. Kerajaan diganti dengan bentuk negara republik yang ditopang oleh demokrasi dalam parlemen. Namun parlemen dikuasai oleh para bangsawan-bangsawan kaya yang menjadi borjuasi baru.
“Indonesia saat ini sama dengan abad 18 di Eropa jaman Karl Marx. Demokrasi yang dijalankan adalah demokrasi borjuis yang dikendalikan oleh para pemilik modal bukan untuk kepentingan rakyat apalagi kaum pekerja. Jadi sudah memilik niat jahat saat akan masuk politik yaitu akan melakukan korupsi,” ujarnya.
Oleh karena itu menurutnya saat ini sistim pemilihan legislatif terbuka harus ditutup kembali. Partai harus membangun kaderisasi dan menegakkan supremasi Ketua Umum.
“Agar ketua umum bertanggung jawab terhadap kualitas kadernya yang di legislatif. Partai politik harus bertanggung jawab atas semua keputusan di DPR. Jangan seperti sekarang. Ketua umum terima setoran doang. DPR jadi alat partai untuk pemasukan dana partai dan Partai cuci tangan atas kejahatan yang dilakukan oleh anggotanya di DPR,” tegasnya. (Web Warouw)