JAKARTA- Hari ini, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok 2 di Jayapura Papua menghentikan pelayanan karena dalam keadaan darurat sejak Kamis (16/8). Mesin sterilisasi yang sudah tua dalam keadaan rusak dan sangat mengganggu operasional pelayanan di rumah sakit. Banyak pasien mengeluhkan pelayanan penggunaan bahan habis pakai (BHP) kepada dokter yang merawat. Hal ini disebabkan RSUD terjerat hutang sebesar Rp 37 milyar.
“Memang benar RS Dok 2 banyak persoalan terkait budaya kerja dan kemampuan manajemen rumah sakit, sehingga menyebabkan masalah keuangan dan pelayanan,” demikian konfirmasi Dirjen Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Dr. Bambang Wibowo, SpOG (K), MARS yang diterima Bergelora.com lewat mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehatan, Mayjen (Purn.) Dr Supriyantoro, di Jakarta Senin (20/8).
Bambang Wibowo menjelaskan bahwa pihaknya telah mengundang rapat Wakil Direktur Umum dan Keuangan, Wakil Direktur Pelayanan Medis, Wakil Direktur SDM, Kepala Bagian Program, Penanggung Jawab BPJS, Penanggung Jawab KPS, Penanggung Jawab Farmasi, Penanggung Jawab Gudang pada pertemuan di RSUD Dok 2, pada hari Minggu (19/8).
“Karena banyak masalah yang berkaitan dengan ketersediaan BHP, yang sangat mengganggu operasional pelayanan RSUD Jayapura yaitu banyak pasien sudah komplain kepada dokter yang merawat. Para dokter ingin minta waktu untuk bertemu dengan pelaksana tugas (Plt) direktur,” jelasnya.
Dari rapat tersebut Plt Direktur RSUD Jayapura, Anggiat Situmorang membenarkan bahwa mesin sterilisasi yang sudah berumur lama rusak sudah diperbaiki bulan Februari 2018 namun seminggu lalu rusak lagi dan tidak bisa lagi dioperasikan.
“Hal ini tidak akan terjadi jika pengadaan mesin sterilisasi diadakan lebih awal tahun ini. Kami sudah adakan melalui e-catalog awal bulan Juni 2018. Barangnya diperkirakan sampai di Jayapura sekitar awal bulan September 2018,” jelasnya kepada Dirjen Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, B. Wibowo.
Akhirnya pihak rumah sakit Dok 2 emlakukan kerjasam dengan beberapa rumah sakit lainnya, namun tidak memadai dan tetap tidak bisa melakukan pelayanan secara maksimal.
“Solusi yang kami lakukan adalah bekerja sama dengan RSUD Abepura dan RSUD Yoari di Kabupaten Jayapura. Namun mesin kedua RSUD tersebut berkemampuan kecil. Akibatnya hasil rapat menyimpulkan RSUD Jayapura hanya melayani Emergency dan yang tidak emergency akan kami arahkan ke rumah sakit lain di Jayapura. Berkaitan biaya yang harus ditangggung RSUD Jayapura tetap akan ditanggung oleh RSUD Jayapura,” jelasnya.
RSUD Jayapura juga mengalami kesulitan untuk melakukan HD (hemodialisa) dan belum bisa tertangani sampai saat ini.
“Untuk Kebutuhan HD sudah langsung saya panggil pihak distributornya dan sudah bersedia untuk memenuhi kebutuhan RSUD Jayapura,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan, jasa-jasa yang belum terbayarkan sebenarnya tidak ada kesulitan jika semua mematuhi ketentuan dan membuat laporan tepat waktu.
“Penyedia obat dan alat habis pakai tidak bersedia memberi hutang karena banyaknya tunggakan RSUD Jayapura. Pada tahun 2015/2016 sekitar Rp 22 milyar, tahun 2017 sekitar Rp 9 milyar . Sedangkan hutang tahun 2018 belum ada yang terbayar,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa sejak dirinya menjabat sebagai pelaksana tugas dirinya sudah meminta supaya segera diajukan dengan syarat dokumen lengkap.
“Sekarang sedang kami verifikasi. Hutang BPJS thn 2017 sekitar Rp 6 milyar sudah rampung kami verifikasi, hari ini bisa ditanda tangani SPM nya,” jelasnya.
Menurutnya, kelemahan RSUD Jayapura adalah tidak mempunyai buku kontrol Kontrak/SPK/Nota Pesanan sehingga mManajemen tidak ada alat untuk mengetahui posisi progres pekerjaan dan tagihan yang harus dibayar.
“Kelemahan lain adalah membuat perikatan dengan rekanan tanpa melihat anggaran dalam DPA,” katanya. Ia menegaskan agar RSUD Jayapura segera menjadi Badan Layanan Umum Daerah.
Sebelumnya, Bergelora.com mendapatkan surat pesan dari Whatsapp yang menyampaikan pesan dari dokter Gracia Daimboa tentang kondisi RSUD Jayapura tertulis seperti dibawah ini:
Saya dr Gracia Daimboa SpPD dari RSUD Dok 2. Saya ingin melaporkan situasi di RS. Dok 2. Saat saya berbicara, ini:
“1. Kamar Operasi telah tutup sejak tgl 15 Agustus 2018. Semua operasi yg cito dan direncanakan terpaksa ditolak akibat kassa steril dan bahan habis pakai sudah tidak ada di RS.
Bagaimana kami mau melakukan tindakan? Dana Alkes dari APBD tdk tahu apa sdh turun apa belum.
2. Obat sudah banyak yg tidak ada sehingga dokter bingung mau beri obat apa. PBF sdh tdk mau membantu, karena utang belum dibayarkan sampai saat ini.
3. Jasa Medis sejak Januari 2018, jasa KPS sejak Maret 2018 dan BPJS sejak Februari 2018 belum dibayarkan. Membuat kami bertanya2 apa yg menyebabkan ini semua terjadi.
4. Jasa dokter jaga UGD jg sampai saat ini blm dibayarkan. Kasihan mereka jg. Kalau mereka mogok lagi. Maka RS akan lumpuh.
5. Laboratorium, reagen banyak yg habis pasien terpaksa kami suruh periksa di lab luar.
Rupanya pak Plt Dir sdh tanda tangan SPM tp dari pihak managemen yg terkait yg menahan. Bahkan bendahara lama yg memegang brankas telah lari dan plt Dir rencana melaporkan ke polisi.
Saya kasihan mulai Plt Dir. Nampaknya kesulitan menghadapi managemen, karena kebetulan beliau bukan orang dalam RS. Pasien, kami petugas kesehatan jg menjadi korban.
Saran :
1. Bapak Pj Gubernur Papua ambil tindakan segera untuk menyelamatkan RSUD Dok
2. Bila tidak kami tidak tahu bsk hari Senin tgl 20 agustus apa yg akan terjadi. Krn semua sdh tdk ada, padahal RS ini adalah RS Rujukan.
Mungkin Bapak bisa membantu kami . . .
Rumah sakit DOK-2 DALAM KEADAAN DARURAT !!!”
Menanggapi pesan tersebyt, Pelaksana tugas Gubernur Papua, Soedarmo menjelaskan bahwa hal ini sudah dapat diatasi oleh Asisten 2, Pemerintah Provinsi, Noach Kapisa.
“Tadi siang ass -3 , ass -2 serta PLT dan seluruh staf RSUD dok 2 sudah rapat di dok 2 dan sudah ada solusinya,” ujarnya.
Sampai saat ini belum jelas bagaimana rumah sakit dapat mengatasi hutang yang menjadi akar masalah dari semua persoalan di RSUD Jayapura tersebut. (Web Warouw)