Minggu, 14 September 2025

Gerindra Dukung Pemerintah Bongkar Manipulasi Sejarah Tragedi 1965

JAKARTA- Niat pemerintah Joko Widodo untuk mengungkap kebenaran dalam Tragedi 1965 dengan mulai menggali kuburan-kuburan massal mulai mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan. Partai Gerindra menilai perintah Presiden Joko Widodo kepada Menkopolhukam, Luhut B. Panjaitan untuk mencari dan menemukan kuburan massal merupakan langkah penting untuk mengungkap manipulasi sejarah yang telah berlangsung selama 50 tahun lebih. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (27/4).

“Wah, kami kaget melihat langkah-langkah Presiden Joko Widodo. Inikan membongkar manipulasi sejarah Indonesianyang sudah berlangsung 50 tahun lebih. Kami tidak menyangka secepat itu. Tentu kami sangat mendukung upaya yang sedang dirintis oleh Presiden Joko Widodo, Menkopolhukam dan Gubernur Lemhanas untuk mencari dan menggali kuburan-kuburan massal korban tragedi 1965,” demikian Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arrief Poyuono kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (27/4).

Menurutnya langkah penting Presiden Joko Widodo, Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan dan Gubenur Lemhanas merupakan ajakan pada seluruh masyarakat untuk meninjau ulang penulisan sejarah 1965 yang dirusak untuk kepentingan memecah belah kekuatan rakyat Indonesia.

“Kalau kita sadar selama ini telah diadu domba maka harus segera berhenti memprovokasi perpecahan dan segera merevisi ulang manipulasi sejarah  1965 yang menanam kebencian selama 50 tahun terhadap Bung Karno dan PKI,” tegasnya.

Ia juga meminta agar masyarakat dan aparat pemerintah  di daerah-daerah mencari dan menjaga kuburan-kuburan massal tersebut, sampai ada penggalian resmi yang dilakukan oleh tim pemerintah dibawah pengawasan langsung dari Presiden dan Menkopolhukam.

“Jangan sampai kuburan-kuburan massal tersebut dirusak atau hilang sehingga kebenaran sejarah kembali dibungkam. Sebaliknya Menkopolhukam harus segera membentuk Komite Nasional untuk segera bekerja. Jangan terlambat,” ujarnya.

Ia menejelaskan, selama ini masyarakat telah lama diindoktrinasi bahwa peristiwa 1 Oktober 1967 yang mengorbankan 7 orang Jenderal dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), sehingga mengesahkan pembantaian jutaan anggota, simpatisan PKI dan kaum Soekarnois. Padahal Peristiwa tersebut menurutnya merupakan bagian dari upaya menjatuhkan Presiden Soekarno.

“Ketujuh Jenderal yang dibunuh itu adalah loyalis Soekarno. Jutaan orang PKI dan Soekarnois yang dibantai dan ditangkap adalah pendukung semua kebijakan Soekarno untuk menegakkan kedaulatan Indonesia dihadapan Imperialisme Amerika dan Inggris. Jadi kalau masih ada yang anti Soekarno, mereka pasti kaki tangan Amerika dan Inggris yang mengusai Indonesia setelah Soekarno dikudeta,” tegasnya.

Arief Poyuono juga berharap agar pengungkapan kebenaran dalam tragedi 1965 bisa menjadi pintu masuk bagi pengungkapan berbagai pelanggaran HAM lainnya, yang sampai sekarang masih tertutup berbagai kepentingan, seperti kasus tanjung priuk, Papua, Penculikan aktifis dan lainnya.

“Namun yang harus kita sepakati bersama adalah semua dilakukan dengan semangat rekonsiliasi nasional yang damai .untuk memberikan rasa keadilan pada keluarga korban. Sehingga kedepan tidak ada lagi kasus-kasus kejahatan kekerasan dan kemanusiaan masa lalu yang bisa jadi alat untuk melakukan kampanye hitam pada orang-orang tertentu dan keluarganya,” jelasnya. (Bintresna)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru