JAKARTA – Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Max Ruland Boseke, mengaku menggunakan dana komando untuk kepentingan pribadinya hingga sekitar Rp 230 juta. Keterangan ini disampaikan Max saat diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) di Basarnas tahun 2014.
Adapun dana komando merupakan uang yang disetorkan dari perusahaan pemenang proyek di Basarnas dengan jumlah 10 persen dari nilai pengadaan.
Dalam persidangan tersebut, anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Alfis Setiawan, mencecar penggunaan dana komando Rp 2,5 miliar dari pengusaha pemenang proyek truk dan RCV, William Widarta.
“Jadi pertama kegiatannya waktu saya dinas ke Dubai ada pertemuan SAR satelit di Dubai saya mengakui kesalahan menggunakan kartu ATM dari dana Rp 2,5 miliar itu,” kata Max di ruang sidang, Kamis (27/2/2025).
Max kemudian menjelaskan bahwa ia menggunakan dana komando di Dubai sebesar Rp 70 juta untuk membeli barang-barang branded seperti Louis Vuitton.
Selain itu, ia juga mengaku menggunakan dana komando itu ketika melakukan perjalanan dinas ke Singapura sebesar Rp 30 juta.
“Ke Singapura beli tas sama sepatu kalau tidak salah,” tutur Max.
Ia juga mengaku menggunakan dana komando untuk membeli ikan arwana di Pontianak senilai Rp 40 juta. Ia juga menggunakan dana itu untuk membantu adik kandungnya, Cerli Boseke, senilai Rp 55 juta.
“Jadi saya bantu adik saya, dia janda, kemudian hidupnya susah sakit-sakitan. Saya membantu waktu itu ada operasi yang dilakukan, jadi saya mentransfer ke adek,” ujar Max.
Dalam perkara ini, Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000. Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000.
Artinya, terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.
Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500. Artinya, terdapat selisih Rp 10.389.200.000.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta, selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.
Perbuatan mereka disebut merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000. (Web Warouw)