JAKARTA – Survei KPK menemukan masih terjadinya praktik gratifikasi di sektor pendidikan Indonesia. Temuan KPK menunjukkan 30 persen guru dan dosen masih menganggap wajar pemberian dari peserta didik.
Hal ini tertuang dalam hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024. KPK mengatakan temuan survei tersebut masih menjadi bukti terjadinya gratifikasi dan konflik kepentingan di ruang kelas mulai dari pendidikan dasar sampai jenjang perguruan tinggi.
“Masih ada 30% guru atau dosen, serta 18% pimpinan satuan pendidikan, yang menganggap gratifikasi dari siswa atau wali murid sebagai hal yang lumrah,” kata Deputi Bidang Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, kepada wartawan, dikutip Bergelora.compada Senin (28/4/2025).
Survei tersebut dilaksanakan pada 22 Agustus-30 September 2024. Survei dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu metode daring dengan WhatsApp, email blast, dan Computer Assisted Web Interviewing (CAWI), serta metode hybrid menggunakan Computer-Assisted Personal Interviewing (CAPI).
Survei SPI 2024 ini juga mengungkap 65 persen orang tua peserta didik dari SMA hingga perguruan tinggi masih memberikan bingkisan kepada pengajar. Tindakan itu sering dilakukan saat momen hari raya.
“Bahkan lebih serius lagi, di 22% satuan pendidikan, praktik ini dilakukan agar nilai siswa dinaikkan atau agar bisa lulus,” jelas Wawan.
Lebih lanjut, KPK mendorong kesadaran masyarakat dan tenaga pendidik untuk memahami potensi korupsi dari pemberian hadiah. KPK mengingatkan apresiasi tidak harus selalu dilakukan dengan pemberian materi.
“Ucapan terima kasih tulus, testimoni positif, atau kontribusi dalam peningkatan kualitas pendidikan justru lebih bermakna dan bebas dari risiko pelanggaran etika,” pungkas Wawan.
Marak Menyontek dan Plagiarisme
Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan, Survei Penilaian Integritas (SPI) Sektor Pendidikan 2024 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan juga fakta memprihatinkan, praktik menyontek dan plagiarisme pembelajaran merajalela di sekolah dan kampus di Indonesia.
KPK menyatakan, perlunya pembenahan serius terhadap sistem pendidikan nasional, yang seharusnya menjadi fondasi pembentukan karakter dan integritas generasi muda.
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, mengungkapkan, hasil survei ini menjadi alarm keras bagi seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan.
Survei ini melibatkan lebih dari 449.000 responden dari 36.888 satuan pendidikan di seluruh Indonesia. Hasilnya, 78 persen sekolah dan 98 persen perguruan tinggi menghadapi persoalan menyontek.
Selanjutnya, 43 persen responden perguruan tinggi mengakui adanya praktik plagiarisme dan 6 persen siswa sekolah menyebutkan adanya plagiarisme di lingkungan mereka.
“Survei ini menunjukkan bahwa praktik menyontek dan plagiarisme masih sangat tinggi di dunia pendidikan kita,” ujar Wawan dalam keterangannya dikutip Bergelora.com.
Ketidakhadiran dan Keterlambatan Guru dan Dosen
Selain praktik tidak jujur, SPI 2024 juga menemukan masalah lain terkait integritas, 69 persen siswa menyebutkan guru sering terlambat. Kemudian, 96 persen mahasiswa mengaku dosen mereka juga sering terlambat tanpa alasan yang jelas.
Indeks Integritas Pendidikan 2024 tercatat di angka 69,50, yang dikategorikan dalam level korektif. Ini berarti perbaikan besar masih diperlukan di berbagai aspek pendidikan untuk meningkatkan integritas dan kualitas pembelajaran.
Menanggapi hal di atas, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, menyatakan bahwa hasil SPI ini menjadi dasar evaluasi menyeluruh.
“Kami akan memperkuat budaya akademik yang berintegritas, meningkatkan kapasitas SDM, mereformasi tata kelola, dan berkolaborasi dengan KPK dalam pendidikan antikorupsi,” kata Stella.
Ia menambahkan, transformasi pendidikan akan mengusung empat pendekatan utama, Berbasis nilai, Kesadaran, Kepatuhan, Manajemen risiko.
Kolaborasi lintas lembaga diharapkan mampu menanamkan kembali nilai kejujuran sejak dini, mulai dari ruang kelas hingga bangku kuliah.
Dengan hasil SPI ini, dunia pendidikan Indonesia dihadapkan pada tantangan besar, menjaga kualitas intelektual tanpa mengorbankan integritas moral. Perlu kerja sama dan komitmen semua pihak untuk membangun pendidikan yang berintegritas tinggi demi masa depan bangsa. (Web Warouw)