JAKARTA- Semakin rusak sistim kesehatan nasional dibuat Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atau RSCM) sebagai rumah sakit rujukan nasional harus dibebani menanggung tunggakan piutang sebesar Rp 900 Miliar pada BPJS selama setahun. Hal ini disampaikan oleh sebuah sumber di RSCM kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (30/10).
“Kasihan RSCM. Sampai bulan September 2016, Uang RSCM belum dibayar oleh BPJS. Sehingga RSCM juga tidak bisa maksimal melayani masyarakat karena harus mengurangi pengadaan alat dan obat-obatan,” ujar dokter Amanda (bukan nama aslinya) gundah gulana.
Dengan terpaksa menurutnya, baru-baru ini RSCM mengumpukan semua pihak yang selama ini menyediakan obat dan alat kesehatan di RSCM untuk menjelaskan ketidak mampuan RSCM membayar tagihan pengadaan obat dan alat kesehatan yang selama ini sudah terpakai.
“Jumlah tagihan pada RSCM beragam ada yang Rp 6 Miliar , Rp 8 Miliar sampai Rp 21 Miliar. Untung semua bisa mengerti. Namun sampai kapan RSCM harus mengurangi kebutuhan alat dan obat-obatan kalau BPJS gak bayar-bayar,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Pengurus Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Tutut Herlina mengatakan tidak mungkin BPJS tidak memiliki dana, karena selama ini masyakat sudah dipungut iuran bulanan cukup besar. Dana yang terkumpul diinvestasikan dalam bentuk saham dan surat obligasi.
“Belum lagi dari dana APBN dan APBD dari sebagian besar daerah di seluruh Indonesia. Tapi memang sampai sekarang tidak ada yang tahu kemana dan berapa keuntungan BPJS dari bisnis investasi itu. Audit juga tidak jujur,” ujarnya.
Kalau dibiarkan berlarut-larut maka sistim kesehatan nasional yang mengandalkan RSCM sebagai rumah sakit rujukan akhir bisa bangkrut dan mengakibatkan kedaruratan kesehatan. Kondisi ini menurutnya akan melemahkan bangsa Indonesia.
“Sepertinya BPJS hanya proxi yang dibentuk memang untuk merusak sistim kesehatan agar bangsa ini tidak kuat untuk mempertahankan kedaulatan. Semua ini sudah berkali-kali diperingatkanoleh Mantan Menkes Siti Fadilah yang sekarang dipenjara oleh KPK dengan tuduhan tanpa bukti,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa sebelum ada BPJS, Menkes Siti Fadilah menciptakan Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesmas) yang sangat berbeda sistim dan tujuannya dengan BPJS.
“Jamkesmas adalah jamminan sosial yang bertujuan untuk memastikan seluruh rakyat Indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan maksimum secara cuma-cuma tanpa harus membayar iuran. Kalau BPJS adalah asuransi yang bertujuan mengumpulkan dana masyarakat, untuk melakukan investasi diberbagai sektor ekonomi. Sehingga rakyat wajib bayar iuran tapi tidak punya hak mengetahui dana masyarakat itu diinvestasi dimana. Giliran sakit, kalau pakai BPJS bukannya semakin mudah malah semakin sakit dan beresiko kematian,” jelasnya.
Mengkriminalkan Siti Fadilah
Kemungkinan besar menurutnya, Siti Fadilah dikriminalisasi dan dipenjara, akibat dari perjuangannya menentang BPJS yang sangat membebani rakyat. Ia mengingatkan BPJS adalah lembaga yang dibentuk atas pembiayaan Asean Development Bank (ADB) dan Bank Dunia.
“Tentu mereka tidak menginginkan proyek BPJS ini gagal. Semakin lama rakyat membuktikan kebenaran Siti Fadilah tentang bahaya BPJS. Oleh karena tnapa perlu bukti yang kuat, pakai KPK sudah cukup untuk membungkam Siti Fadilah,” jelasnya.
Siti Fadilah Supari menurutnya ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK dengan sangkaan Pasal 12 huruf b, atau Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 11 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Siti Fadilah dituduh menerima pemberian atau janji dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan I untuk kebutuhan pusat penanggulangan krisis departemen kesehatan dari dana DIPA revisi APBN Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan tahun anggaran 2007 (Web Warouw)