JAKARTA- Migrant CARE menyatakan kekecewaan atas putusan yang tidak adil Mahkamah Petaling Jaya pada hari Kamis, 15 Maret 2018 yang menjatuhkan vonis yang teramat ringan terhadap Datin Rozita Mohamad Ali yang terbukti melakukan penganiayaan keji terhadap Suyantik, pekerja rumah tangga (PRT) Migran asal Sumatera Utara yang mengalami luka-luka permanen akibat penganiayaan keji
Migran Care mendesak adanya proses investigasi yang menyeluruh atas kejanggalan-kejanggalan yang terkandung dalam putusan tersebut. Hasil investigasi tersebut menjadi bahan pengajuan banding atas putusan yang tidak adil tersebut.
“Pemerintah Indonesia dan KBRI Kuala Lumpur agar benar-benar serius memonitor proses peradilan terhadap kasus-kasus yang dihadapi oleh buruh migran Indonesia dan menyediakan bantuan hukum/penasehat hukum yang kredibel dan memiliki perspektif perlindungan hak-hak buruh migran Indonesia,” ujar Wahyu Susilo, Direktur, Migrant CARE kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (17/3).
Datin Rozita Mohamad Ali hanya divonis denda 20 ribu Ringgit Malaysia (Rp. 70,3 juta) serta menunjukkan kelakuan baik selama lima tahun tanpa harus menjalani hukuman penjara.
“Vonis ringan ini tentu saja melukai rasa keadilan terhadap korban,” tegasnya.
Wahyu menceritakan, Suyantik ditemukan dalam keadaan mengenaskan di selokan pemukiman majikan dengan luka-luka legam di sekujur tubuhnya. Dalam berita acara pemeriksaan Suyantik dilaporkan mengalami cedera serius di kedua belah matanya, tangan dan kaki, pendarahan beku di kulit kepala dan mengalami patah tulang pada belikat kiri. Penganiayaan yang dilakukan terhadap Suyantik menggunakan pisau, alat pel, payung, setrika dan gantungan baju.
Ia mengatakan, dari pemantauan atas proses peradilan ditemukan adanya kejanggalan berupa perubahan tuntutan/dakwaan. Pada dakwaan awal mengacu pada Sekyen 307 Kanun Keseksaan dengan ancaman hukuman maksimum 20 tahun namun kemudian diubah dakwaannya dengan mengacu pada Sekyen 324 dan 326 Kanun Keseksaan atas perbuatan kekerasan menimbulkan luka parah dengan ancaman hukuman penjara 3 tahun atau denda atau sebat (hukuman cambuk).
“Perubahan tuntutan ini tentu menimbulkan kejanggalan karena memperlihatkan adanya upaya untuk memperingan hukuman dan terbukti di vonis akhir, penganiaya keji Suyantik ini lolos dari penjara dan mendapatkan hukuman ringan,” katanya.
Kronologi
Pada tanggal 21 Desember 2016 sekitar pukul 12 siang, KBRI memperoleh informasi mengenai penemuan seorang TKI dalam keadaan tidak sadarkan diri di dekat selokan di Jalan PJU 3/10 Mutiara Damansara.
Setelah menerima laporan tersebut, KBRI segera merujuk yang bersangkutan ke Rumah Sakit Pusat Perubatan Universiti Malaysia (RS PPUM) untuk mendapatkan perawatan intensif. KBRI juga telah melaporkan kejadian tersebut kepada Kepolisian Malaysia dan berdasarkan laporan tersebut majikan pelaku penyiksaan telah ditahan oleh Polisi Di Raja Malaysia (PDRM).
Dari hasil penelusuran KBRI, diketahui bahwa TKI korban penyiksaan bernama Suyanti binti Sutrino, umur 19 tahun, berasal dari Kisaran, Sumatera Utara. Saat dibawa ke Rumah Sakit Suyanti dalam keadaan luka sekujur tubuhnya dan lebam kedua matanya karena penyiksaan. Selama berada di Rumah Sakit, Satgas Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur terus memberikan pendampingan.
Berdasarkan informasi dari Suyanti, dirinya masuk ke Malaysia pada tanggal 7 Desember 2016 melalui Tanjung Balai-Port Klang. Sesampainya di Port Klang, dirinya dijemput oleh seorang agen bernama Ruby.
Pada tanggal 8 Desember 2016, dirinya diantarkan ke rumah majikan, seorang wanita Melayu. Seminggu setelah bekerja, majikan mulai melakukan penyiksaan fisik terhadap Suyanti. Puncaknya pada tanggal 21 Desember 2016, Suyanti lari dari rumah majikan setelah diancam dengan pisau besar oleh majikan perempuannya.
Pada tanggal 25 Desember 2016, Suyanto diijinkan untuk meninggalkan Rumah Sakit dan ditampung di penampungan KBRI. Untuk beberapa waktu ke depan Suyanti masih harus menjalani rawat jalan. Suyanti sudah berkesempatan berbicara dengan keluarganya di Medan melalui telepon.
Pada tanggal 25 Desember 2016 diperoleh informasi bahwa pelaku telah dibebaskan dengan jaminan.
KBRI telah mengirimkan nota kepada Kemlu Malaysia guna menyampaikan protes serta keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut dan sekaligus meminta agar pelaku diberikan hukuman yang setimpal sesuai hukum Malaysia. (Calvin G. Eben-Haezer)