JAKARTA – Pemerintah Indonesia resmi mencabut moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi. Keputusan ini membuka peluang bagi 600.000 pekerja migran untuk bekerja di negara tersebut, dengan skema penempatan yang telah diperbarui.
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengatakan bahwa pencabutan moratorium akan dilakukan secara simbolis melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pada 20 Maret 2025.
“Pencabutan moratorium rencananya akan dilakukan Maret ini, insya Allah tanggal 20 jika tidak ada halangan,” ujar Karding di Jakarta, Minggu (16/3/2025).
Kuota 600.000 TKI dan Skema Baru Setelah moratorium dicabut, pemerintah menargetkan pengiriman 600.000 TKI ke Arab Saudi. Dari jumlah tersebut, 400.000 pekerja akan ditempatkan di sektor domestik, sementara 200.000 lainnya merupakan tenaga kerja terampil (skilled labour) yang memiliki keahlian khusus.
“Kita dapat kuota 600.000, 400.000 untuk domestik dan 200.000 untuk tenaga kerja terampil,” jelas Karding.
Pemerintah juga mengubah skema penempatan tenaga kerja. Jika sebelumnya 80 persen TKI bekerja di sektor domestik, kini persentasenya dikurangi menjadi 60 persen. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah pekerja migran yang memiliki keahlian di berbagai bidang.
Jaminan Perlindungan di Arab Saudi Keputusan pencabutan moratorium diambil setelah pemerintah menilai bahwa sistem pengawasan tenaga kerja di Arab Saudi telah mengalami perbaikan. Menurut Karding, Arab Saudi kini bahkan lebih baik dibandingkan Taiwan dan Malaysia dalam menjamin perlindungan tenaga kerja.
“Enggak ada (kasus kekerasan), sudah bagus. Bagus banget. Saya menilai mereka (Arab Saudi) bahkan lebih baik dalam hal perlindungan tenaga kerja,” katanya.
Meski demikian, pemerintah tetap membuka opsi untuk menerapkan kembali moratorium jika ditemukan banyak kasus kekerasan terhadap pekerja migran.
“Kita lihat praktiknya nanti. Kalau ada masalah, kita bisa moratorium lagi,” tegas Karding.
Dukungan Presiden Prabowo
Sebelumnya, pada Jumat (14/3/2025), Karding bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto untuk melaporkan rencana pencabutan moratorium.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden memberikan dukungan penuh dan meminta Kementerian BP2MI menyiapkan skema pelatihan serta pengiriman tenaga kerja.
“Beliau meminta agar semua persiapan dilakukan dengan matang, termasuk skema pelatihan,” ungkap Karding.
Selain itu, pemerintah menargetkan peningkatan jumlah pekerja migran yang dikirim ke berbagai negara pada 2026 menjadi 425.000 orang. Dengan peningkatan ini, remitansi atau devisa yang dikirim para pekerja ke Indonesia diperkirakan mencapai Rp 439 triliun.
Pencabutan moratorium ini menjadi langkah besar bagi tenaga kerja Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri, sekaligus upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja migran serta devisa negara.
TKW Asal Karawang yang Dihukum Mati
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding mengatakan, butuh uang minimal Rp 40 miliar untuk membebaskan Susanti binti Mahfudin (22), Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang mendapatkan hukuman mati di Riyadh, Arab Saudi. Angka tersebut diperoleh usai Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melakukan negosiasi dengan pihak Arab Saudi.
“Kalau menurut teman-teman Kementerian Luar Negeri Minimal di angka Rp 40 miliar,” kata Karding di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Karding mengatakan, kasus yang menjerat Susanti di Arab Saudi memang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Oleh karena itu, menurut dia, cara yang bisa dilakukan untuk membebaskan Susanti adalah dengan membayar. Tahun 2024,
Namun, anggaran pemerintah belum cukup untuk membebaskan Susanti.
“Kementerian Luar Negeri sudah berupaya melakukan nego dan juga sudah mengumpulkan anggaran tapi anggarannya belum cukup,” ujar Karding.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berharap pemerintah bisa mengulur waktu guna mencari dana untuk membebaskan Susanti.
“Mudah-mudahan ini bisa kita delay sambil kita cari biaya untuk membebaskan. Karena itu, harus kalau sudah model begitu di Arab harus membayar dengan harga tertentu,” kataya.
Diketahui, Susanti berangkat ke Riyadh, Arab Saudi, untuk menjadi TKW pada Januari 2009 melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) PT Antara Indosadia yang beralamat di Jakarta.
Namun, Susanti dituduh telah membunuh anak majikannya hingga meninggal dunia. Dia pun terancam hukuman mati di Riyadh.
“Kami keluarga di Karawang sangat khawatir atas munculnya kabar Susanti yang mendapat ancaman hukuman mati. Apalagi, saat ini anak saya itu dikabarkan sedang ditahan pihak kepolisian Riyadh,” kata orang tua Susanti, Mahfudin, di Karawang pada 2 Januari 2012.
Mahfudin mengaku kabar ancaman hukuman mati terhadap Susanti baru diketahui setelah pihak keluarga mendapat surat dari Kemenlu tertanggal 11 Oktober 2011.
Pihak keluarga di Desa Cikarang, Kecamatan Cilamaya Wetan, Karawang, sangat kaget dan terpukul setelah mengetahui kabar tersebut.
Dalam surat bernomor 04149/WNI/10/2011/65/ yang ditujukan kepada orang tua Susanti, disebutkan bahwa Susanti kini sedang ditahan pihak kepolisian Dawadhi, Riyadh, Arab Saudi, dan terancam hukuman mati atas tuduhan membunuh anak majikannya.
“Seharusnya Susanti sudah pulang pada Januari 2011. Tetapi ternyata tidak bisa kembali ke Indonesia karena tertimpa musibah dan harus menghadapi kasus hukum di Riyadh itu,” kata Mahfudin. (Web Warouw)