Jumat, 1 Desember 2023

Gledek Lilin Kecil Optimisme Kaesang Mengguntur Hingga MPR

Oleh: Toga Tambunan *

TEHNOLOGI gadget berkembang amat cepat. Martin Cooper pada tahun 1972 berhasil merekayasa handphone pertama kali yakni berbasis analog, bentuknya sebesar batu bata kecil. Berat sekitar kurang sedikit 1 kg. “Dipakai timpuk tikus, bisa bikin klenger”, begitu kelakar kemudian hari mengenang hp awal berbentuk bata kecil. Sebenarnya alat komunikasi itu belum tepat disebut tilpon genggam (tangan).

Semenjak itu perkembangan tehnologi hp melaju gesit. Dalam masa sekitar 11 tahun sudah ganti jadi berbasis seluler sebagai ciri generasi ke-2 atau 2G. Beruntun ke 3G hanya berjarak 11 tahun bertehnologi smartphone, bisa video call. Bergerak maju 8 tahun kemudian ditemukan tehnologi wimax merakit 4G, melemparkan smartphone sebelumnya ke keranjang daluwarsa. Selanjutnya dalam tempo lebih pendek lagi yaitu 7 tahun, kecanggihan wimax ditekuk keok oleh sistim new-radio dirakit ke produk 5G. Dan kabarnya tehnologi 5G ini segra akan ke tong sampah berhubung tehnologi 6G sudah dapat dirajut.

Pencapaian rekayasa tehnologi tilpon genggam itu berkembang amat cepat. Dampaknya sangat mengejutkan demi lancar kontak sosial. Maka hp yang tadinya kita sedang asyik pakai untuk aktualisasi diri, ternyata harus kita pensiunkan segra diganti produk baru yang layak dipegang ditengah umum.

Betapapun kecepatan laju tehnologi tilpon genggam itu mengejutkan, hal itu ternyata kalah telak terhadap gesitnya capaian tehnologi yang digunakan PSI dalam kopdarnasnya tadi malam (25/9/2023) di Jakarta. Kaesang Pangarep dalam ajang kopdarnas PSI itu didapuk sah jadi Ketum PSI menggantikan Giring Ganesha. Artinya tehnologi keanggotaan kaderisasi tidak terpakai. Padahal arus utama pengetahuan tentang jenjang promosi melalui tehnologi kaderisasi. Yakni sebelumnya lebih dulu terlatih memenangkan perjuangan jatuh bangkit hadapi tantangan serta memikul beban berat dalam memakan waktu relatif panjang. Sedang Kaesang Pangarep baru diberi KTA PSI pada 23/9/2023.

Kepandaian kreatif merajut bahan-bahan mati non biologis seperti logam atau magnet menjadi tehnologi baru seperti gadget disebut diatas, betapa pun rumitnya, pastilah lebih pelik lagi ditanding perkembangan manusia yang hidup biologis dan sosiologis sehingga bisa mencapai berpredikat puncak. Apalagi untuk menjabat posisi puncak tertinggi partai.

Pikiran dan ketrampilan seseorang tumbuh berkembang dari godokan pengalaman. Tanpa pengalaman pahit enak dalam pertarungan yang dimenangkan itu selaku tehnologi kaderisasi pengkreasi mantap mumpuni dalam integritas seseorang.

Para perintis pejuang patriotik nasionalis demi kemerdekaan RI, melewati tehnologi didera penjajah, bahkan banyak tewas, namun mereka kukuh mengatasinya.

Pergaulan PSI – Kaesang seingatku sejak dilontar gagasan PSI membopong Kaesang dicalonkan walikota Depok. Jika mulai saat itu dipatok perhitungan kaderisasi atas Kaesang, baru berlangsung sekitar 8 bulan atau katakanlah setahun, dan hingar bingar baru beberapa bulan saja. Artinya periode ini waktunya sangat amat singkat. Instrumen jitu macam apa sih di perangkat tehnologinya mesin kopdarnas PSI memproses keputusan hingga mumpuni mendapuk aklamasi Kaesang Pangarep jadi Ketum PSI, tentu jadi pertanyaan masuk akal di kalangan khalayak umum sampai arus bawah, terutama simpatisan PSI. Bukankah ada kemungkinan PSI spekulasi menjawab problem RI berbangsa bernegara ini?

Dalam pidato pertamanya sesaat setelah didapuk jadi Ketum PSI, Kaesang Pangerap menyalakan lilin sekecil apa pun itu, tentang optimisme berpolitik ditangan generasi muda. “Saya sadar banyak anak muda yang pesimis dan sinis dengan politik. Saya tidak bisa menyalahkan mereka.

Betapa tidak? Politik terlanjur diasosiasikanr sebagai pusatnya berantem, fitnah, hoaks, korupsi, politik uang dan sebagainya. Yang seperti itu enggak usah ditepuktangani.

Ucapannya ini tidak menyebut nama sasarannya, halus tajam menghunjam penguasa masa lalu. Yah itu cara spesial langgam budaya Solo yang indah.

Izinkan saya melihat dari kacamata yang lain, kacamata optimisme. Bahwa politik bila dilakukan dengan benar dan orang yang tepat akan menjadi sumber kebaikan dan kesejahteraan”

Selanjutnya dia mengimbuh:
Saya ingin melakukan hal-hal baik lewat politik, saya ingin membantu membangun optimisme lewat politik” .

Politik bisa dijalankan penuh integritas, bersih demi kemajuan kita semua, mempersatukan didasari rasa hormat, dan percaya bahwa kita sama-sama memperjuangkan hal baik meski berbeda-beda. Kita semuanya pasti punya cita-cita membuat Indonesia menjadi hebat

Pidatonya memang mengesankan. Rasanya layak diberi tepuk tangan. Aplikasi dalam kebijakannya nanti akan mengadilinya benar atau gincu di bibir.

Situasi pra-pertandingan lomba pilpres 2024 mendatang mencuatkan kebolehan maupun kedunguan para pihak. Semua itu bukan allegoris, melainkan faktual. Tehnologi bernalar merenggut kekuasaan teramat kencang dalam waktu lebih sangat singkat mengalahkan kegesitan bertahun dkreator tehnologi gadget yang tergolong singkat.

Hanya berselang sehari dari menyalami Prabowo Subianto, tehnologi pikiran Muhaimin Iskandar melompat katak ke kotak Anies Baswedan. AHY meradang dan partai Demokrat tampilkan tehnologi bobrok bergandengan Prabowo Subianto.

Di pihak lain tehnologi muslihat tipu Nasdem mencawe-cawe syaraf tanpa moral terganggu terhadap para tandemnya.

Gerbong-gerbong politik yang tadinya sudah distel, dibongkar preteli lagi. Pindahkan ke loko lain. Semrawut.

Alangkah luarbiasa kecanggihan tehnologi parpol bisa kencang ganti-berganti perkembangan otak kebijakannya jauh melebihi kecanggihan perkembangan tehnologi gadget.

Diantara mereka nampaknya tidak punya tehnologi yang peduli konkrit mengatasi problema nyata sengsara rakyat Indonesia. Kalau pun ada hanya narasi di bibir gincu politik doang. Paling banter di kirim influencer parpol bawa uang 500 ribu mengunjungi paguyuban warga, seperti pertemuan arisan atau pertemuan warga RW meminta imbalan dirinya nanti dicoblos saat pemilu legislatif.

Kondisi dan situasi anomali kemelut pelik ini, pemilu prosedural tok ini, pemilu tanpa substansi program mengatasi ketimpangan sosial, intoleransi, radikalisme identitas agama adalah imbas UUD 1945 di amandemen jadi UUD 2002, yang terjadi saat Megawati Soekarnopoetri menjabat Presiden RI dan Amien Rais menjabat Ketua MPR. Pembukaan UUD 2002 berlainan wawasan dan tujuan dengan batang tubuhnya sendiri.

Di antara celah demokrasi liberal terhadap dasar negara Pancasila itu, terdapat approval rating atau kepuasan kinerja atas pemerintahan Jokowi mencapai 81%+. Angka setinggi ini belum pernah dicapai sebelumnya. Sekaligus mengindikasikan keinginan rakyat RI agar pembangunan yang telah dikerjakan pemerintahan Jokowi terus berjalan dan program dirintis terus berlanjut. Begitu juga rancangan program yang diagendakan tetap ditindak lanjuti. Namun jika tidak ada kekuatan massa terorganisasi di depan mempelopori pelaksanaannya segalanya bisa ambyar. Apakah Kaesang melakukan fungsi tangan lanjut dari Jokowi dan PSI adalah partai selaku kekuatan massa terorganisasi utamanya Jokowi?

Rakyat paling berkepentingan dan yang diakui selaku sejatinya pemilik kekuasaan NKRI yang diwakilkan kepada MPR. Apakah MPR tidak peduli kemelut terjadi ini dan mencari solusinya? Apakah momentum ini sedang efektif digunakan kekuatan asing nekolim menyeret RI ke tubir terjal kehancuran NKRI, seperti di masa lalu? Bukankah dimungkinkan MPR menetapkan referendum terhadap kemungkinan Jokowi melanjutkan terus pemerintahan periode ketiga sebagai solusi untuk merealisasi makna approval rating 81%+ tersebut?

Gledek lilin kecil Kaesang Pangarep yang mengguntur ini semestinya dapat membuka telinga mencerahkan mata hati dan pikiran para ketua dan anggota MPR.

Merdeka!

*Penulis Toga Tambunan, pengamat sosial politik

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru