JAKARTA – Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengakui bahwa BPJS Kesehatan mengalami defisit pada 2024. Namun, ia mengaku keuangan BPJS Kesehatan masih sehat.
“BPJS itu sekarang dalam keadaan sehat. Sehat walafiat,” ujar Ali saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dikutip Bergelora.com, Jumat (21/3)).
Ali menuturkan, ada kecenderungan utilitas atau pengguna layanan BPJS Kesehatan meningkat sehingga biaya naik.
“Sehingga unit cost-nya juga meningkat. Premi yang kami kumpulkan kurang bisa menutup itu,” kata Ali.
Ali juga mengatakan, iuran BPJS Kesehatan 2025 untuk saat ini masih dibahas. Ia menyatakan bahwa pihaknya tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan apakah iuran akan naik atau tidak.
“Ditunggu saja tanggal mainnya. Sekarang sedang didiskusikan, diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 59 (tahun 2024),” kata dia.
Ali juga tidak terlalu mempersoalkan inflasi medis yang kemungkinan menambah beban BPJS Kesehatan.
“Inflasi medis itu setiap saat terjadi. Setiap saat. Tapi umumnya, inflasi medis itu lebih tinggi daripada inflasi umum,” tutur Ali.
Dilaporkan, BPJS Kesehatan mencatatkan defisit sebesar Rp 9,56 triliun pada tahun 2024.
Berdasarkan data paparan Ali Ghufron saat rapat kerja (raker) bersama Komisi IX DPR pada 12 Februari 2025, defisit dihitung dari pendapatan BPJS Kesehatan yang mencapai Rp 165,73 triliun pada 2024. Sementara itu, beban jaminan kesehatan mencapai Rp 174,90 triliun. Artinya, bila dikurangi antara pendapatan dan beban jaminan kesehatan, terjadi defisit sebesar Rp 9,56 triliun.
Habis Bayar Gaji
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, beberapa waktu lalu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah mengakui BPJS Kesehatan sudah tak mampu menanggung semua pembiayaan obat dan pengobatan untuk semua jenis penyakit. Dia menyebut hal itu dikarenakan keterbatasan biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
“Yang mau saya sampaikan, tidak semua itu (penyakit) tercover BPJS,” kata Budi awal tahun 2025.
Masyarakar juga menyoroti insentif atau gaji direksi BPJS Kesehatan yang sempat diperbincangkan di tahun 2019 hingga 2020 lalu.
Kisaran Gaji dan Insentif
Melansir dari berbagai sumber, dalam laporan bulanan BPJS Kesehatan, beban insentif direksi kesehatan dalam setahun dianggaran di Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) sebesar Rp32,9 miliar untuk 8 orang direksi BPJS Kesehatan tahun 2019.
Artinya dari jumlah tersebut 8 direksi itu mendapatkan Rp4,11 miliar per tahun per orang atau sekitar Rp342,6 juta per bulan/per orang.
Sementara pada periode yang sama beban insentif dewan pengawas BPJS Kesehatan untuk 7 orang pengawas rata-rata Rp2,55 miliar. Namun untuk data terbaru di tahun 2025 belum ada informasi lanjutan.
Sebetulnya, gaji dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi anggota dewan pengawas dan anggota direksi BPJS Kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2013.
Untuk penghasilan anggota dewan pengawas dan anggota direksi terdiri atas gaji dan manfaat tambahan lainnya.
“Anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi selain mendapat penghasilan juga dapat memperoleh Insentif,” bunyi Pasal 4 Ayat 2 dikutip Selasa (21/1).
Formula Hitung Gaji
Adapun formula perhitungan gaji, sebagai berikut
Gaji = Gaji Dasar x Faktor Penyesuaian Inflasi x Faktor Jabatan.
Gaji dasar ditetapkan berdasarkan beban kerja dan kinerja operasional BPJS. Sedangkan beban kerja ditetapkan berdasarkan atas pertimbangan terhadap ukuran dan jumlah aset yang dikelola BPJS serta besarnya tanggung jawab dan kemampuan pendapatan BPJS yang bersangkutan.
“Kinerja operasional BPJS ditetapkan dengan sekurang-kurangnya mempertimbangkan pelayanan, mutu, manfaat bagi masyarakat, dan indikator keuangan,” tulis Pasal 5 ayat 4.
Kemudian gaji anggota Direksi ditetapkan sebesar 90 persen dari gaji Direktur Utama. Sementara besaran gaji anggota Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut:
a. Gaji atau Upah Ketua Dewan Pengawas sebesar 60 persen Gaji Direktur Utama
b. Gaji atau Upah anggota Dewan Pengawas sebesar 54 persen dari gaji Direktur Utama.
Di sisi lain, untuk manfaat 5ambahan lainnya, meliputi tunjangan dan fasilitas pendukung pelaksanaan tugas.
Adapun tunjangan terdiri atas:
a. tunjangan hari raya keagamaan
b. santunan purna jabatan
c. tunjangan cuti tahunan
d. tunjangan asuransi sosial
e. tunjangan perumahan.
Sedangkan fasilitas pendukung pelaksanaan tugas terdiri atas:
a. kendaraan dinas
b. kesehatan
c. pendampingan hukum
d. olahraga
e. pakaian dinas
f. biaya representasi
g. biaya pengembangan
(Web Warouw)
Gimana gk kekurangan dana, gajinya pada gede, kalau tidak mau mengelola uang dengan gaji kecil tawarkan saja asuransi kesehatan ini pada swasta asalkan pelayanan tetap menjadi prioritas. Saban waktu kita mendengar BPJS rugi, BPJS tidak bisa melayani satu kunjungan dengan penyakit penyerta kecuali satu diagnosa. Mana ada orang sakit ulu hati hanya didiagnosa lambung, kan lucu ini aturan BPJS dalam menggalang dana sebanyak mungkin. Salam waras Indonesia.🙏🙏🙏