PALU- Terkait tidak maksimalnya sumber pendapatan daerah dari Pajak Bahan Bakar Minyak (BBM), Ketua Fraksi Nasdem DPRD Sulawesi Tengah Muhamad Masykur, menduga hal itu dikarenakan masih maraknya praktek ketidakjujuran dari perusahaan distributor BBM dan perusahaan pengguna akhir BBM dalam menunaikan kewajiban mereka kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.
“Praktek ketidakjujuran yang kami maksudkan disini adalah pihak perusahaan tersebut tidak terbuka dalam melaporkan penggunaan peruntukan BBM yang mereka gunakan, apakah untuk industri, pertambangan & Kehutanan Perkebunan, Transportasi & Konstruksi,” ujar Masykur kepada Bergelora.com di Palu, Selasa (31/7).
Ia menjelaskan, berdasarkan data yang diperoleh umumnya perusahaan melaporkan penggunaan BBM hanya pada satu item laporan penggunaan saja. Misalnya pada perusahaan pertambangan dan sawit. Umumnya pihak perusahaan melaporkan penggunaan bahan bakar untuk kebutuhan industri saja.
Sementara dalam prakteknya tidak semata-mata hanya itu. Tetapi juga mereka peruntukan kebutuhan bahan bakar alat berat, transportasi dan lain-lain. Pun demikian dengan perusahaan lainnya yang beroperasi di wilayah Sulteng.
“Akibatnya, praktek tidak jujur seperti ini mengakibatkan pendapatan daerah dari pajak BBM jadi menguap. Jika ditaksir, setiap tahunnya pemasukan pajak daerah hilang sekitar Rp. 60 miliar per tahun lebih atau Rp. 30 miliar lebih per semester, jelas Wakil Rakyat Dapil Kabupaten Donggala-Sigi,” ujarnya.
Lebih lanjut Masykur menguraikan, bocornya pendapatan daerah ini bisa jadi dikarenakan lemahnya daya pressure dan kontrol pemerintah provinsi terhadap penggunaan BBM Non Subsidi untuk sektor industri, pertambangan, transportasi, konstruksi dan sebagainya.
“Padahal Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 40 Tahun 2012 Tentang ” Peraturan Pelaksanaan Atas Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 01 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, Khusus Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB),” sudah sangat jelas dan wajib dipatuhi serta dijalankan.
Oleh karenanya Masykur mendesak kepada Pemprov melalui Dinas Pendapatan Daerah untuk pro aktif dan memaksimalkan aparaturnya di lapangan, secara terstruktur, masif, sistematis untuk melakukan investigasi dan stock opname terhadap agen atau suppliyer, pengguna akhir BBM serta wajib menerbitkan kebijakan bahwa setiap agen atau suppliyer penjual BBM di Sulawesi Tengah harus mempunyai WAPU, bagi yang tidak mempunyai WAPU dilarang melakukan Penjualan di wilayah Sulawesi tengah.
“Merujuk ke pengertiannya Wajib Pungut (WAPU) adalah pihak-pihak yang diwajibkan untuk memungut dan menyetor sendiri PPN atau PBBKB atas setiap pembelian atau penerimaan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak”, jelas Masykur.
Masykur berharap hal ini diseriusi oleh Pemprov agar potensi pendapatan daerah bisa dimaksimalkan, sekaligus sebagai wujud penyelamatan hak daerah.
Sebab, jika pembiaran situasi seperti ini terus menerus dipelihara maka yang rugi adalah daerah dan rakyat Sulteng, tutup Masykur. (Lia Somba)