JAKARTA- Mata uang Amerika Serikat, Dollar telah menembus Rp 15.000 per dollar. Capaian depresiasi nilai tukar rupiah ini merupakan prestasi terburuk setelah jatuhnya Presiden Soeharto. Sampai hari ini pun belum menunjukkan tanda-tanda penguatan. Bahkan diperkirakan akan terus melemahkan dan bisa capai angka Rp 17.000 per dolar dalam beberapa waktu mendatang. Namun sampai saat ini tidak ada tanda-tanda munculnya gejolak sosial seperti 1998 lalu. Hal ini disampaikan oleh mantan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Laode Ida kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (29/9).
“Disini pula hebatnya Presiden Jokowi. Meskipun rupiah terus melemah dengan ekses sosial ekonominya, namun gejolak sosial tak muncul seperti tahun 98 lalu,” ujarnya.
Menurutnya beberapa orang memang sudah merasa sangat gelisah dan kuatir akan ekses negatif dari krisis moneter ini. Karena bertambahnya kemiskinan dan pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja yang meluas.
“Ini berekses negatif yang cukup signifikan di tingkat rakyat akar rumput, yakni bertambahnya angka kemiskinan apalagi jika kita pakai standar Bank Dunia dengan pendapatan minimal 2 dollar perhari perorang. Plus bertambahnya pengangguran akibat kebijakan PHK dari sejumlah perusahaan yang tak terhindarkan,” ujarnya.
Sebelumnya pengamat ekonomi dari Asosiasi ekonomi Politik Indo0nesia (AEPI), Salamuddin Daeng menjelaskan lima penyebab merosotnya mata uang rupiah:
1. Keniakan harga harga/ Inflasi yang tinggi dan tidak terkendali. Sementara pada saat yang sama daya beli masyarakat jatuh. Keadaan ini membuat investor tidak tertarik melakukan investasi.
2. Neraca eksternal yang buruk, surplus perdagangan rendah, defisit transaksi berjalan yang tinggi.
3. APBN yang tidak realistis baik asumsi tentang penerimaan, pengeluaran, nilai tukar, suku bunga SUN, inflasi, pemerintah menipu diri sendiri.
4. Mega proyek ambisius dan tidak realistis, dan didasari semata mata oleh keinginan bagi bagi proyek oligarki penguasa.
5. Melemahnya ekonomi China yang menjadi sekutu dagang Indonesia, melemahnya harga komoditas yang menjadi andalan ekspor indonesia. Kedua pelemahan tersebut akan berlangsung lama. Sementara pada saat yang sama terjadi penguatan kebijakan moneter USA.
Dari kelima hal tersebut, hanya satu yakni faktor 5 yang merupakan faktor luar, selebihnya adalah faktor internal berkiatan denfan tata kelola ekonomi dan pemerintahan sendiri yang tidak kompeten dan tidak kredibel. (Calvin G. Eben-Haezer)